1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan

Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan agenda nasional yang terus dikaji secara konsisten oleh pemerintah. Telah banyak kajian mengenai kehidupa...

15 downloads 742 Views 71KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan agenda nasional yang terus dikaji secara konsisten oleh pemerintah. Telah banyak kajian mengenai kehidupan masyarakat miskin baik di perkotaan, pedesaan hingga ke daerah pesisir. Masalah kemiskinan menjadi perhatian utama kalangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas kemiskinan. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah, antara lain: pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai), bantuan RTLH (Rumah Tak Layak Huni), Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), dan sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini Indonesia mengalami penurunan persentase jumlah penduduk miskin. Pada September 2012 berjumlah 11,56 persen turun menjadi 11,37 persen pada Maret 2013 atau turun sejumlah 0,52 juta orang. Penurunan kemiskinan dapat terlihat dari berbagai indikator-indikator seperti: ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan hubungan sosial, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam, serta kurangnya akses lapangan kerja. Beberapa indikator inilah yang dijadikan negara sebagai acuan untuk melihat penurunan masyarakat miskin yang semakin dapat teratasi di Indonesia. Kemiskinan salah satunya dapat dilihat melalui kehidupan masyarakat pesisir. Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana

2

adanya ketidakmampuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dan ketidaksamaan dalam memperoleh basis kekuasaan sosial. Pada masyarakat nelayan kemiskinan umumnya terjadi akibat tekanan sosial dan keterbatasan akses yang dimiliki. Pekerjaan nelayan yang banyak bergantung pada kondisi alam membuat pendapatan tidak menentu pada rumah rangga nelayan. Indonesia sebagai negara Maritim memiliki penduduk yang sebagian besar tinggal di wilayah pesisir. Masyarakat pesisir tersebut sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling banyak menggunakan sumber daya laut. Laut dimanfaatkan nelayan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan mereka. Pemanfaatan laut di kalangan nelayan menjadi corak sendiri di dalam membentuk kehidupan nelayan. Tekanan kemiskinan yang ada di kehidupan nelayan banyak bersumber dari kegiatan sosial-ekonomi yang dilakukan oleh nelayan. Kusnadi (2002:4) menyebutkan bahwa kemiskinan di kalangan nelayan bersifat sangat kompleks. Kompleks dalam hal ini memilki arti bahwa akar kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan kondisi musim penangkapan ikan. Mereka tidak setiap saat dapat pergi melaut karena kondisi alam. Alam tidak selalu menjanjikan dalam kehidupan nelayan. Musim utara menyebabkan nelayan tidak turun melaut sehingga produksi tangkapan ikan menurun. Kondisi ini menurunkan produksi tangkapan nelayan. Akibatnya, pendapatan nelayan dari hasil tangkapan ikan pun menurun secara drastis. Sementara faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau

3

teknologi, lemahnya pemasaran hasil tangkapan ikan, dan ketimpangan sistem bagi hasil antara nelayan dan pemilik modal Sejalan dengan kelemahan sosial dan ekonomi yang membuat nelayan miskin, karakteristik budaya juga menjadi suatu unit yang membentuk kemiskinan di kalangan nelayan. Hal tersebut dibuktikan melalui pola hidup nelayan yang boros dan tidak memiliki manajemen keuangan yang baik. Jika musim panen ikan tiba nelayan akan mendapatkan uang yang melimpah. Biasanya nelayan akan menggunakannya untuk

minum-minum tanpa berpikir untuk menabung

pendapatan mereka. Kondisi ini membuat rumah tangga nelayan mengalami kesulitan saat musim tidak dapat turun melaut datang. Nelayan akan melakukan peminjaman uang ke pemilik modal ataupun rentenir untuk mencukupi kebutuhan harian mereka. Jika tidak mendapatkan pinjaman mereka akan mengutang di warung dan kemudian akan membayarnya saat mereka dapat turun melaut. Kondisi serupa juga terjadi pada kehidupan masyarakat di Natuna. Natuna yang terkenal dengan sumber daya laut, minyak, dan gas alam ternyata belum mampu membuat masyarakatnya keluar dari kemiskinan. Hanya sekelompok orang saja yang dapat menikmati kekayaan tersebut. Kondisi kemiskinan masih sangat menonjol bagi sebagian besar masyarakat Natuna yang bekerja sebagai nelayan. Menurut data statistik setempat, setiap harinya nelayan Natuna mampu menghasilkan jutaan ton ikan. Namun, kondisi ini hanya mampu dinikmati oleh para pemilik modal yang jumlahnya hanya sedikit. Keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai akses pasar dan kurangnya modal untuk penangkapan ikan menjadikan nelayan Natuna berada pada lingkaran

4

kemiskinan. Armada laut yang kurang memadai membuat hasil produksi tangkapan ikan nelayan semakin terbatas. Kajian mengenai kemiskinan nelayan Natuna akan semakin terlihat jelas pada nelayan di Desa Sepempang. Sepempang merupakan salah satu desa yang memiliki jumlah masyarakat miskin yang banyak. Sebagian besar masyarakatnya memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Letak geografis desa yang sangat dekat dengan laut membuat sebagian besar warga Sepempang menggantungkan kehidupan mereka terhadap hasil laut. Namun, sayangnya melimpahnya hasil laut tidak sebanding dengan pendapatan yang di peroleh oleh nelayan. Ketimpangan struktur sosial yang ada dalam masyarakat membuat nelayan tidak memiliki posisi tawar untuk meningkatkan pereknomian mereka. Nelayan Sepempang lemah dalam kepemilikan aset produksi penangkatan. Hal tersebut juga mempengaruhi lemahnya penguasaan nelayan Sepempang akan akses penguasaan pasar. Situasi ini membuat jerat kemiskinan semakin melingkari kehidupan nelayan Sepempang. Kondisi kemiskinan nelayan di Desa Sepempang inilah yang menjadi ketertarikan saya untuk mengkaji mengenai kemiskinan di kalangan nelayan. I.2. Rumusan Masalah Natuna merupakan salah satu Kabupaten yang terkenal dengan sumber daya lautnya yang melimpah. Situasi ini seharusnya sudah mampu membawa nelayan di Natuna keluar dari kemiskinan. Namun, pada kenyataannya nelayan masih berada pada tekanan kemiskinan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi pokok pertanyaan adalah mengapa tekanan kemiskinan masih melingkupi kehidupan nelayan Desa Sepempang?

5

Atas pertanyaan pokok di atas, maka saya menggunakan 3 (tiga) pertanyaan operasional yang dapat membantu menjawab pertanyaan mengenai penyebab kemiskinan pada masyarakat nelayan. Pertanyaan tersebut antara lain : a. Bagaimana kondisi kemiskinan nelayan di Desa Sepempang? b. Bagaimana faktor ekonomi dan sosial mempengaruhi kemiskinan di kalangan nelayan Sepempang? c. Mengapa nelayan dapat terjebak dalam lingkaran kemiskinan? I.3 Tujuan penelitian Tujuan utama dalam penelitian ini adalah memberikan sumbangan informasi baru mengenai gambaran kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan. Kemiskinan pada masyarakat nelayan bukan kemiskinan yang bersifat absolut melainkan ada tatanan struktural yang membentuk kemiskinan tersebut. Struktur sosial di dalam nelayan membuat kemiskinan menjadi sulit untuk dihindari. Selain itu, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yang bertujuan untuk melihat lebih spesifik lagi kemiskinan yang ada di kalangan nelayan, diantaranya: a. Memberikan analisis awal mengenai kemiskinan yang hadir di kalangan nelayan dan mengapa kemiskinan tidak dapat keluar dari kehidupan nelayan. b. Memberikan deskripsi mengenai kondisi kehidupan keluarga nelayan terkhusus nelayan Desa Sepempang

6

c. Memberikan deskripsi atau analisa mengenai kondisi tekanan kemiskinan di kalangan nelayan terkait dengan faktor sosial dan ekonomi. I.4 Kerangka Pemikiran Studi mengenai kemiskinan sudah banyak dilakukan oleh para ahli sosial. Kemiskinan merupakan kesenjangan sosial yang terjadi pada kelompok masyarakat seperti tidak meratanya akses terhadap sumber daya ekonomi dan kurang meratanya pembangunan ditengah-tengah masyarakat. Uraian mengenai penyebab kemiskinan diberbagai daerah tidak dapat disamakan. Karakteristik kemiskinan biasanya banyak berkaitan dengan tekanan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masing-masing rumah tangga. Hingga saat ini, sudah banyak penelitian para ahli mengenai kemiskinan. Salah satu hasil penelitian tersebut berupa definisi mengenai kemiskinan seperti yang diungkapkan oleh Friedmann dalam

Kasim

(2006:47)

bahwa

kemiskinan

“terjadi

karena

adanya

ketidaksamaaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial”. Bersamaan dengan itu Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan mencapai standar hidup

minimum. Definisi mengenai

kemiskinan yang diungkapkan Bank Dunia membuat timbul dua macam indeks mengenai pengukuran tingkat kemiskinan yang ditinjau berdasarkan “tingkat konsumsi dan standar hidup minimum. Indeks pertama mengenai kemiskinan yang spesifik di setiap negara sedangkan yang kedua bersifat global yang membandingkan secara silang kemiskinan yang terdapat di antara negara” (Suyanto dalam Safi 2011:25).

7

Disisi lain, kemiskinan juga disebabkan kurangnya kepemilikan akan asetaset seperti modal untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemiskinan sendiri juga dapat terjadi karena terbatasnya kepemilikan akan hak-hak non-material yaitu mendapatkan pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga dan kehidupan yang layak. Dilihat dari kacamata para ahli ekonomi, kemiskinan diartikan sebagai suatu fenomena yang mencakup ruang lingkup ekonomi. Rendahnya penghasilan atau tidak dimilikinya pekerjaan yang cukup memadai untuk mendapatkan kehidupan yang mapan sebagai tempat bergantung hidup. Definisi mengenai kemiskinan menurut para ahli tersebut melahirkan suatu pengertian kemiskinan. Orang miskin adalah mereka yang hidupnya selalu lemah di dalam hal ekonomi. Keterbatasan akses terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi menyebabkan mereka sering tertinggal jauh dibandingkan masyarakat lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Gambaran kemiskinan ditunjukkan oleh sekelompok rumah tangga suatu kelompok masyarakat dari kekurangan mereka secara ekonomi berupa pendapatan dan pengeluaran. Penilaian mengenai masyarakat miskin dan tidak miskin hingga saat ini masih menjadi perdebatan baik di kalangan pemerintah maupun akademisi. Pande Made Kutanegara dalam tulisannya mengenai Akses Terhadap Sumber Daya dan Kemiskinan Di Pedesaan Jawa: Kasus Desa Sriharjo, Yogyakarta menyebutkan bahwa kemiskinan harus dicermati melalui dua hal yaitu pada tataran teoritis dan pada tataran praktis. ”Pada tataran teoritis, kemiskinan berkaitan dengan indikator serta konsep dan metodologi yang digunakan untuk melihat dan menilai mengenai kemiskinan. Sementara itu, pada tataran praktis kemiskinan dapat dilihat melalui

8

kondisi penduduk miskin yang selalu kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan harian hidupnya”(Kutanegara 2000:313). Konsepsi yang muncul mengenai perdebatan kemiskinan membuat suatu tolak ukur terhadap kemiskinan. Diskusi mengenai kemiskinan menurut beberapa ahli dapat dinilai dari sifatnya natural dan struktural. Kemiskinan natural yaitu kemiskinan yang timbul sebagai akibat keterbatasan sumber daya dan rendahnya tingkat perkembangan teknologi (Soetrisno 2001 :1). Sementara itu, kemiskinan struktural yaitu kemiskinan karena struktur sosial yang dimiliki oleh masyarakat akibat ketidakadilan struktur berupa kurangnya penguasaan aset dan pengendalian sumber daya ekonomi dan sosial pada masyarakat (Sugeng dalam Kasim 2006:53). Melalui definisi diatas, penelitian mengenai kemiskinan nelayan akan bergerak dalam dua arah. Arah pemikiran mengenai kemiskinan nelayan yang di ambil dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teori struktural dan kultural. Dikatakan kemiskinan struktural karena kurangnya basis penguasaan sosial dan minimnya kesempatan untuk menguasai sumber daya yang tersedia bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena keterbatasan akses dan aset yang dimiliki oleh masyarakat untuk penguasaan sumber daya laut. Kondisi tersebut memicu hadirnya kemiskinan yang dasarnya terletak pada struktur sosial dan menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka. Kemiskinan dari aspek struktural memiliki makna kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang membuat kelompok tertentu tidak menguasai sarana

9

ekonomi dan fasilitas yang tersedia secara merata. Kemiskinan struktural seringkali terjadi di mana terdapat perbedaan yang mendalam antara masyarakat yang hidup melarat dengan yang hidup dengan kemewahan. Akar dari kemiskinan ini adalah terletak pada kukunggan struktural sosial. Hal ini menyebabkan masyarakat kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Ciri lain yang memperkuat kemiskinan ini adalah ketergantungan yang sangat kuat antara si miskin dengan kelas sosial-ekonomi di atasnya. Situasi kukungan kemiskinan struktural pada masyarakat nelayan juga diperjelas melalui tertutupnya akses penguasaan ekonomi di kalangan nelayan. Seperti yang disebutkan oleh Soedjatmoko dalam Soemardjan(1984:46) bahwa terisolasinya kehidupan masyarakat semakin menyebabkan ketimpangan sosial terjadi sehingga kemiskinan semakin tidak dapat dihindari oleh masyarakat. Kemiskinan ini juga memiliki perbedaan yang mencolok terhadap kesenjangan sosial. Akan tetapi, kondisi ini diperlunak dengan adanya pola hubungan patronclient dan jiwa gotong royong guna meredam kecemburuan sosial. Kemiskinan struktural juga disebabkan karena kurangnya kepemilikan akan aset-aset seperti rumah, tanah, uang, peralatan. Struktur sosial yang berlaku pada golongan miskin menyebabkan mereka menjadi tidak berdaya untuk mengubah nasib mereka. Struktur yang telah berlaku di dalam kehidupan mereka membuat kemiskinan sudah membelenggu kehidupan mereka selama bertahun-tahun. Kemiskinan ini biasanya terjadi jika terlihatnya kesenjangan yang sangat mendalam antara si miskin dan si kaya. Hal ini semakin memperjelas kemiskinan di kehidupan masyarakat miskin disebabkan oleh

10

struktur sosial pada masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan semakin miskin sementara yang kaya akan terus menikmati kekayaannya. Singkatnya, kaum miskin secara relatif tidak mampu berbuat apapun karena situasi marginalisasi dan penguasaan sumber daya dari kaum elit. Lingkaran kemiskinan struktural membuat mereka kurang mampu menentukan arah kehidupan yang lebih baik. Ketidakadilan yang diperoleh masyarakat pesisir melalui tatanan struktural yang memiskinkan mereka sejalan dengan situasi kebudayaan yang ada dalam kehidupan mereka. Kondisi ini sering disebut dengan kemiskinan kultural. Pada umumnya, kemiskinan kultural terjadi karena dari awalnya suatu golongan masyarakat atau rumah tangga memang sudah miskin. Situasi kemiskinan kultural juga diungkapkan oleh Kartasasmita dalam Sumodiningrat (1998) bahwa kemiskinan ini merupakan kemiskinan yang kronis dan sudah ada secara turun temurun. Menurut Kartasasmta kemiskinan ini biasanya melanda daerah yang terisolir. Wignjosoebroto dalam Suyanto (1995:59) juga menyebutkan bahwa kemiskinan kultural diakibatkan dari ketidakberdayaan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dalam kenyataannya akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh unsur sosial-budayanya Kemiskinan kultural banyak mengacu pada adat dan konsumsi di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak berkekurangan. Biasanya kelompok masyarakat ini pada tingkat pendapatanya rendah (Siswanto 2008). Salah satunya budaya hidup boros yang dimiliki oleh masyarakat nelayan seperti yang ada di Desa Sepempang Sikap suatu kelompok masyarakat seperti ini membuat

11

kemiskinan semakin mendarah daging dalam kehidupan mereka. Kondisi ini membuat semakin sulitnya suatu kelompok masyarakat untuk membentuk generasi selanjutnya yang lebih baik karena kemiskinan tidak dapat terelakkan oleh mereka. Kemiskinan kultural juga dianggap sebagai buah dari hadirnya kemiskinan struktural dalam masyarakat. Dikatakan demikian karena kemiskinan struktural yang hadir terlalu lama membelenggu masyarakat membuat mereka pasha akan kemiskinan yang ada dalam kehidupan mereka. Kaum miskin beranggapan bahwa kemiskinan yang ada dalam kehidupan mereka adalah takdir sehingga kemiskinan tersebut diwariskan secara turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat. Pengertian mengenai definisi kemiskinan struktural dan kultural di atas juga membentuk suatu anggapan bahwa kemiskinan terjadi karena adanya perangkap kepada si miskin. Berbagai faktor dan penyebab kemiskinan struktural membentuk suatu mata rantai yang disebut dengan perangkap kemiskinan. Pada kasus masyarakat nelayan pesisir perangkap kemiskinan timbul karena kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan atau kadar isolisasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan (Chambers 1983:145-146). Perangkap tersebut muncul melalui ketidakmampuan keluarga miskin dalam menyiasati keadaan disaat menghadapai masa sulit. Mereka biasanya akan menjual aset yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya, mereka semakin rentan dan tidak berdaya. Di sisi lain, ketidakberdayan di kalangan miskin disebabkan tekanan dari kaum elit. Masyarakat miskin seringkali dibuat terbatas dalam pemahaman akan situasi sosial-ekonomi-kultural yang ada disekitar mereka.

Sementara itu,

12

perangkap yang paling terlihat adalah kurangnya pendidikan dan jangkauan komunikasi yang terbatas membuat masyarakat menjadi kaum yang terpinggirkan. Jauhnya masyarakat dari pemerintah pusat membuat masyarakat miskin menjadi terisolasi dan menjauhkan mereka dari informasi perkembangan ekonomi. Perangkap di atas membuat masyarakat menjadi semakin tidak berdaya dan semakin rentan terhadap ancaman kemiskinan. Rangkaian keseharian kehidupan dari masing-masing keluarga membentuk karakter dari setiap individu. Melalui kerangka logika berpikir inilah akan terbentuk suatu analisis mengenai penyebab kemiskinan di kalangan nelayan. Kemiskinan nelayan tidak hanya berkaitan dengan keterbatasan sumber daya alam dan manusia melainkan juga berhubungan dengan distribusi hasil pendapatan individu melalui pekerjaan mereka sebagai nelayan. I.5 Metode Penelitian Desa Sepempang merupakan salah satu wilayah yang dikenal miskin di kawasan Kabupaten Natuna. Wilayah ini memiliki tingkat penduduk yang sebagian besar dari warganya bekerja sebagai nelayan. Laut dan kekayaan alam menjadi sumber utama bagi kehidupan masyarakat di Desa Sepempang. Selain itu, laut menjadi nafas kehidupan bagi warga yang bekerja sebagai nelayan dan berfungsi sebagai sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan mereka. Permasalahan mengenai kemiskinan yang terjadi pada masyarakat khususnya nelayan tidak selamanya identik dengan persoalan pendapatan saja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemiskinan tersebut adalah hubungan sosial nelayan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji dan memahami mengenai

13

kemiskinan masyarakat pesisir dan dinamikannya yang ditinjau melalui metode penelitian sebagai berikut : I.5.1. Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian mengenai “Kemiskinan Masyarakat Nelayan Desa Sepempang” dilakukan di kawasan perbatasan Indonesia yang berbatasan dengan laut yaitu di Desa Sepempang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan Kabupaten Natuna belum terlalu dikenal luas oleh masyarakat umum. Selain itu, juga terkait dengan kehidupan nelayan yang tinggal di kawasan perbatasan Indonesia. Pemilihan lokasi juga terkait dengan kesenjangan sosial yang cukup mendalam di kalangan masyarakat nelayan. Desa ini merupakan salah satu desa miskin yang banyak menerima bantuan program pengentasan kemiskinan dari pemerintah. Bantuan tersebut berupa pemberian Raskin, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, bantuan modal bagi nelayan, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi, di tengah bantuan pemerintah tersebut akses masyarakat nelayan masih sangat terbatas. Hal membuat masih banyaknya nelayan miskin di Desa Sepempang. Dengan demikian, lokasi ini menjadi salah satu tempat untuk melihat kemiskinan yang terjadi pada nelayan Natuna. I.5.2 Pemilihan Informan Pada dasarnya Desa Sepempang memiliki jumlah nelayan yang sangat banyak yaitu sejumlah 121 jiwa. Maka, di dalam penelitian ini dipilih 3 informan

14

yang bekerja sebagai nelayan, nama informan yang ada dalam data penelitian ini juga di samarkan, dan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : •

Nelayan penangkap kecil, yaitu nelayan menggunakan jenis perahu motor. Nelayan ini biasanya hanya menangkap ikan simbe dan ikan karang kecil maupun. Di Desa Sepampang nelayan berjumlah sekitar 110 orang. Informan tersebut adalah bang Andri dan Pak Saiful. 1



Nelayan penangkap ikan dan barang antik, yaitu nelayan yang sehariharinya bekerja tidak hanya menangkap ikan melainkan juga menyelam untuk mendapatkan barang antik. Kombinasi penangkapan ikan dan pengambilan barang antik merupakan cara bagi nelayan untuk menghadapi keadaaan di saat sulit. Nelayan ini di Sepempang berjumlah sekitar 5 orang. Salah satunya adalah bang Roy yang menjadi informan utama dalam penelitian ini.



Nelayan buruh, yaitu nelayan yang bekerja kepada juragan pompong

I.5.3 Teknik Pengumpulan Data a) Observasi, kegiatan observasi dilakukan dengan melihat langsung kondisi kemiskinan yang terjadi di Desa Sepempang. Seperti melihat kondisi kondisi rumah, pekerjaan, kegiatan kenelayanan, dan juga kondisi lingkungan masyarakat nelayan di Desa Sepempang. Kegiatan observasi ditunjukkan secara langsung melalui bukti foto-foto yang terkait dengan kepentingan data penelitian.

1

Nama informan yang terdapat dalam penelitian merupakan nama yang telah disamarkan oleh peneliti

15

b) Studi Statistik, studi ini diperlukan untuk mendukung data hasil penelitian kualitatif yang dilakukan. Studi statistik terkait dengan data kemiskinan di Indonesia, Natuna, dan Sepempang yang berkaitan dengan penelitian mengenai kemiskinan khususnya di kalangan masyarakat nelayan. Stud ini menjadi pendukung untuk memperkuat data mengenai hadirnya kemiskinan di kawasan Desa Sepempang. c) Observasi partisipasi, kegiatan observasi partisipasi dilakukan untuk mendapatkan sense terhadap persoalan kemiskinan di kalangan nelayan. d) Wawancara

mendalam,

penelitian

mengenai

kemiskinan

nelayan

dilakukan dengan menemui langsung informan utama yang terkait dengan penelitian. Saya memilih empat informan sebagai informan utama dan membuka pertanyaan dengan pertanyaan yang khusus mendalam mengenai kehidupan sehari-hari, relasi ekonomi, relasi kekerabatan, dan perdagangan sehingga membuat gambaran kemiskinan masyarakat nelayan itu dapat dipahami lebih baik. I.5.4 Waktu dan Proses Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan di Desa Sepempang dan proses penelitian dilakukan dengan cara tinggal dan hidup di lingkungan masyarakat nelayan setempat. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2013. Di saat bulan Juli adalah saat nelayan panen ikan sementara bulan Agustus yang menjadi bulan sulit bagi nelayan karena gelombang laut yang tinggi menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Pada periode ini hasil tangkapan ikan nelayan semakin tidak produktif. Waktu penelitian selama 2 bulan ini merupakan

16

waktu yang tepat untuk melihat perubahan kehidupan rumah tangga masyarakat nelayan. Wawancara dilakukan dengan 2 informan pilihan utama yang dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Beberapa informan tambahan yang dipilih secara acak dan pertanyaan yang digunakan mengalir. Pertanyaan yang digunakan tidak terpaku dengan daftar pertanyaan seperti yang sudah dipersiapkan oleh peneliti sebelumnya. Selain itu peneliti juga secara langsung melihat kondisi alam dan lingkungan di Desa Sepempang. I.5.5 Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, di mana penelitian ini mencoba memberikan gambaran mengenai kehidupan masyarakat pesisir yaitu nelayan. Oleh karena itu, analisis data dilakukan untuk meneliti fenomena yang terjadi di dalam kehidupan nelayan. Data yang tersedia kemudian memberikan gambaran yang lebih konkret mengenai penyebab kemiskinan di kalangan nelayan dan juga memberikan gambaran mengenai kehidupan nelayan. Gambaran kemiskinan akan semakin terlihat pada setiap babnya dimulai dari pembahasan mengenai wilayah Natuna hingga ke Desa Sepempang. Kemudian pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai profil keluarga nelayan dan dilanjutkan dengan analisis data kemiskinan. Data yang sudah diperoleh diklasifikasikan melalui fokus penyebab kemiskinan di kalangan nelayan. Keterbatasan aset dan akses dalam kegiatan kenelayanan serta hubungan sosial kehidupan nelayan yang digunakan sebagai landasan dalam melihat kemiskinan yang ada pada nelayan Sepempang. Beberapa

17

penyebab kemiskinan tersebut akan dihubungkan dengan kehidupan nelayan Sepempang. Berdasarkan klasifikasi ini akan dihasilkan jawaban mengenai kemiskinan di Desa Sepempang dan mengapa kemiskinan ini melingkari kehidupan nelayan. I.6. Tinjauan Pustaka Studi mengenai kemiskinan nelayan merupakan studi yang sudah sangat sering dilakukan oleh sekelompok peneliti. Akan tetapi, banyak hal yang menjadi pembeda dalam studi-studi mengenai kemiskinan yang hadir dalam kelompok masyarakat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa kemiskinan pada suatu kelompok masyarakat adalah berbeda-beda. Perbedaan tersebut merupakan tinjauan seorang peneliti terhadap kemiskinan yang ada dalam masyarakat. Misalnya saja ada yang meninjau dari aspek kultural, disisi lain ada yang meninjau kemiskinan dari aspek sosial-ekonomi. Salah satu contoh kemiskinan nelayan dapat dilihat melalui kehidupan masyarakat nelayan Prigi (Siswanto 2008:86). Kemiskinan pada nelayan Prigi dapat dilihat melalui kondisi tempat tinggal

nelayan.

Rumah

nelayan

biasanya

hanya

beratapkan

genting,

berdindingkan bambu, dan belantaikan tanah. Ventilisasi yang kurang baik dan tempat MCK (Mandi Cuci Kakus) yang kurang memadai. Selain itu, kondisi kemiskinan di Prigi juga di pengaruhi oleh rendahnya pendapatan nelayan. Rendahnya pendapatan tersebut membuat nelayan kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan melaut dan kebutuhan pokok rumah tangga. Musim yang tidak menentu membuat pendapatan nelayan menjadi tidak menentu. Hal ini membuat nelayan banyak meminjam uang kepada pemilik

18

modal. Situasi inilah yang membuat kemiskinan semakin tidak dapat terhindarkan oleh nelayan di Prigi. Disisi lain, mekanisme sistem pasar yang tidak bersahabat di kalangan nelayan membuat banyak nelayan harus bergantung kepada pengepul ikan. Hal ini membuat nelayan banyak merugi karena harga penjualan ikan sepeuhnya berada di tangan tengkulak. Hal inilah yang membuat nelayan Prigi semakin berada dalam situasi lingkaran kemiskinan. Di sisi lain, lain hal dengan nelayan Kridowono (Semedi 1998:223) di mana nelayan Kirdowono terjebak kemiskinan bukan hanya karena kondisi alam dan pendapatan yang rendah. Kemiskinan pada nelayan Kirdowono menurut Semedi terjadi karena adanya pengaruh gaya hidup nelayan yang boros. Nelayan Kirdowono kerap menghabiskan uang mereka untuk menggelar orkes dangdut. Setiap nelayan dipungut biaya Rp 30.000,00 untuk biaya pagelaran. Padahal mnurut salah seorang nelayan di Kidorwono tersebut kondisi perumahan mereka belum menunjukkan perbaikan ekonomi. Belum lagi nelayan mulai banyak yang menggunakan teknologi penangkapan seperti otok untuk menangkap ikan. Menurut Semedi alat tangkap otok sama halnya dengan pukat harimau yang dilarang bagi penangkapan di perairan Indonesia. Secara tidak langsung budaya boros dan teknologi penangkapan yang tidak sesuai dalam nelayan Kirdowono menyebabkan tekanan kemiskinan semakin melaingkari kehidupan nelayan. Mereka ingin mendapatkan penghasilan yang tinggi namun, justru hal tersebut menyebabkan kebangkrutan dalam kalangan nelayan. Ketidakmampuan nelayan dalam mengalokasikan pendapatan menjadi pemicu kemiskinan tidak dapat keluar dari kehidupan nelayan Kirdowono.

19

Tinjauan aspek kultural yang melingkupi kehidupan nelayan Kirdowono menjadi penyebab timbulnya kemiskinan tersebut. Kondisi kemiskinan juga tidak lepas dari kehidupan nelayan Sepempang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Nelayan Sepempang yang menjadi lokasi penelitian untuk melihat kemiskinan yang hadir pada rumah tangga nelayan. Perbedaan yang penelitian mengenai kemiskinan nelayan yang ada pada nelayan Sepempang kali ini adalah tinjauan aspek penyebab kemiskinannya. Kemiskinan yang hadir pada nelayan Sepempang bukan hanya karena aspek kultural yang ada. Namun, banyak disebabkan oleh aspek struktural yang ada dalam kehidupan nelayan Sepempang. Kesenjangan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Natuna berujung pada kehidupan masyarakat nelayan. Kesenjangan yang muncul membuat kurang berkembangnya kehidupan ekonomi di kalangan nelayan. Kondisi di atas membuat ketergantungan nelayan terhadap pemilik modal untuk pekerjaan mereka sebagai nelayan. Kehidupan nelayan banyak bergantung kepada juragan kapal dan tengkulak ikan. Kondisi ini selanjutnya akan dapat dilihat melalui kondisi wilayah Kabupaten Natuna dan Desa Sepempang yang semakin memperlihatkan hadirnya kemiskinan pada masyarakat Natuna khususnya masyarakat yang bekerja sebagai nelayan. Di samping itu, juga akan diperlihatkan mengapa pekerjaan sebagai nelayan menjadi pilihan hidup sebagian besar masyarakat Natuna khususnya di Desa Sepempang.