BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG KONDISI DUNIA YANG TIDAK

Download tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) pada seluruh stakeholder ... INDONESIA. No. Nama Perusahaan (Tahun). Lok...

0 downloads 386 Views 252KB Size
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi dunia yang tidak menentu seperti terjadinya global warming, kemiskinan yang semakin meningkat, memburuknya kesehatan masyarakat serta tuntutan sosial kepada perusahaan, memicu perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) pada seluruh stakeholder yang terdiri dari karyawan, investor, pemerintah, masyarakat, konsumen dan pemasok, serta kelangsungan generasi penerus. Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai peranan penting terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas sehingga suatu badan usaha tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga kepada masyarakat luas (Marianty, 2005). Perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan bisnis terutama yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya alam baik secara langsung maupun tidak langsung tentu memberikan dampak pada lingkungan sekitarnya seperti masalah-masalah polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. Adanya dampak pada lingkungan tersebut mempengaruhi kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Kesadaran masyarakat terhadap peran perusahaan dalam melaksanakan

Corporate

Social

Responsibility

yang

semakin

meningkat

menyebabkan perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini terlihat pada banyaknya perusahaan yang dianggap telah memberi

1

kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah sosial (Devina, Suryanto, dan Zulaikha 2004). Limbah, kualitas dan keamanan produk, serta hak dan status pekerja merupakan isu-isu yang menjadi perhatian utama (Gray et al 1987 dalam Yuningsih 2004). Tabel 1 akan memperlihatkan contoh permasalahan sosial pada dunia bisnis di Indonesia.

Tabel 1 CONTOH PERMASALAHAN SOSIAL PADA DUNIA BISNIS DI INDONESIA No

Nama Perusahaan (Tahun)

Lokasi

1

PT. Inti Indo Rayon Utama (2003)

Porsea, TobaSamosir, Sumatera Utara

PT. Exxon Mobil (2001)

Lhokseumawe, Aceh Utara

Penghentian kegiatan produksi karena faktor stabilitas keamanan dan pelanggaran HAM

PT. Ajinomoto Indonesia (2001)

Jakarta

Penarikan distribusi, pemasaran, dan aktifitas produksi karena masalah sertifikasi halal oleh MUI

2 3 4

PT. Riau Andalan Pulp and Paper (2002)

Permasalahan Sosial Penghentian kegiatan operasional karena adanya masalah lingkungan dan masalah dengan masyarakat sekitar industry

Adanya protes dari masyarakat setempat terkait permasalahan limbah industri dan lingkungan

PT. Maspion Indonesia (2000)

Propinsi Riau Sidoarjo, Surabaya-Jawa Timur

PT. Telkom Indonesia (2002)

Jawa Tengah dan DIY

7

PT. BCA (2002)

Jakarta

Serikat pekerja menolak divestasi saham BCA

8

PT. Kereta Api Indonesia (2002)

Jakarta

Penolakan kembalinya Dewan Direksi lama karena dianggap bertanggung jawab atas beberapa kasus kecelakaan kereta api di Indonesia

9

Bank International Indonesia (BII) (2005)

Jakarta

Tuntutan karyawan atas gaji, upah, dan peningkatan kesejahteraan pekerja

10

PT. Gudang Garam (2003)

Kediri, Jawa Timur

5

6

Demo buruh dan tuntutan peningkatan kesejahteraan pekerja Serikat karyawan PT. Telkom menolak penjualan divisi regional (Divre) IV kepada PT. Indosat

Mogok kerja massal karyawan menuntut kenaikan gaji dan kesejahteraan karyawan

Sumber : Azizul Kholis (2001)

2

Dalam tabel 1 membuktikan bahwa permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia terjadi karena lemahnya penegakan peraturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya tentang aturan ketenagakerjaan, pencemaran lingkungan, perimbangan bagi hasil suatu industri dalam era otonomi daerah (Eka, 2011). Selain itu, dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009) paragraf 12 perusahaan masih bersifat sukarela dalam mengungkapkan CSR kepada publik melalui laporan tahunan perusahaan. Akibat dari belum diwajibkan PSAK untuk mengungkapkan informasi sosial menimbulkan praktik pengungkapkan informasi yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu) Eka (2011). Pemerintah juga mengeluarkan peraturan mengenai tanggung jawab sosial, yang diatur dalam Undang-Undang R.I. No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peraturan di atas menunjukkan bentuk kepedulian pemerintah terhadap masalah-masalah sosial, yang dalam hal ini adalah pertanggung jawaban sosial perusahaan. Saat ini seluruh perusahaan di Indonesia sebagian besar mengklaim bahwa perusahaan mereka telah melaksanakan kewajiban sosialnya terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Oleh karena itu, sebagian besar perusahaan tersebut melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) sebagai motivasi untuk meningkatkan kepercayaaan publik terhadap pencapaian usaha perbaikan terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Karena perusahaan di Indonesia semakin dituntut untuk memberikan informasi yang transparan atas aktivitas sosialnya, maka

3

pengungkapan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) memerlukan peran dari akuntansi pertanggungjawaban sosial (Fr. Reni, 2006). Hal-hal berikut dapat dijadikan pertimbangan dalam menguatkan wacana tentang perlunya pengungkapan sosial yang lebih tinggi pada perusahaan-perusahaan high- profile dan low-profile: 1) Prinsip Pembangunan Indonesia (TAP MPR No. II/MPR/1998) menekankan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Prinsip ini menyatakan pembangunan harus dijalankan dengan berwawasan lingkungan agar dapat mewujudkan kesejahteraan bagi generasi kini dan generasi mendatang. Dari pernyataan ini, perhatian terhadap masalah lingkungan telah menjadi agenda negara dan harus diperhatikan oleh kalangan bisnis sebagai bentuk corporate citizenship. 2) Western Mining Corp. (2001, dalam Peck and Sinding, 2002) menyatakan bahwa: “sebagai perusahaan pengelola sumber daya alam, kami memerlukan ‘akses ke bumi’ dan ‘izin operasi’ yang kontinyu untuk memberi nilai kepada pemilik perusahaan, maka untuk mencapai tujuan tersebut, kami perlu meningkatkan nilai dan ekspektasi sosial kami”. Menurut perusahaan ini, industri ekstraktif harus menyadari sepenuhnya tentang pengurangan sumber daya alam yang terbatas. 3) PricewaterhouseCoopers (kantor akuntan publik) dan ValueReportingTM (2002) merekomendasikan kepada industri kimia untuk meningkatkan aktivitas pengungkapan sosial dan lingkungan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk

4

pertanggungjawaban perusahaan kepada publik dan agar dapat memberikan nilai tambah tersendiri bagi perusahaan dalam jangka panjang. 4) Kantor Akuntan Publik KPMG (Beyond The Numbers, 2000) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan

terkemuka

harus

mulai

membangun

kepercayaan

stakeholder dan secara simultan meningkatkan kinerja bisnis mereka dengan mengukur dan melaporkan indikator finansial dan non finansial seperti manajemen lingkungan, hubungan pekerja dan pertanggungjawaban sosial. Demikianlah kantor akuntan ini memberikan suatu pandangan yang dapat dijadikan masukan terutama bagi perusahaan-perusahaan dimana pengukuran dan pelaporan indikator non financial merupakan hal yang penting, yaitu terutama pada industri high-profile. 5) Mathews (1997, dalam Parsa dan Kouhy, 2000) mengemukakan kemungkinan lain yang mengharuskan industri-industri high profile untuk lebih responsif dalam menjawab tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan bisnis yang lebih socially responsible, yaitu sebagai respon terhadap social contract (kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat), legitimasi organisasi, dan upaya peningkatan eksistensi perusahaan di pasar modal. Berbagai alasan perusahaan melakukan pengungkapan informasi CSR secara sukarela telah diteliti dalam penelitian sebelumnya, diantaranya adalah untuk mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan perusahaan dan untuk menarik investor (Sayekti, 2007). Patten (2002) menyatakan bahwa dalam

5

proses pengambilan keputusan investasi, investor memasukkan variabel yang berkaitan dengan masalah sosial dan kelestarian lingkungan. Reaksi investor dapat dilihat melalui pasar yang efisien. Bentuk pasar efisien di Indonesia adalah pasar efisien bentuk setengah kuat. Ini dapat dilihat dari cepatnya investor bereaksi terhadap masuknya informasi baru (Setiawan dan Hartono, 2003). Jika pelaku pasar (investor) menganggap informasi tersebut sebagai informasi yang baik (good-news) maka akan ada reaksi investor yang tercermin melalui peningkatan harga saham. Dalam penelitian ini, CSR diukur menggunakan indeks pelaporan GRI G3.1. konsep pelaporan CSR yang digagas oleh Global Reporting Initiative (GRI) adalah konsep sustainability report yang muncul sebagai akibat adanya konsep sustainability development. Komponen-komponen CSR perusahaan dibagi kedalam empat kategori, yaitu economic responsibilities, ethical responsibilities, legal responsibilities, dan discrestionary responsibilities (Carrol, 1999), sedangkan Global Reporting Initiative (GRI-G3.1 Guidliness, 2011:25) berfokus pada konsep triple bottom line, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Konsep triple bottom line kemudian diperluas menjadi enam aspek pengungkapan CSR yaitu economic performance indicator (EC), environmental performance indicator (EN), labor practices and decent work performance indicators (LA), human right performance indicators (HR), society performance indicator (SO), serta product responsibility performance indicators (PR). Umur perusahaan sebagai bagian dari karakteristik perusahaan merupakan potensial determinant dari praktek pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

6

Secara umum, perusahaan yang telah lama melakukan usaha cenderung akan menungkapkan informasi sosial perusahaan lebih banyak daripada perusahaan yang baru beroperasi, karena perusahaan yang sudah lama berdiri akan mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Dengan demikian, untuk menjaga stabilitas dan citra perusahaan, perusahaan akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, terutama dalam hal pengungkapan informasi sosial perusahaan. Media Exposure merupakan variabel yang masih jarang digunakan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap pengungkapan . Fungsi komunikasi menjadi sangat

pokok

dalam

manajemen

Corporate

Social

Responsibility

(CSR).

Pengkomunikasian Corporate Social Responsibility (CSR) melalui media akan meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Pada pelaksanaannya, hal inilah yang menjadi bagian pada proses membangun institusi, membentuk norma yang diterima dan legitimasi praktik Corporate Social Responsibility (CSR). Penelitian teori legitimasi secara luas menguji peran yang dimainkan oleh berita media pada peningkatan tekanan yang diakibatkan oleh tuntutan publik terhadap perusahaan. Media mempunyai peran penting pada pergerakan mobilisasi sosial, misalnya kelompok yang tertarik pada lingkungan (Patten, 2002b dalam Reverte, 2008). Menurut Simon (1992) dalam Reverte (2008),menyatakan media adalah sumber daya pada informasi lingkungan. Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high-profile merupakan perusahaan yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat (Robert, 1992 dalam

7

Utomo, 2000). Selain itu, perusahaan yang termasuk kategori high-profile umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas. Industri high-profile diyakini melakukan pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang lebih banyak dibandingkan industri yang low-profile. Adapun perusahaan yang tergolong dalam industri high-profile pada umumnya memiliki karakteristik seperti memiliki jumlah tenaga kerja yang besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah dan polusi (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Dieckers dan Preston (1977) menggambarkan industri high-profile sebagai perusahaan-perusahaan yang aktivitas ekonominya memodifikasi lingkungan, misalnya industri ekstraktif. Sedangkan Heeding Roberts (1992) menjelaskan bahwa industri high-profile adalah industri yang memiliki consumer visibility, tingkat resiko politik, dan tingkat kompetisi yang tinggi. Roberts kemudian menjelaskan contoh industri high-profile yaitu perusahaan minyak dan pertambangan lainnya, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi, energi (listrik), engineering, kesehatan, serta transportasi dan pariwisata. Sedangkan yang termasuk kedalam kategori industri low-profile adalah perusahaan bangunan, keuangan dan perbankan, pemasok peralatan medis, properti, perusahaan ritel, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga. Kepedulian sosial dari kelompok industri high-

8

profile akan menjadi representasi kepedulian sosial dari keseluruhan industri. Lebih lanjut, pengelompokan ini sangat relevan, mengingat realita bahwa aktivitas CSR oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang belum begitu marak dan mungkin lebih didasari oleh pemenuhan kewajiban sosial semata. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh CSR tehadap reaksi pasar menemukan hasil yang beragam. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Nurdin dan Cahyandito (2006) melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ yang mengungkapkan tema-tema sosial dan lingkungan terhadap reaksi pasar dengan indikator perubahan harga saham dan volume perdagangan saham. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap reaksi pasar. Juned (2010) menyimpulkan bahwa pelaksanaan CSR memiliki dampak positif dan signifikan terhadap reaksi pasar. Zuhroh et al. (2003) menemukan bahwa pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh terhadap volume perdagangan saham bagi perusahaan yang masuk dalam kategori high-profile. Penelitian Suranta (2010) yang menunjukkan bahwa variabel dalam pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan tidak mempengaruhi reaksi investor, dimana reaksi investor diukur dengan menggunakan abnormal return. Putri (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR) tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar. Gray et al. (1995) memberikan kesimpulan sementara bahwa umur perusahaan mungkin berhubungan dengan pengungkapan tanggung jawab publik. Sementara itu penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh

9

Yuningsih (2004) menemukan bahwa umur perusahaan (kurun waktu dua tahun) tidak berpengaruh terhadap praktek pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sembiring (2005) dan Suripto (1999) berhasil menemukan korelasi antara umur perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, serta pengaruhnya terhadap reaksi pasar. Pengungkapan media merupakan variabel yang masih jarang digunakan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap pengungkapan CSR. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2011) dan Reverte (2008) menunjukkan bahwa pengungkapan media tidak berpengaruh dalam praktik CSR pada reaksi pasar, akan tetapi hasil penelitian (Bansal and Clelland, 2004;Bansal and Roth, 2000; Bowen, 2000; Henriques and Sadorsky, 1996) dalam Reverte (2008) menunjukkan bahwa pengungkapan media berpengaruh positif dalam pada pengungkapan CSR. Hasyir (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pengungkapan social pada industri high-profile secara signifikan lebih tinggi daripada tingkat pengungkapan social pada industri low-profile. Lucyanda dan Siagian (2012) berpendapat bahwa perusahaan high-profile akan cenderung memberi pengungkapan tanggung jawab sosial yang memenuhi syarat untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hasil penelitian dari para peneliti sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda-beda, selain itu variabel media exposure (pengungkapan media) juga masih jarang dipakai oleh peneliti sebelumnya untuk mengukur praktik CSR pada reaksi investor, oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai “Pengaruh Umur Perusahaan, Media Exposure, dan Corporate Social Responsibility pada Reaksi Pasar”

10

1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah umur perusahaan dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar? 2. Apakah media exposure dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar ? 3. Apakah pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar? 4. Apakah terdapat perbedaan luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan terkategori high-profile dan low-profile?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada reaksi pasar 2. Untuk mengetahui pengaruh media exposure dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada reaksi pasar 3. Untuk mengetahui pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada reaksi pasar

11

4. Untuk mengetahui perbedaan luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan terkategori high-profile dan low-profile Selain rumusan masalah diatas, untuk mengendalikan permasalahan ini disertakan industry profile sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1

Bagi Manajemen Perusahaan Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai motivasi

dan dorongan bagi manajemen untuk turut serta berperan aktif dalam kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) serta mengungkapkannya di dalam laporan tahunan perusahaan. 1.4.2

Bagi Pengguna Informasi Akuntansi Bagi pengguna informasi akuntansi antara lain: pemengang saham, investor,

karyawan, pemerintah dan masyarakat luas, dapat memberikan suatu gambaran mengenai bagaimana sebenarnya hubungan luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

terhadap reaksi pasar, serta mengetahui perbedaan luas

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan high-profile dan low-profile. Diharapkan pengguna akuntansi dapat mengambil keputusan dan mengetahui langkah-langkah yang harus diambil ketika perusahaan memutuskan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan aktivitas CSR-nya.

12

1.4.3

Bagi Penelitian Lain Bagi penelitian lainnya, hasil dari penelitian ini bisa menjadi refrensi dalam

penelitian selanjutnya. Terutama yang berkaitan dengan pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap reaksi pasar, selain itu diharapkan pada penelitian selanjutnya, keterbatasan penelitian ini bisa dicermati dengan seksama agar bisa menjadi perbaikan demi memperoleh hasil yang lebih baik, akurat dan handal di masa yang akan datang.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari masing-masing bab di skripsi ini, dapat dilihat melalui sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I

PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang relevan sebagai acuan, seperti teori sinyal, teori stakeholder, teori legitimasi, teori

13

kontrak sosial, dan landasan memecahkan permasalahan penelitian, pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan skripsi ini, serta rumusan hipotesis BAB III

METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BSB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum tentang ruang lingkup penelitian, deskripsi variabel penelitian dan pembahasan, rumusan masalah yang diuraikan dalam bab sebelumnya serta hasil analisis penelitian.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya merupakan isi dari bab ini, disamping itu disertakan pula beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pembaca dan memberikan pertimbangan bagi praktisi yang terdiri dari perusahaan dan investor

14

mengenai pentingnya pengungkapan CSR , serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.

15