DEDDY SUSSANTHO-FDK.pdf - Repository UIN Jakarta

(ANALISIS WACANA BUKU JALAN CINTA PARA PEJUANG. KARYA SALIM A. FILLAH). Skripsi. Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Untuk Memen...

28 downloads 707 Views 2MB Size
HAKIKAT CINTA DALAM ISLAM (ANALISIS WACANA BUKU JALAN CINTA PARA PEJUANG KARYA SALIM A. FILLAH) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Disusun oleh: DEDDY SUSSANTHO NIM. 108051000050

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H /2013 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi in telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Februari 2013

Deddy Sussantho

i

ABSTRAK Nama : Deddy Sussantho NIM : 108051000050 HAKIKAT CINTA DALAM ISLAM (ANALISIS WACANA BUKU JALAN CINTA PARA PEJUANG KARYA SALIM A. FILLAH) Cinta adalah perasaan yang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan seharihari. Ia serupa energi yang memberikan motivasi seseorang untuk berjuang dalam hidup ini. Baik atau buruk kehidupan seseorang pun dapat dilihat dari sejauh mana ia memahai hakikat cinta yang hakiki. Seperti yang dipaparkan dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah yang membahas bagaimana seharusnya seseorang muslim memaknai cinta yang sejati, sehingga sangat layak untuk diamati tentang bagaimana hakikat cinta dalam Islam. Untuk mengetahui bagaimana hakikat cinta dalam Islam melalui buku Jalan Cinta Para Pejuang, maka memerlukan perumusan masalah, yakni bagaimana struktur teks tentang cinta dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah? Bagaimana kognisi sosial pada buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah? Bagaimana konteks sosial pada buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah? Wacana teks dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang dapat dilihat dari penggunaan kata atau bahasa dalam teks, informasi yang dipakai oleh penulis dalam menulis, serta konstruksi dari segi kognisi dan sosial penulis yang ikut mengonstruksi teks tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis wacana (dicourse analysis) model Teun A. Van Dijk yang dipaparkan dengan deskriptis analisis. Van Dijk membagi wacananya menjadi tiga, yakni dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Van Dijk tidak hanya meneliti teks, tetapi juga mental dari pengarang serta menganalisa wacana yang berkembang di masyarakat. Secara struktur makro, terdapat tema-tema seputar cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah dan Islam, cinta kepada sesama mukmin, serta cinta kepada sesama manusia. Secara superstruktur, tema-tema tersebut dikemas dengan sistematis, mulai dari teori, permasalahan, solusi, sampai kepada aspek aplikatif. Sedang pada struktur mikro, yang hendak ditekankan oleh penulis adalah motivasi yang menggugah keimanan setiap muslim agar bersemangat menjalani kehidupannya sebagai mukmin sejati. Penulis juga mengemasnya tulisannya dengan gaya yang luwes dan sastrawi. Kognisi sosial, penulis memandang bahwa cinta merupakan fitrah yang harus berorientasi pada keimanan dan amal shaleh dalam rangka ibadah kepada Allah. Konteks sosial pada buku ini menggambarkan bagaimana cinta haruslah dilihat dari perspektif Islam, sehingga melahirkan karakter seorang mukmin sejati. Keyword: Analisis Wacana, Hakikat, Cinta, Islam, Salim A. Fillah.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim... Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, serta para sahabat, keluarga, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Penulis merasa bangga atas terselesaikannya skripsi ini. Pun begitu, skripsi ini tak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Drs. Wahidin Saputra, M. Ag., selaku Wakil Dekan I; Bapak H. Mahmud Jalal, M. A., selaku Wakil Dekan II; dan Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A., selaku Wakil Dekan III. 3. Bapak Drs. Jumroni, M. Si., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya; Ibu Ummi Musyarofah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Bapak Ilyas Ismail, Dr, MA., selaku Dosen Pembimbing Akademik KPIB 2008.

iii

5. Ibu Dr. Armawati Arbi, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesabarannya selama ini dalam membimbing penulis. 6. Ibu Dr. Hj. Roudhonah, MA., selaku Penguji I, dan Ibu Ade Rina Farida, M. Si., selaku Penguji II. 7. Salim A. Fillah, selaku penulis buku Jalan Cinta Para Pejuang. Terima kasih atas kelembutannya. Maaf atas segala „gangguan‟ yang dilakukan penulis. 8. Mamak dan Bapak, orangtua yang tak hentinya memberi dukungan dalam segala dimensi kepada penulis. Kata terima kasih tak cukup menggambarkan segala kebaikan kalian. Jazakumullah khairul jazaa’. 9. Mbak Dewi, kakak kandung yang baik sekali sudah menghibahkan laptopnya untuk penulis. 10. Para aktivis dakwah kampus, rekan-rekan perjuangan di LDK Syahid, forkat al-Kahfi 2008, fordis Jejak Kaki, KomDa UsWah. Terima kasih atas segala kebersamaan dalam mengarungi jalan dakwah dan tarbiyah selama ini. Istiqomah memang tidak mudah, tapi jangan nyerah! Dakwah mah dakwah aja! Isy kariman aumuts syahidan. 11. Sahabat-sahabat di Kelas Istimewa, KPI-B 2008. Terima kasih atas segala keceriaan dan kebersamaannya selama ini. Sungguh, kalian luar biasa! 12. Teman-teman di KKN Baduy. Terima kasih atas jalinan ukhuwah satu bulan yang hebat!

iv

13. Rekan-rekan di Winning Indonesia Public Speaking School. Terima kasih atas dukungannya. 14. Spesial Kak Krishadi Nugroho, Imam Fathony, Rhino Shofana, Rizki Fauziah, Eli Alawiyah, Ida Fatimah az-Zahra, Yunita Handiyana, Rizka Fadila. Terima kasih atas kesediaannya untuk diwawancara dan pinjaman bukunya. 15. Bang Hari Primayuda. Terima kasih atas pelayanan print dan foto kopi yang selalu memuaskan.

Ciputat, 13 Februari 2013

Deddy Sussantho

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ......................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................ v DAFTAR TABEL.............................................................................. vii BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1 B. Batasan dan Perumusan Masalah ................................................3 C. Tujuan Penelitian .........................................................................4 D. Manfaat Penelitian.......................................................................4 E. Tinjauan Pustaka..........................................................................5 F. Metodologi Penelitian ..................................................................7 G. Sistematika Penulisan................................................................12

BAB II

LANDASAN TEORI A. Analisis Wacana ........................................................................13 1. Pengertian Analisis Wacana ...........................................13 2. Kerangka Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ..............15 B. Cinta dalam Islam ......................................................................24 1. Pengertian Cinta dalam Islam ........................................24 2. Tanda-Tanda Cinta .........................................................27 3. Tingkatan Cinta dalam Islam .........................................31 C. Buku sebagai Media Dakwah Islam ..........................................40

BAB III

GAMBARAN UMUM BUKU “JALAN CINTA PARA PEJUANG” A. Sinopsis Buku Jalan Cinta Para Pejuang ................................43

vi

B. Profil Salim A. Fillah ................................................................48 C. Karya-Karya Salim A. Fillah .....................................................50

BAB IV

ANALISIS DATA A. Analisis Teks Cinta Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah ................................................................51 B. Kognisi Sosial Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah ...........................................................................69 C. Konteks Sosial Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah ...........................................................................70

BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................73 B. Saran ..........................................................................................75

vii

DAFTAR TABEL 1.

Skema Penelitian Dalam Kerangka Van Dijk ..............................................9

2.

Elemen-Elemen Wacana Van Dijk ............................................................17

3.

Macam Skema atau Model .........................................................................23

4.

Karya-Karya Salim A. Fillah .....................................................................50

5.

Kerangka Data Analisis Teks Tematik ......................................................51

6.

Kerangka Data Analisis Teks Skematik .....................................................61

7.

Kerangka Data Analisis Teks Semantik .....................................................62

8.

Kerangka Data Analisis Teks Sinteksis .....................................................63

9.

Kerangka Data Analisis Teks Stalistik .......................................................66

10.

Kerangka Data Analisis Teks Retoris ........................................................67

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Setiap individu pasti akan merasakan dan mencintai sesuatu. Cinta adalah perasaan yang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Seorang anak bayi menyusu pada ibunya karena cinta. Seorang bapak giat banting tulang cari uang karena cinta. Seorang ibu berpayah-payah dalam mengandung karena cinta. Bahkan, seekor burung membangun sarang karena cinta. Awan menurunkan hujan pun karena cinta. Sejak kehidupan bermula, sejak itulah cinta mewarnai dunia. Pengetahuan dan orientasi seseorang terhadap cinta akan memengaruhi dirinya dalam menjalani kehidupan. Cinta bisa sebagai racun dan madu. Cinta bisa mencelakakan seperti racun apabila didasari oleh syahwat, sementara manis seperti madu tatkala didasari oleh iman. Cinta bukan karena Allah bisa menyebabkan orang lupa diri, sebaliknya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya akan membawa kepada kebaikan. Karena itu, peletakan orientasi dan tujuan cinta haruslah benar, sehingga cinta akan melahirkan kerja dan harmoni yang indah dalam kehidupan ini. Pelbagai literasi tentang cinta sangat mudah ditemukan dewasa ini, salah satunya adalah buku Jalan Cinta Para Pejuang. Buku ini merupakan buku best seller lantaran terhitung 2008 hingga Maret 2012 telah naik cetak sampai tujuh kali. Penulisnya, Salim A. Fillah, adalah seorang penulis asal

1

2

Yogyakarta yang telah menulis sembilan buku best seller yang kesemuanya tak luput dari permasalahan cinta. Meski demikian, buku Jalan Cinta Para Pejuang mengupas persoalan cinta secara lebih mendalam, yang tidak ditemukan di buku-bukunya yang lain. Melalui buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A. Fillah ingin mengajak para pembacanya untuk menelisik kembali hakikat cinta sesuai tuntunan Islam. Bukan sekadar cinta yang rapuh dan cengeng, melainkan cinta yang berlandaskan aqidah dan mengekspresi menjadi amal-amal perjuangan iman. Karena begitulah karakter seorang muslim sejati, yang mana seluruh pemikirannya, ucapannya, sampai tindakannya sesuai dengan tuntunan alQur’an dan as-Sunnah. Tak seperti buku-buku serupa, buku Jalan Cinta Para Pejuang memberikan sensasi yang berbeda lantaran dikemas begitu apik dan menarik. Di dalamnya Salim A. Fillah mengungkapkan pemikirannya yang disandingkan dengan data-data empirik berupa kisah-kisah pribadi, fenomena-fenomena, dan persepsi cinta yang marak dipahami masyarakat kemudian membandingkannya dengan contoh-contoh konkret terkait cinta yang semestinya dipahami seorang muslim, yakni melalui perjalanan hidup Rasulullah SAW, sahabat, dan para salafusaleh. Tidak hanya itu, ia pun menyertakan

bukti

ilmiah

dari

hasil

penelitian-penelitian

psikologi

kontemporer. Oleh sebab itu, Peneliti memutuskan untuk meneliti buku ini dengan kerangka wacana yang disusun oleh Teun A. Van Dijk dan menjadikannya

3

sebagai penelitian dengan judul, “HAKIKAT CINTA DALAM ISLAM (ANALISI WACANA BUKU JALAN CINTA PARA PEJUANG KARYA SALIM A. FILLAH).”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.

Pembatasan Masalah Penelitian ini tidak meneliti aspek channel ataupun efek pada komunikasi. Karena itu Peneliti tidak akan membahas soal profil penerbit, berapa banyak penggemar Salim A. Fillah maupun apa dampak dari buku. Peneliti akan fokus pada subjek dan media komunikasi. Agar lebih mengarah pada permasahalan yang diteliti, Peneliti membatasi penelitian ini pada Salim A. Fillah sebagai subjek dan buku Jalan Cinta Para Pejuang sebagai objek penelitian. Selain itu, Peneliti menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk sebagai acuan penelitian ini.

2.

Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, Peneliti merumuskan masalah sebagaimana berikut: a.

Bagaimana struktur wacana teks secara struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah?

b.

Bagaimana kognisi sosial yang terdapat dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah?

4

c.

Bagaimana konteks sosial yang terdapat dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a.

Mengetahui struktur wacana teks secara struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah.

b.

Mengetahui kognisi sosial yang terdapat dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah.

c.

Mengetahui konteks sosial yang terdapat dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah.

D. Manfaat Penelitian 1.

Manfaat Akademis Manfaat yang ingin dicapai adalah memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan penelitian buku yang menggunakan analisis wacana (discourse analysis), yang mana belum banyak dipakai sebagaimana metode lainnya, seperti analisis isi (content analysis) dan analisis framing (framing analisis). Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang dapat digunakan oleh mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan

5

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah secara umum, khususnya mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam maupun Jurnalistik dalam upaya peningkatan mutu kazanah keilmuan mahasiswa. 2.

Manfaat Praktis Peneliti berharap, penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak kepada banyak pihak. Pertama, kepada Salim A. Fillah selaku pengarang buku Jalan Cinta Para Pejuang. Semoga dengan adanya penelitian ini, Salim A. Fillah dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas, khususnya para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua, kepada para pembaca. Semoga penelitian ini dapat menjadi referensi bacaan yang menambah pengetahuan yang menarik di bidang keislaman.

E. Tinjauan Pustaka Sebelum menentukan judul dalam penelitian, Peneliti mengadakan tinjauan ke perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah melakukan pengamatan dan survey, Peneliti menemukan beberapa judul skripsi yang dapat menjadi referensi: Odih Fajar Herdiansyah menemukan dalam penelitiannya, “Dakwah bilQalam (Analisis Wacana Dakwah Buku Kun Fayakun Karya Ust. Yusuf Mansur)” bahwa dalam buku ini, Ust. Yusuf Mansur mengajak masyarakat untuk kembali mendekatkan diri kepada Allah. Persamaan penelitian Odih

6

dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti wacana dakwah pada sebuah buku, serta menggunakan teori Teun Van A. Dijk. Perumusan masalahnya pun sama. Sementara perbedaannya terletak pada objek (judul buku) dan subjek (penulis buku) penelitiannya.1 Sri Utami menemukan dalam penelitiannya, “Analisis Wacana Pesan Dakwah Islam dalam Buku Beyond The Inspiration Karya Wacana Felix Y. Siauw”

bahwa

Felix

Y.

Siauw

menyebarkan

ideologinya

dengan

mewacanakan bisyarah, atau meyakini janji Allah tentang kejayaan Islam di masa depan. Persamaan dengan penelitian ini sama-sama meneliti wacana dakwah pada sebuah buku, menggunakan teori Teun Van A. Dijk, dan juga merumuskan permasalahan yang sama. Akan tetapi perbedaannya terletak pada objek dan subjek yang diteliti. Selain itu, wacana yang diteliti pun berbeda.2 Muhammad

Rico

Zulkarnain

menemukan

dalam

penelitiannya

“Renunangan Tasawuf Karya Buya Hamka” bahwa terdapat konstruksi pesan dakwah di dalam buku tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti analisis wacana dakwah pada sebuah buku, perumusan masalahnya pun sama, dan juga sama-sama menggunakan teori Teun Van Dijk. Perbedaannya sekali lagi terdapat di objek dan subjek yang diteliti.3 1

Odih Fajar Herdiansyah, Dakwah bil Qalam (Analisis Wacana Dakwah Buku Kun Fayakun Karya Ust. Yusuf Mansur), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008). 2 Sri Utami, Analisis Wacana Pesan Dakwah Islam dalam Buku Beyond The Inspiration Karya Felix Y. Siauw (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012). 3 Muhammad Rico Zulkarnain, Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008).

7

Ririn Syodikin menemukan pada novel Kopiah Gus Dur, bahwa wacana pesan dakwah dalam novel ini terdiri dari pesan aqidah dan akhlak. Persamaannya dengan penelitian ini, sama-sama meneliti wacana dakwah pada sebuah buku, menggunakan teori Teun Van Dijk, rumusan masalahnya sama. Sedangkan perbedaannya terdapat di objek dan subjek yang diteliti, serta jenis bukunya. Jika Ririn Syodikin meliti buku fiksi novel, sementara Peneliti meneliti buku non-fiksi.4

F. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan analisis wacana. Analisis wacana adalah alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa”(what), analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana seseorang tidak hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan.5 Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh. Dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan, secara teratur sistematis, dalam satu kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur segmental dalam sebuah wacana yang paling besar. Sedangkan unsur nonsegmental

4

Ririn Syodikin, Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Novel Kopiah Gus Dur (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011). 5 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h.68.

8

dalam sebuah wacana hakikatnya berhubungan dengan situasi, waktu, gambaran, tujuan, makna, intonasi, dan tekanan dalam pemakaian bahasa, serta rasa bahasa yang sering dikenal dengan konteks. Semuanya itu berada dalam satu rangkaian ujar maupun rangkaian tindak tutur. Analisis wacana pada penelitian ini menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk. Model ini sering disebut kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Menurut Van Dijk penelitian atas wacana tidak hanya cukup didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari praktek produksi yang juga harus diamati.6 Wacana Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya ke dalam tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Pada pokoknya, analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana ini ke dalam kesatuan analisis.7

6 7

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analiis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001), h. 259. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224.

9

Tabel 1 Skema Penelitian Dalam Kerangka Van Dijk8 STRUKTUR

METODE Critical Linguistics

Teks Mengalanalisis bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan, atau peristiwa tertentu. Wawancara Mendalam Kognisi Sosial Menganalisis bagaimana kognisi wartawan dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis. Studi Pustaka Konteks Sosial Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan. Berkaitan dengan ini, Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS, dalam bukunya Metodologi Penelitian Sosial, mengutip pernyataan Bogdan dan Taylor bahwa penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9 Oleh sebab itu, metode ini tidak hanya mengemukakan apa saja pesan dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, tetapi juga menguak bagaimana pesan itu dikemas dan dibuat sedemikian rupa hingga kemudian menjadi buku yang marak dinikmati pecinta buku.

8

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 275. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Arifin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 30. 9

10

1.

Pendekatan Kualitatif Pendekatan

penelitian

ini

adalah

konstruktivisme,

yang

mana

menyatakan bahwa fakta yang ada dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang merupakan konstruksi atas realitas. Hal ini memosisikan analisis wacana untuk menguak latar belakang dan maksud-maksud tertentu yang ada pada buku tersebut. 2.

Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah Salim A. Fillah selaku peneliti buku,

sementara objek penelitiannya adalah buku Jalan Cinta Para Pejuang. 3.

Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yakni pengumpulan

data, pengolahan data, dan analisa data. Adapun rincian ketiga hal tersebut adalah: a. Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan instrumen sebagaimana berikut: 1) Observasi Teks Guna mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi Teks atau document research. Observasi teks terbagi menjadi dua bagian, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis, sementara data sekunder guna memertajam, melengkapi, atau sebagai pembanding atas analisis data primer.

11

a) Data primer yaitu teks dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah. b) Data sekunder yaitu berupa buku-buku, internet, ataupun tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2) Wawancara Mendalam Wawancara mendalam merupakan cara untuk mengumpulkan data atau informasi dengan langsung bertatap muka dengan informan agar mendapat data yang lengkap dan mendalam. Untuk itu, peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan Salim A. Fillah atau pihak yang diberi kuasa untuk memberikan informasi akurat terkait buku Jalan Cinta Para Pejuang. b. Pengolahan Data Data-data pada penelitian ini akan ditampilkan ke dalam bagan lingkaran, tabel, serta grafik yang bertujuan memermudah memahami data-data tersebut. Pedoman penulisan penelitian berdasarkan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007. c. Analisis Data Peneliti lakukan analisa setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul. Mula-mula peneliti menafsirkan temuan, kemudian mencoba

12

mencari jawaban terhadap pertanyaan penelitian ini dan diinterpretasikan dalam teks analisis wancana Teun A. Van Dijk.

G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang mana masing-masing bab tersusun dengan penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Penjabaran Analisis Wacana Teun A. Van Dijk, Pengertian Cinta dalam Islam, Tanda-Tanda Cinta, Tingkatan Cinta dalam Islam, dan Keunggulan Buku Sebagai Media Dakwah. BAB III : GAMBARAN UMUM BUKU DAN PENULIS Ulasan buku Jalan Cinta Para Pejuang, Profil Salim A. Fillah, Karya-Karya Salim A. Fillah. BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA Uraian analisis teks dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, uraian kognisi sosial dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, uraian konteks sosial dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang. BAB V : PENUTUP Kesimpulan dan Saran.

13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Analisis Wacana 1. Pengertian Analisis Wacana Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata analisis memiliki arti penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya; penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta berhubungan antar-bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.1 Secara etimologi, istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak yang berarti “berkata” atau “berucap”. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ana yang berada di belakang adalah sufiks (akhiran) yang bermakna membedakan (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.2 Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat lima makna dari kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap yang realisasinya pada bentuk karangan yang

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h.60. 2 Dedy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3.

13

14

lebih utuh seperti novel, buku-buku, dan artikel. Keempat, kemampuan dan prosedur berpikir yang sistematis. Kelima, pertukaran ide secara verbal.3 Alex Sobur sendiri mengartikan wacana sebagai rangkaian tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan yang koheren dan pembahasan wacana merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat dalam teks, pembahasan ini bertujuan menjelaskan antar kalimat atau antar ujaran yang membentuk wacana.4 Analisis wacana merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yakni discpurse. Kata ini berasal dari bahasa latin, yaitu discursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan curere: lari, sehingga berarti lari kian kemari. Di sisi lain, Alex Sobur mengartikan discourse sebagai komunikasi gagasan dengan kata-kata, ide-ide, atau gagasan, konversasi atau percakapan.5 Menurut Van Dijk sendiri analisis wacana adalah penelitian atas wacana yang tidak hanya berdasarkan pada analisis teks semata. Karena teks hanya merupakan hasil dari praktek produksi. Yang juga perlu diamati dan harus dilihat adalah bagaimana teks itu diproduksi. Sehingga dengan demikian, diperoleh pengetahuan kenapa teks semacam itu terbentuk.6

3

Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 1612. 4 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet ke-5, h. 11. 5 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 10. 6 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2006), cet ke-6, h. 221.

15

Analisis wacana mengacu pada penggambaran teks dan konteks secara beriringan dalam suatu proses membangun kognisi dalam komunikasi. Analisis wacana tidak hanya menilik persoalan sebatas pada apa yang nampak, akan tetapi juga melihat dari apa yang ada di balik tulisan tersebut, baik yang menyangkut hubungan maupun keterkaitan.

2. Kerangka Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model Van Dijk paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana, sehingga biasa didayagunkan dan dipakai secara praktis. Model wacana Van Dijk kerap disebut sebagai “kognisi sosial”. Istilah ini diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sebuah teks.7 Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya berdasarkan analisis teks semata, akan tetapi perlu juga untuk melihat bagaimana suatu teks itu diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.8 Unsur dimensi wacana menurut Van Dijk terbagi atas tiga hal, yakni teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Ketiga bagian ini terintegrasi dalam kerangka teori Van Dijk yang kemudian menjadi satu kesatuan analisis. a. Teks 7

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 11. 8 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, h. 221.

16

Van Dijk melihat suatu teks terdiri dari beberapa struktur tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung dan Van Dijk membagi struktur ke dalam tiga tingkatan:9 1. Struktur Makro, merupakan makna global/umum dari suatu teks yang diamani, dipahami dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dari sebuah teks. Tema wacana bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. 2. Superstuktur, merupakan struktur macam yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh. 3. Struktur Mikro, makna wacana dapat diamati dari bagian kecil suatu teks data (menganalisis data), seperti kalimat, preposisi, anak kalimat, frase, dan gambar. Elemen-elemen wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk dapat digambarkan sebagaimana berikut:10

9

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 73. 10 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 228-229.

17

Tabel 2 Elemen-Elemen Wacana Van Dijk Struktur Wacana Superstruktur Makro

Superstruktur

Struktur Mikro

Struktur Mikro

Struktur Mikro

Struktur Mikro

Hal yang Diamati Tematik Tema/topik yang dikedepankan dalam suatu berita. Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh. Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain. Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih. Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan.

Elemen Topik.

Skema.

Latar, detil, maksud, praanggapan, nominalisasi.

Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti. Leksikon.

Grafis, metafora, ekspresi.

Adapun penjelasan singkatnya sebagaimana berikut: 1. Tematik Secara harfiah, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan”, atau “sesuatu yang telah ditempatkan”. Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti „menempatkan‟ atau „meletakkan‟. Dilihat dari sudut sebuah tulisan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat

18

utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. Kata tema kerap disandingkan dengan apa yang disebut topik.11 Teun A. Van Dijk mendifinisikan topik sebagai struktur makro dari suatu wacana. Dari topik, kita bisa mengetahui masalah dan tindakan yang diambil komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Dalam teks, tema didukung oleh beberapa sub-topik. Masing-masing sub-topik ini mendukung, memerkuat, bahkan membentuk topik utama. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Ini juga bisa disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks.12 2. Skematik Skematik yaitu gambaran umum dari suatu wacana. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.13 Menurut Van Dijk, secara hipotetik skema memunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead (teras berita). Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan.14

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 75. 12 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 75. 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 76. 14 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, h. 232.

19

Judul berita (head line) pada dasarnya memunyai tiga fungsi, yaitu

mengiklankan

cerita

atau

berita,

meringkaskan

atau

mengikhtiarkan cerita, memerbagus halaman surat kabar.15 Lead adalah intisari berita yang memunyai tiga fungsi, yakni menjawab pertama, rumus 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how); kedua, menekankan newsfeature of the story dengan menempatkan pada posisi awal dan ketiga, memberikan identifikasi cepat tentang orang. Tempat dan kejadian yang dibutuhkan bagi pemahaman cepat berita ini.16 3. Semantik Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna semantik yang terkecil yang disebut dengan leksem. Latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan pembenaran gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana khlayak akan dibawa.17 Detail adalah elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang komunikator. Komunikator akan

menampilkan

secara

berlebihan

informasi

yang

menguntungkan dirinya atau cara yang baik. sebaliknya, ia aka 15

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 77. 16 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 232. 17 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 79.

20

menampilkan informasi dalam jumlah sedikit kalau hal itu merugikan kedudukannya. Elemen maksud hampir sama dengan elemen detail. Dalam elemen detail, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detail yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara samar, implisit, dan tersembunyi. 4. Sintaksis Secara etimologis, kata sintaksis berasal dari kata Yunani yaitu sun yang artinya „dengan‟ dan tattein yang artinya „menempatkan‟. Jadi kata sintaksis secara istilah berarti menempatkan bersama-sama kata-kata

menjadi

kelompok

kata

atau

kalimat.18

Ramlan

mengatakan, “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membincarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.”19 Strategi pada semantik ini menggunakan koherensi, bentuk kalimat dan kata ganti. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip

18 19

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal. Edisi kedua, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 85. Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 85.

21

kausalitas.20 Kata ganti adalah alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. 5. Stilistik Stilistik adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian, style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa.21 6. Retoris Retoris adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik), atau bertele-tele.22

b. Kognisi Sosial Selain menganalisis teks, analisis Van Dijk juga mencoba menjelaskan konsep kognisi sosial pengarang, yang merupakan kesadaran mental pengarang dalam memahami suatu peristiwa yang kemudian dituangkan ke dalam suatu tulisan atau teks. Kognisi

sosial

menekankan

bagaimana

peristiwa

dipahami,

didefinisikan, dianalisis, ditafsirkan, dan ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Model ini menggambarkan bagaimana tindakan atau

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 81. 21 Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993), h. 13. 22 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 84.

22

peristiwa yang dominan, partisipan, waktu, dan lokasi, keadaan, objek yang relevan, atau perangkat tindakan dibentuk dalam struktur berita. Banyak proses dan strategi yang terjadi seperti seleksi, reproduksi, penyimpulan, dan transformasi. Di sini keputusan dan strategi tersebut, menurut Van Dijk, terjadi dan berlangsung dalam mental dan kognisi sosial seseorang.23 Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van

Dijk

menyebutkan

skema

ini

sebagai

model.

Skema

dikonseptualisasikan sebagai struktur mental dimana tercakup di dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peran sosial, dan peristiwa. Skema menunjukkan bahwa kita menggunakan struktur mental untuk menyeleksi dan memroses informasi yang datang dari lingkungan.24 Ada beberapa macam skema atau model menurut Martha Augoustinos yang dikutip Eriyanto dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:25

23

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 262. Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 261. 25 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 262-263. 24

23

Tabel 3 Macam Skema atau Model Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain. bagaimana seorang wartawan Islam, misalnya, memandang dan memahami orang Kristen yang kemungkinan besar akan berpengaruh terhadap berita yang akan dia tulis. Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang. Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseroang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat, dan sebagainya. Pandangan mengenai peran yang harus dijalankan seseorang dalam masyarakat sedikit banyak akan berpengaruh juga dalam pemberitaan. Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini barangkali yang paling banyak dipakai, karena hampir tiap hari selalu kita tafsirkan dan maknai dalam skema tertentu. Umumnya, skema peristiwa inilah yang paling banyak dipakai oleh wartawan.

c. Konteks Sosial Konteks sosial merupakan suatu upaya menganalisis lebih jauh bagaimana wacana berkembang dalam masyarakat, produksi produksi, dan reprodukusi seseorang atau peristiwa yang digambarkan. Dalam kerangka Van Dijk penelitian mengenai bagaimana wacana diproduksi dalam masyarakat sangat diperlukan. Sehingga dalam hal ini dapat dilihat mengenai teks yang dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang atas suatu peristiwa. Yang ditekankan dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama.26 Dengan begitu, penelitian ini akan melihat

26

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Suatu Teks Media, h. 260.

24

sejauh mana peranan teks membangun pemahaman bersama dalam masyarakat.

B. Cinta dalam Islam 1. Pengertian Cinta dalam Islam Cinta dalam bahasa Inggris disebut love, sedang dalam bahasa Arab disebut al-hub, yang artinya rasa senang atau tertarik pada siapa saja. Cinta berasal dari kata al-mahabbah (kasih sayang) yang makna aslinya berarti bening dan bersih. Apabila diambil dari kata al-habab, al-mahabbah dapat berarti luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan kekasih.27 Ada pula yang mengartikannya „tenang‟ dan „teguh‟, seperti onta yang tenang dan tidak mau bangun lagi setelah menderum. Jadi, seakan-akan orang yang mencinta itu telah mantap hatinya terhadap orang yang dicintai dan tidak terbentik untuk beralih darinya.28 Menurut Dr. Abdullah Nashih „Ulwan, seorang pakar pendidikan Islam, cinta merupakan sifat dasar atau fitrah yang ada di dalam setiap diri manusia secara murni, yang mana rasa cinta tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.29 Cinta, sebagai perasaan jiwa dan gejolak hati, mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang.

27

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu (Bekasi: PT Darul Falah, 2012), cet. ke-19, h. 4. 28 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, h. 4. 29 Dr. Abdullah Nashih „Ulwan, The True Power of Love (Jakarta: Kaffah Media, 2008), h. 12.

25

Dalam buku Serial Cinta, Anis Matta menyebutkan, “Cinta adalah gagasan dan komitmen jiwa tentang bagaimana membuat kehidupan orang yang kita cintai menjadi lebih baik.” Mengutip buku Ensiklopedi Cinta, Dian Widianti menyebutkan bahwa seorang psikolog asal Amerika Serikat, Ashley Montagu, memandang cinta sebagai sebuah perasaan memerhatikan, menyayangi, dan menyukai yang mendalam. Biasanya, rasa cinta itu disertai rasa rindu dan hasrat terhadap sang objek.30 Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa cinta merupakan fitrah yang diturunkan Allah SWT ke dalam hati para hamba-Nya, yang darinya mereka dapat merasakan kasih sayang dan memiliki komitmen dan dorongan untuk terus menjaga ikatan cintanya. Dalam Islam, cinta merupakan masalah utama dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ini karena Islam sendiri merupakan agama yang berasaskan cinta. Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang tiga perkara itu ada di dalam dirinya, maka ia dapat merasakan manisnya keimanan, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, jika seseorang mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan jika seseorang membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran, sebagaimana bencinnya kalau ia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Al-Bukhari: 16 dan Muslim: 43)31 Jelaslah bahwa cinta adalah tanda kehidupan ruhani dalam aqidah orang mukmin, seperti halnya cinta juga menjadi dasar dalam kehidupan beragama

30 31

Dian Widianti, S. Psi., Ensiklopedi Cinta (Bandung: DAR! Mizan, 2007), h. 37. Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin (Solo: Insan Kamil, 2012), h. 227.

26

dan bermasyarakat. Selain itu, iman dalam Islam ditegakkan berdasarkan cinta dan kasih sayang, sebagaimana terlukis indah dalam sabda Rasulullah SAW : "Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya, kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna hingga kamu saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim)32 Dalam hadist diatas, Rasullulah SAW menegaskan bahwa jalan menuju ke syurga bergantung kepada iman, dan iman bergantung kepada cinta. Maka cinta adalah syarat dalam iman, rukun dalam aqidah, dan asas dalam agama. Cinta dalam Islam adalah kaidah dan sistem yang mempunyai batas. Ia adalah penunjuk ke arah mendidik jiwa,

membersihkan akhlaq serta

mencegah atau melindungi diri daripada dosa-dosa. Cinta seorang mukmin lahir dari

ketulusan imannya kepada Allah SWT, bukan semata-mata

memenuhi kehendak nafsu dan setan.33 Sangat berbahaya apabila bercinta tanpa mengikuti suatu pandangan syari‟at. Selain cinta yang akan membawa emosi tak terkendali, juga faktor eksternal berupa lingkungan bisa menjadikan cinta tak berujung dan tak jelas kemana perginya. Kelak, di akhirat nanti, orang-orang yang semula di dunia memadu kasih hanya karena syahwat akan menjadi musuh satu sama lain. Allah SWT berfirman:        

32

Dr. Muhamad „Ali Hasyimi, Syakhshiyatul Muslim: Membentuk Pribadi Muslim Ideal (Jakarta: Al-I‟thisom, 2012), h. 162. 33 Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim (Jakarta: Tarbiyatuna, 2010), h. 270.

27

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS. Az-Zukhruf: 67) 2. Tanda-Tanda Cinta Menurut Prof. Irwan Prayitno, ciri-ciri cinta terdapat pada manusia yang mencintai Allah atau yang mencintai selain Allah. Tanda cinta biasanya muncul ketika sudah berkenalan. Tanpa diawali dengan berkenalan maka cinta dengan cirinya tidak akan muncul. Bagaimana akan mengingat kalau belum kenal, begitu pula tidak akan mungkin mengagumi dan berharap kepada sesuatu yang tidak dikenalnya. Oleh karena itu, ciri cinta akan diperoleh apabila sudah berkenalan. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya juga mesti diawali dengan kenal atau ma‟rifah.34 a) Katsrah adz-Dzikr (Banyak Dzikir) Tanda-tanda cinta yang benar adalah ketika seseorang selalu mengingat apa yang dicintainya. Tindakan yang diambil selalu dipikirkan manfaatnya bagi yang dicintai. Bagkan yang dicintai itu selalu diminta pendapatnya dan pertimbangannya. Allah SWT berfirman:                  

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfaal: 2)

34

Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 272.

28

b) Al-‘Ijaab (Kagum) Mencintai sesuatu karena ada kekaguman, seperti kagum karena kecantikan, kemurahan, penyayang, dan sebagainya. Dalam hubungan cinta kepada Allah, seorang mukmin senantiasa mengagumi kehebatan Allah. Kagum dengan karena adanya simpati dan senang terhadap objek yang dikenalnya. Kagum biasanya muncul karena ada suatu kelebihan yang dilihatnya, apakah bersifat subjektif atau objektif. Kekaguman akrena keindahannya, kemampuan, kepandaian, dan penampilannya. Allah SWT berfirman:     

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Fatihah: 1) c) Ar-Ridhaa (Rela) Ciri cinta yang lain ialah ridha. Ridha adalah berlapang dada atas ketetapan Allah SWT dan membiarkan keberadaan rasa sakit, walaupun ia merasakannya.35 Ridha merupakan puncak ihsan seseorang kepada Allah SWT.36 Ia juga rela berkorban demi kepentingan yang dicintainya. Rela kepada Allh dan Rasul berarti rela melakukan semua perintah-Nya dengan baik, bahkan dilaksanakannya dengan senang dan suka. Allah SWT berfirman:

35

Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf (Solo: Pustaka Arafah, 2012), h. 136. 36 Sa‟id Hawwa‟, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu (Jakarta: Robbani Press, 2012), h. 386.

29

            

Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. (QS. At-Taubah: 62) d) At-Tadhhiyah (Siap Berkorban) Mengenal Allah dan Rasul-Nya akan mewujudkan kerelaan untuk berkorban. Berkorban adalah konsekuensi dari rasa cintanya kepada sesuatu. Cinta kepada isteri dan anak berarti siap mengorbankan yang, waktu, tenaga, dan pikiran untuk kepentingan isteri dan anak. Seseorang mengeluarkan uang dalam bentuk memberinya nafkah dan menghabiskan waktu unutk mendidik anak. Cinta tidak akan mungkin diwujudkan tanpa adanya pengorbanan. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya berarti harus berani berkorban untuk membela syari‟at-Nya. Tidak hanya mengamalkan nilai perintah-Nya tetapi berkorban untuk membelanya habis-habisan sebagai wujud dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:             

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hambahamba-Nya. (QS. Al-Baqarah: 207) e) Al-Khauf (Takut)

30

Khauf adalah ungkapan derita hati dan kegundahannya terhadap apa yang akan dihadapi. Khauf inilah yang mencegah diri dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan bentuk-bentuk ketaatan.37 Cinta memunyai ciri takut dalam bentuk harap dan cemas. Takut kepada yang dicintainya bukan berarti karena kesadisan dan kejahatannya, tetapi karena adanya harapan dan kecemasan dalam penantian. Takut kepada Allah karena memunyai harapan agar Allah mengabulkan doa dan cemas apabila Allah tidak mengabulkan doa. Takut apabila ibadah tidak diterima Allah. Kuatir apabila tidak mendapat cinta Allah. Allah SWT berfirman:                      

Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami. (QS. Al-Anbiyaa‟: 90) f) Ar-Rajaa (Mengharap) Rajaa‟ adalah tenang dan senangnya hati karena menungggu sesuatu yang disukai atau dicintai.38 Cinta juga diwujudkan dalam mengharap kepada sesuatu, seperti mengharapkan ampunan dosa dan mendapatkan pahala. Harapan kepada Allah melalui doa biasanya dilakukan karena ada daftar keinginan yang perlu disampaikan kepada yang dicintai yaitu Allah.

37 38

Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf, h. 147. Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf, h. 139.

31

Mengharap bertemu dengan Allah di akhirat dan mengharap rahmat dari Allah ada ciri orang yang beriman.                  

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. AlAhzab: 21) g) At-Thaa’ah (Menaati) Menaati yang dicintainya sebagai bukti dari kecintaan seorang mukmin kepada Allah SWT. Taat mematuhi keinginannya dan bahkan secara membabi buta mengikuti kehendak yang dicintainya. Banyak contoh di masyarakat tentang seorang remaja yang sedang jatuh cinta, ia bersedia mengikuti apa yang dikehendaki kekasihnya walaupun kehendak tersebut tidak disenanginya. Alangkah baiknya menaati Allah yang dicintainya karena akan membawa kepada kebaikan dari pada selain Allah. Allah SWT berfirman:              

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. AnNissa‟: 80) 3. Tingkatan Cinta dalam Islam Prof. Dr. Irwan Prayitno mengungkapkan dalam buku Kepribadian Muslim, bahwa cinta memiliki tingkatan. Berikut tingkatan mulai dari yang terendah, hingga yang tertinggi:

32

a. Cinta kepada Allah Urutan cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah. Seorang mukmin tidak boleh mencintai sesuatu melebihi cinta kepada Allah. Bahkan, segala sesuatu selain-Nya dicintai dalam rangka cinta kepada-Nya.39 Bentuk cinta kepada Allah adalah menghambakan diri hanya kepada Allah dalam bentuk pengabdian.40 Allah SWT berfirman:                                  

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cinta kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). [QS. Al-Baqarah (2): 165] Allah SWT mengehendaki cinta seorang mukmin kepada-Nya dalam bentuk penghambaan yang sesuai dengan makna syahadatain. Bahkan penghambaan ini dilakukan dalam setiap waktu dengan mengikuti syari‟at yang telah ditentukan-Nya. Allah dalam al-Qur‟an mengatakan bahwa ada manusia yang mau mengorbankan dirinya untuk beribadah kepada Allah.41          

Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. [QS. Al-An‟am (6): 162] 39

Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf, h. 128. Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282. 41 Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282. 40

33

Orang yang mencintai Allah melebihi apapun adalah mereka yang merasakan lezatnya keimanan. Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang tiga perkara itu ada di dalam dirinya maka ia dapat merasakan manisnya keimanan, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, jika seseoang mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan jika seseorang membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran, sebagaimana bencinya kalau ia dilemparkan ke dalam api neraka.” [HR. Muttafaq‟alaih]42 b. Cinta kepada Rasul dan Islam (ar-Rasuul wal Islam) Cinta kepada Rasulullah SAW merupakan buah dari cinta kepada Allah.43 Tidaklah beriman seseorang yang hanya mencintai Allah namun tidak cinta kepada Rasulullah. Karena bukti cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti jejak hidup Sang Kekasih Allah, yakni nabiyullah Muhammad SAW, yang kemudian menjadi inti dari ajaran Islam. Allah SWT berfirman:                

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Ali Imron (3): 31]

Irwan Prayitno mengatakan, bahwa kemesraan merupakan wujud cinta berikutnya setelah rindu. Mesra diarahkan kepada Rasul dan Islam, bukan kepada benda atau makhluk lainnya. Bentuk nyata dari mesra ini

42 43

Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin (Solo: Insan Kamil, 2012), h. 227. Sa‟id Hawwa‟, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, h. 335.

34

adalah kesediaan individu melakukan pengorbanan dan perjuangan untuk menegakkan nilai Islam yang dicintai tersebut. Mereka yang mesra dengan Islam akan selalu membaca al-Qur‟an dengan khusyuk dan tertib. Ia sangat menikmati membaca al-Qur‟an dan mengamalkan nilai-nilai Islam. Muslim yang mencintai Islam dan Rasul bersedia mengikuti segala perintah Allah dan Rasul-Nya.44 Rasulullah SAW bersabda: “Tidak beriman seseorang dari kalian, hingga aku lebih dicintainya daripada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia.” [HR. Bukhari]45 c. Cinta kepada Orang Beriman (al-Mu’min) Mukmin adalah sebutan bagi orang bertakwa, yakni orang yang menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketaatan. Mereka memiliki hak untuk dicintai lantaran ketakwaannya kepada Allah dan kesungguhan mereka dalam meneladani sunnah Rasulullah SAW. Tingkatan cinta ini, menurut Irwan Prayitno, tergambar dalam bentuk kerinduan, kasih sayang, dan cinta kasih. Dalam surah al-Maidah ayat 54, digambarkan bentuk kasih sayang sesama mukmin.                                        

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. 44 45

Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282. Dr. Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Depok: Gema Insani Press, 2006), h. 18

35

Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. [QS. Al-Maidah (5): 54] Kelebihan umat Islam adalah sesama orang beriman bersatu, tidak berpecah belah dan di antaranya saling berkasih sayang. Allah SWT berfirman:                                     

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [QS. Ali Imron (3): 103] Pada ayat tersebut, Allah SWT melarang umat Muslim untuk berpecah belah dan disuruh merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya apabila terdapat perselisihan. Kalaupun ditemukan banyak umat Islam yang berpecah, sebetulnya yang salah adalah umat Islam sendiri tidak memahami dan mengamalkan Islam secara baik. Cinta kepada seorang mukmin berbeda dengan cinta kepada seorang muslim. Karena mukmin sudah pasti muslim, tapi seorang muslim belum tentu mukmin. Seorang yang mukmin tidak hanya mengaku beriman, tetapi ia mengaplikasikan keislamannya itu pada hidupnya, baik

36

pikirannya, perkataannya, perbuatannya, hingga dirinya memiliki kepribadian muslim yang utuh. Allah SWT berfirman:                                                    

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. [QS. Al-Hujurat (49): 14-15] Berkaitan dengan cinta, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka dari itu, utamakanlah agamanya niscaya kamu beruntung.” [HR. Muttafaq‟alaih]46 Rasulullah SAW tidak menafikan hal paras, kedudukan, atau keturunan dalam memilih pasangan hidup. Akan tetapi, ada yang lebih penting dan utama daripada semua itu, yaitu keimanan. Orang-orang yang mencintai karena memerhatikan sisi keimanan, karena Allah, kelak di hari kiamat akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

46

Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin, h. 222.

37

“Ada tujuh macam orang yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan melainkan naungan-Nya, yaitu imam yang adil. Pemuda yang tumbuh dalam peribadahan kepada Allah. Seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah. Seorang lelaki ketika dirayu berzina oleh seorang wanita bangsawan yang berwajah cantik rupawan lalu ia berkata, „Sesungguhnya aku takut kepada Allah‟. Seorang yang mengeluarkan sedekah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. Dan seseorang yang mengingat Allah di tempat sunyi lalu kedua matanya bercucuran air mata.” [HR. Muttafaq‟alaih]47 Orang yang mampu membenci dan mencintai karena Allah adalah mereka yang merasakan lezatnya keimanan. Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang tiga perkara itu ada di dalam dirinya maka ia dapat merasakan manisnya keimanan, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, jika seseoang mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan jika seseorang membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran, sebagaimana bencinya kalau ia dilemparkan ke dalam api neraka.” [HR. Muttafaq‟alaih]48 d. Cinta kepada Muslim (al-Muslim) Cinta ini terwujud dalam sifat empati, merasakan apa yang dirasakan sesama muslim.49 Ibarat satu tubuh, apabila satu bagian merasa sakit, maka bagian lain pun merasakan sakit. Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang yang beriman yang saling mencintai dan saling menyayangi serta saling mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh merasa sakit, maka yang lain tidak bisa tidur dan merasa demam.” [HR. Muttafaq‟alaih] Cinta dalam wujud empati diarahkan kepada kaum muslim dalam bentuk hubungan persaudaraan atas dasar keislaman. Cinta berupa empati 47

Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin, h. 227. Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin, h. 227. 49 Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282. 48

38

lebih tinggi dibandingkan dengan cinta berupa kecenderungan dan simpati. Empati biasanya didasarkan kepada hubungan persaudaraan yang kemudian diharapkan munculnya rasa saling memahami dan saling tolong menolong sesama muslim. e. Cinta kepada Manusia (al-Insaan) Bila cinta kepada muslim terwujud dalam empati, maka cinta kepada sesama manusia terwujud dalam bentuk simpati. Cinta berupa simpati diobjekkan kepada manusia secara umum dan tidak hanya kepada umat Islam saja. Biasanya muncul simpati apabila dilihat ada beberapa potensi dan daya tarik yang dapat diajak untuk terlihat dalam Islam. Allah SWT berfirman:               

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. [QS. At-Taubah (9): 128] Di zaman Nabi SAW terdapat beberapa sahabat yang diajak ke dalam Islam karena dasar simpati, misalnya kepada Abu Bakar ash-Shidiq dan Hamzah.50 Imam Hasan al-Banna ketika mendakwahi Umar Tilmisani diawali dengan simpati kepada beberapa tingkah laku dan kebiasaan Umar Tilmisani. Hubungan simpati lebih berdasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia. f. Cinta kepada Materi (al-Maadah) 50

Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282.

39

Cinta yang dibenarkan oleh Islam terhadap benda-benda (fisik atau material) adalah sekadar melakukan hubungan hati. Seorang mukmin tidak perlu mencurahkan hati kepada benda yang dicintai dan dilarang mengabdinya. Bentuk cinta kepada benda lebih bersifat pemanfaatan untuk kepentingan hidup manusia dan untuk kepentingan dakwah.51 Cinta kepada mobil, berarti wajib untuk memelihara dan menjaga agar mobil tersebut berjalan baik, awet, tidak rusah, dan tetap bersih. Mencintai mobil berarti mencucinya setiap hari dan men-service secara rutin. Begitu pula mencintai baju yang dipakai dengan cara menjaga dan membersihkan baju yang kotor. Mencintai rumah berarti harus menyapu, membersihkan dan merawat rumah dengan baik. Cinta berupa kecenderungan hati masih dibenarkan apabila diarahkan kepada benda untk tujuan pemanfaatan, sebagai contoh para sahabat yang mencintai kuda kendaraannya dan senjata pedang yang dimilikinya. Namun demikian cinta berupa kecenderungan ini tidak boleh lebih besar dari cinta kepada Allah, Rasul, dan Islam. Cinta kepada Allah, Rasul, dan Islam diperlukan perjuangan dan pengorbanan. Allah SWT berfirman:                           

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apaapa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang 51

Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi. Msc, Kepribadian Muslim, h. 282.

40

banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). [QS. Ali Imron (3): 14] C. Buku Sebagai Media Dakwah Islam Di era saat ini, ada banyak media yang bisa dijadikan sebagai sarana dakwah. Selain media massa, seperti koran, majalah, radio, dan televisi, ada juga sarana lain yang cukup efektif, yaitu buku. Melihat animo masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan pengetahuan, menjadikan dakwah melalui buku bisa dijadikan sebagai alternatif yang cukup representatif.52 “Menulis buku atau penyampaian melalui qalam (tulisan) merupakan salah satu bentuk dakwah yang cukup efektif. Dengan berdakwah melalui buku, seorang da‟i berarti telah menyediakan sumber bacaan bagi umat dan bangsa untuk memelajari diin al-Islam. Tidak itu saja, tetapi pembaca juga dapat secara reprentif (mengulang-ulang) mengkaji suatu tuntunan ajaran-ajaran Islam yag tersaji pada buku-buku itu.” Begitulah yang dituturkan KH. Abdullah Gymnastiar.53 Banyak penulis muslim yang concern dengan dakwah pena (dakwah bilqalam) melalui buku. Dorongan menulis buku sebagai sarana dakwah telah digerakkan oleh para ulama dengan tulisan-tulisan karya ilmiahnya, seperti Imam Syafi‟i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dan lainnya. Imam al-Ghazali adalah contoh ulama yang begitu produktif dalam menghasilkan karya tulisan. Hal ini mengingat bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu yang bermanfaat merupakan bagian dari amal 52

Badiatul Muclisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu, 2004), h. 41. 53 Bambang Trim, Menjadi Poerful Da‟i dengan Menulis Buku, (Bandung: Kolbu, 2006), h. Xii.

41

jariyah,

sehingga

pahala

yang

didapatkan

tidak

terputus

selama

kebermanfaatannya masih dapat terasa, meski penulis tersebut telah menginggal dunia. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo‟akannya.” (HR. Muslim)54 Dengan kata lain, menulis buku untuk berdakwah (dakwah bil-qalam) menjadi manifestasi pahala amal jariyah. Terlebih, Ali bin Abi Thalib ra. pernah berpesan, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”55 Di antara banyak sarana dakwah melalui tulisan, buku menjadi pilihan alternatif yang unggul lantaran memiliki karakter yang berbeda dengan sarana tulis yang lain, seperti majalah atau koran. Adapun kelebihan buku sebagai berikut: 1. Mampu memberi pemahaman lebih kepada para pembacanya. Melalui buku, penulis bisa berbagi banyak hal, seperti ilmu pengetahuan,

pengalaman,

bahkan

imajinasi

kepada

pembacanya.

Sehingga pesan dakwah dapat dikemas lebih variatif dan disajikan lebih mendalam. 2. Bisa dibawa kemana-mana. Ukurannya yang praktis dan tidak luas seperti koran menyebabkan buku menjadi pegangan bacaan yang lebih mudah dibawa kemana saja. 3. Terdokumentasi permanen.

54 55

Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, h. 102. Badiatul Muclisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, h. 39.

42

Berbeda dengan koran atau majalah, penerbitan buku melalui prosedur resmi memungkinkan penulis mendapat ISBN (International Standard Book Number) yang dapat melindungi hak cipta penulis. Dengan begitu, orisinalitas tulisan mampu dipertanggungjawabkan. 4. Mudah diperoleh dan terdistribusi secara luas. Saat ini, terdapat banyak toko buku yang menyediakan buku-buku Islam. Ini memudahkan masyarakat untuk mengakses pesan dakwah dengan membeli buku tersebut. Kehebatan buku sebagai sarana dakwah telah dibuktikan oleh zaman. Karenanya buku memiliki andil yang tidak kecil dalam mendorong perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik, dan ekonomi.

43

BAB III GAMBARAN UMUM BUKU “JALAN CINTA PARA PEJUANG”

A. Sinopsis Buku Jalan Cinta Para Pejuang Bila diseksamai, tiga bab di buku ini mengandung ide besar yang hendak disampaikan penulis. Di bab pertama, Dari Dulu Beginilah Cinta, penulis ingin memaparkan apa-apa yang salah tentang cinta. Kemudian yang kedua, pada bab Dunia Kita Hari Ini, penulis memberikan gambaran fenomenafenomena cinta yang terjadi di sepanjang sejarah hidup manusia. Lalu di bab terakhir, di bab yang memakai judul yang sama pada buku ini, Jalan Cinta Para Pejuang, penulis mencoba mengarahkan para pembaca untuk memahami bagaimana cinta yang benar. Bab terakhir ini dipaparkan begitu panjang lebar oleh penulis. Dua pertiga isi buku adalah penjelasan tentang bab terakhir ini. Dapat dikatakan bab terakhir ini merupakan inti dari apa yang ingin disampaikan penulis di buku ini. Pada bagian awal, penulis mengungkap cerita-cerita yang diagungkan oleh pemuja cinta. Adapun penulis mendedah kisah Romeo-Juliet dan LailaMajnun sebagai gambaran orang-orang yang mengambil langkah keliru dalam cinta, hingga mereka akhirnya tersiksa karena cinta.1 Di bagian ini, penulis juga memaparkan teori triangle of love, segitiga cinta, yang disandur dari teori psikologi, bahwa cinta memiliki tiga indikator yang apabila 1

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang (Yogyakarta: Pro-U Media, 2012), h. 27.

43

44

kesemuanya dipenuhi, cinta menjadi sempurna adanya. Ketiga hal itu adalah keintiman, gairah, dan komitmen. Cinta yang paling tinggi adalah yang dibangun atas dasar komitmen. Apabil aada komitmen, maka keintiman dan gairah pun akan ikut hadir di dalamnya. Penulis menekankan, bahwa komitmen menjadi komponen awal dalam sebuah perjalanan cinta.2 Kemudian di Bab kedua, penulis memaparkan tentang kondisi realitas dunia dewasa ini, mulai dari siapa yang dapat menguasai dunia, bagaimana caranya, serta juga teorinya. Ia juga menyandur teori tipping point dari Malcolm Gladwell, yakni hukum tentang yang sedikit (the law of the few), faktor kelekatan (the stickness factor), dan kekuatan konteks (the power of context). Pada bagian yang berjudul „Lelaki Warna-Warni‟, penulis menceritakan realitas mode trend dari masa ke masa, terutama bagi para lelaki. Tak lupa penulis membahas tentang prediksi mode lelaki idaman masa depan. Mengutip hasil penelitian yang dilakukan Marian Salzman bersama temannya, Ira Mathathia dan Ann O‟Relly di Euro RSCG, pada akhir 2005, menghasilkan buku The Future Man. Siapakah pria masa depan menurut penelitian mereka? Uberseksual. Ya, mereka adalah pria yang memiliki banyak prestasi. Dengan kata lain, konsep uberseksual menekankan pada kualitas, bukan sekadar tampilan. Mereka adalah pria yang menggunakan aspek positif maskulinitas, seperti kepercayaan diri, kepemimpinan dan kepedulian terhadap orang lain dalam kehidupannya. Pria uberseksual sangat

2

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 38.

45

peduli pada nilai dan prinsip hidup. Pria jenis ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan wawasannya di sela-sela waktu kosong yang ia miliki.3 Kemudian di Bab ketiga, yang merupakan inti dari buku ini, penulis menjadikannya empat sub-bab, yakni visi, gairah, nurani, dan disiplin. Penulis menyadarkan bahwa cinta harusnya memiliki visi atau tujuan. Tanpa visi, cinta hanyalah sebatas syahwat, pergolakan emosi sesaat, tak mampu mencapai puncak perjuangan tertinggi, atau hanya sebatas kenangan manis masa lalu yang menghantui. Maka di jalan cinta para pejuang, cinta haruslah dibangun di atas dasar visi yang besar. Visi besar tersebut adalah keimanan kepada Allah, serta meyakini bahwa masa depan milik Islam. Namun visi besar itu perlu disertai dengan kerja-kerja besar. Tanpa kerja, tanpa perjuangan, sebuah visi tak akan terwujud.4 Setelah merenda mimpi, cita-cita, dan menyusun rencana, maka selanjutnya bagaimana perjalanan menuju visi tersebut bertabur gairah yang senantiasa menguatkan saling menguatkan. Pertanyaannya, pada suatu apakah kita bergairah? Berangkat dari hadits Nabi SAW, bahwa wanita dinikahi atas empat hal, yakni parasnya, kedudukannya, hartanya, dan karena agamanya. Dari keempat itu, agama menjadi yang utama. Maka inilah letak gairah cinta kita, ridha Allah. Cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri dengan melihat paras ayu atau jenggot rapi. Bahwa, sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus diupayakan dan 3 4

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 72-78. Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 102.

46

dipertahankan dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, atau bahkan darah. Karena yang dituntut bukanlah cinta yang berupa kata sifat atau perasaan, melainkan cinta yang berupa kata kerja, cinta yang berorientasi pada amal-amal nyata untuk beroleh ridha-Nya.5 Di saat cinta melesat penuh gairah demi menuju visi yang dituju, maka dalam pergerakannya kita perlu berhati-hati agar langkah kita tetap berada di jalan yang benar. Karenanya, kita butuh nurani yang menyuarakan arah yang benar, yang kerap berteriak kala kita mulai berupaya mengotori cinta kita pada-Nya. Cinta suci inilah yang sekiranya membebaskan makna ikhlas dari pasungan perasaan, baik berat maupun ringan. Perasaan ikhlas beramal dan berjuang dalam cinta hanyalah untuk mendapatkan ridha Allah, bukan yang lain. Bukan untuk mendapatkan kekyusukan, kesehatan, kepopuleran, dan sebagainya. Bukan itu. Jikalau kita meniatkan itu, bisa saja itu kita dapatkan, tapi ridha Allah belum tentu kita raih. Karenanya, segala apapun perasaan kita, baik ringan maupun berat, senang atau susah, tak ada pilihan selain menyambut ridha Allah dengan bersegera memenuhi perintah-Nya.6 Kedisiplinan dan cinta membentuk korelasi yang tak terpisahkan. Karena kita tak bisa mengubah arah kehendak-Nya, maka kedisiplinanlah yang akan mengendalikan arah cinta kita kepada apa-apa yang Allah ridhai. Di jalan cinta pejuang, kita menjaga pandangan. Karena sebagaian pandangan adalah hak kita, dan sebagian yang lain adalah milik syaitan. Di 5 6

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 160-211. Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 214-284.

47

jalan cinta pejuang, kita menjaga pendengaran. Karena apa yang masuk ke telinga seringkali membentuk bayang-bayang maksiat di celah otak kita. di jalan cinta pejuang, kita menjaga indra pembau. Karena syahwat kerap datang melaluinya. Di jalan cinta pejuang, kita menjaga kulit dari persentuhan yang haram. Karena dari sanalah jalan menuju jurang kenistaan. Di jalan cinta pejuang, kita pun menjaga diri atas adab hubungan antar manusia, antara perempuan dan lelaki, agar tidak menyalahi syari‟at-Nya. Di jalan cinta para pejuang, kita memahami bahwa kedekatan fisik dan panjangnya interaksi tak dianjurkan ketika kita berkomitmen menjaga kesucian diri.7 Allah menjanjikan bahwa pasangan yang ditakdirkan sesuai dengan kualitas diri kita. Fisik bukanlah suatu kendala. Simaklah kisah Julaibib yang dengan segala kekurangannya dalam segi duniawi, tapi justru memiliki ketinggian derajat di mata Allah dan Rasul-Nya. Karenanya ia mendapat pasangan yang tidak hanya cantik fisiknya, tapi juga cantik hatinya. Yakinlah, Allah lebih tahu tentang kita. Dialah yang akan menyutradarai pentas cinta para aktor ketaatan. Semuanya akan berakhir seindah surga. Surga yang telah dijanjikan-Nya. Terakhir, penulis menjelaskan, bahwa cinta adalah sebuah kata. Kata pun memerlukan cinta. Namun cinta tak cukup dengan kata. Karena kata belumlah bermakna sebelum manusia memberinya makna dengan amal dan tindakan. Inilah jalan cinta para pejuang.

7

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 188.

48

B. Profil Salim A. Fillah Salim A. Fillah merupakan penulis kelahiran Yogyakarta tanggal 21 Maret 1984. Sejak kecil, ia senang sekali dengan dunia tulis menulis. Pernah ketika masih kelas 5 SD, ia diajak Ibunya ke toko buku di awal tahun ajaran sekolah. Harapannya tentu untuk belanja buku pelajaran dan alat tulis. Tapi setelah ditinggal sebentar untuk mencari buku, ia malah membeli buku-buku yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran anak kelas 5 SD. Ia mengambil buku sejarah, biografi tokoh, filsafat, dan psikologi. Selepas SMP, yang juga berarti selepas dari pesantren, Salim baru mulai berani menyusun kata-kata. Selalu saja ada yang menyatakan bahwa kalimatkalimat yang ia tulis terasa unik, tapi itu artinya tak baku. Tak bisa diterima. Di saat seperti itu, Bapaknya yang adalah guru Bahasa Indonesia di sebuah SMA selalu membesarkan hatinya. “Bahasa itu kesepakatan”, kata Bapaknya, “Artinya jika penyampai dan penerima telah memahaminya, maka bahasa itu baik dan benar.” Salim mengaku, cita-citanya ketika kecil klise dan muluk. “Menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.” Di SMA ia sadar, ada peran yang harus ia ambil secara spesifik kalau ingin betul-betul berguna. Dan ia lihat—selain kesibukan berorganisasi yang membuat ia jarang menatap mentari dari rumah—salah satu yang luas jangkauan manfaatnya adalah menulis. Selama SMA itu, ia ingat, cukup banyak tulisan yang ia hasilkan. Salim ikuti aneka lomba kepenulisan. Ada lomba karya tulis ilmiah, penulisan

49

artikel lepas, lomba esai, lomba cerpen—termasuk LMCPI-nya Annida— sayembara novel, dan lainnya. Hampir setiap informasi lomba yang datang ke sekolah, ia coba untuk mengikutinya. Dan, sampai sekarang, belum pernah ada yang menang sama sekali. Salim juga mencoba mengirimkan berbagai tulisanntya ke media. Ada artikel-artikel lepas, ada opini, ada puisi, ada cerpen. Dan, hingga sekarang tak satu pun pernah dimuat sama sekali. Maka hingga saat itu, tulisan yang ia buat hanya menjangkau teman-teman sendiri; lewat buletin yang ditulis sendiri, diset dan di-layout sendiri, diperbanyak sendiri, dan diedarkan sendiri. Mungkin semangat yang ada di sanalah, menurutnya, yang akhirnya mengantarkan tulisan-tulisan itu pada sosok Muhammad Fanni Rahman. Mereka bertemu di aktivitas dakwah remaja masjid se-Kota Yogyakarta. Salim bersyukur jika tulisan-tulisan itu menjadi salah satu pemantik kecil yang membawa beliau pada sebuah keputusan penting: mendirikan Penerbit Pro-U Media. Hingga akhirnya, buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan menjadi buku yang pertamanya sekaligus buku yang pertama diterbitkan ProU Media. Sejak berusia 20, Salim menikah dengan Dwi Indah Ratnawati dan telah dikaruniai seorang anak bernama Hilma „Aqila Mumtaza. Mereka kini tinggal di Jl. Jogokariyan 18, MJ III/547 RT 34 RW X, Mantrijeron, Yogyakarta, dengan kode pos 55143. Aktivitas Salim terbilang padat. Ia menjadi Ketua Komite Da‟wah Jaringan Kerja Pelajar Islam, Staf Dept. Pemberdayaan

50

Pelajar LP3M Ash Shohwah, Staf Biro Da‟wah Forum Silaturrahim Remaja Masjid Yogyakarta, Dept. Pembinaan KSAI Al Uswah, Biro Pembinaan Kader Muballigh Takmir Masjid Jogokariyan, Staf Bid. Media Opini DPD PKS Kota Yogyakarta, Sekretaris DPK Bid. Pembinaan Kader DPW PKS DIY, Sekretaris Eksekutif LSDM The Youth Muslim, Presidium LK The Keyboarders dan juga Pengasuh Program Kajian Pranikah MQ 92,3 FM Yk.

C. Karya-Karya Salim A. Fillah Adapun karya-karyanya selama ini adalah sebagai berikut: Tabel 4 Karya-Karya Salim A. Fillah NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

JUDUL Nikmatnya Pacaran Setelah pernikahan Agar Bidadari Cemburu Padamu Gue Never Die! Bahagianya Merayakan Cinta Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim Jalan Cinta Para Pejuang Dalam Dekapan Ukhuwah Menyimak Kicau Merajut Makna

TAHUN 2003 2004 2005 2005 2007 2008 2010 2012

51

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Teks Cinta Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Bagian ini memokuskan dan menguaraikan kalimat tertentu dengan struktur wacana untuk melihat proses retorika dan persuasi yang digunakan saat seseorang menyampaikan pesan. Peneliti menggunakan struktur wacana model Teun Van A. Dijk yang terdiri dari struktur makro, superstuktur, dan struktur mikro, yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu tematik, skematik, semantik, sinteksis, stalistik, dan retoris. 1. Tematik Tematik merupakan bagian struktur makro dalam teks, yang mana memuat gagasan inti atau gambaran umum dari suatu teks yang sering dikenal sebagai topik atau tema. Unsur ini menggambarkan apa yang ingin diungkapkan penulis kepada pembaca. Lebih lengkapnya, Peneliti akan jabarkan dalam bentuk tabel di bawah ini: Tabel 5 Kerangka Data Analisis Teks Tematik Tema Cinta Kepada Allah

Sub-Tema Mencintai Allah

Temuan  Mencintai Allah, mencintai Rasul-Nya, mencintai jihad di jalan-Nya juga berada di atas logika yang sama. Ia melampaui batasbatas perasaan suka dan tak suka,. (183)  Yang mereka cintai sesungguhnya adalah Allah, adalah kebenaran, adalah misi hidup mereka. Bukan orang atau benda atau bentuk

51

52

apapun. (166)  Maka begitulah. Jalan cinta pejuang selalu meminta kita memahkotai cinta dengan iman bercahaya. (250) Takut Kepada Allah

Tawakal Kepada Allah

 Ibnu „Abbas yang mulia. Ia kehilangan penglihatannya karena banyak menangis saking takut dan harapnya pada Allah. (95)  Aku takut jika terus menerus bermaksiat padanya karena ketidaktaatan pada suami, dan aku tahu itu menyalahi perintah Allah Subhaanahu wa Ta‟aalaa... (119)  Nah, jika suatu ru‟yal shadiqah yang bersih dan mulia menjadi sebuah keyakinan yang dipegangi dengan mantap dalam mencari ridha Allah, maka mimpi seperti ini adalah lecut cambuk hati dalam meniti jalan cinta para pejuang. (106)  Jika kita ditimpa musibah atau dikaruniai nikmat, maka menisbatkannya kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hal yang baik. (117)  Di jalan cinta pejuang, hakikat ini akan kita asa. Bahwa kita semua milik Allah, dan hanya pada-Nya kita akan kembali. Maka dengan sahabat yang paling mesra, dengan isteri yang paling setia, atau anak-anak yang berbakti, hubungan kita bukanlah hubungan saling memiliki. Allah hanya meminjamkan di auntuk kita dan meminjamkan kita untuknya. (188)  Nah, di jalan cinta para pejuang, apa yang paling penting untuk kita bayangkan, kita hayati, dan kita rasakan sehingga kehidupan terasa bermakna? Menurut saya salah satunya adalah kehidupan yang abadi. Akhirat. Surga. (145)  Ummu Sulaim kemudian mengatakan, “Kalau begitu, ketahuilah bahwa putera kita adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Ikhlaskanlah puteramu, karena kini Sang Pemilik telah mengambil barang titipannya.” (190)  Hati mereka bergejolak rindu untuk mendapat

53

Mencari Ridha Allah

Taat Kepada Allah

Mendekat kan Diri Kepada Allah Takwa Kepada Allah

kemuliaan dari Allah. (110)  Kau karuniakan padaku ilmu lalu kuajarkan ia kepada manusia, semata-mata kuharap ridhaMu. (140)  Cinta itu sangat dalam bagaikan lembah berngarai. Hanya saja mereka, meski payah, meski berdarah, berhasil meloncat melewatinya untuk menggapai ridha Illahi. (252)  Visi di jalan cinta pejuang awal-awal bermula kesadaran. Sadar bahwa kita manusia akan menuntun kita memanfaatkan berjuta karunia Allah Ta‟aalaa untuk mengabdi pada-Nya. (116)  Tapi cinta adalah sebuah kerja seperti yang terucap dalam bai‟at para sahabat, “Kami siap untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan rajin maupun malas, baik dalam suka maupun duka, dalam keadaan rela maupun terpaksa.” Inilah kerja untuk mencintai. Karena kita beriman pada Allah, karena kita percaya pada ilmu-Nya, dan percaya pada kebaikankebaikan yan dijanjikan-Nya.  “Kalau ini perintah Allah,” kata Hajar berbisik di telinga suaminya, “Dia sekali-kali takkan pernah menyia-nyiakan kami.” (250)  Di jalan cinta para pejuang, berbaktilah pada Allah dalam kerja-kerja besar dakwah dan jihad. (264)  Karena kita tahu, mentaati Allah dalam hal yang tak kita suka adalah peluang bagi gelimang pahala. (298)  Kontstantinopel. Visi yang bening itu menguasai al-Fatih. Membuatnya mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya. (144)  Habibah binti Sahl memilih untuk bertakwa pada Allah dengan meminta cerai dari seorang suami yang sulit diterima oleh pasangannya. (120)  Ia tahu, hanya seorang yang paling bertakwa yang layak mendapatkannya. (142)  Karena kita, di jalan cinta pejuang

54

diperintahkan untuk bertakwa, dan jangan mati kecuali dalam keadaan muslim yang mulia. (155)

Cinta Kepada Rasul dan Islam

Memuji Allah

 Saya juga ingin mengatakan bahwa jika visi dan tujuan kita sebagai muslim mujahid di jalan cinta pejuang ini jelas, seluruh alam semesta yang bertasbih memuji Allah itu pasti akan membantu kita. (149)

Berbaik Sangka Kepada Allah

 Di jalan cinta para pejuang, kita melestarikan nilai-nilai nazhar, berbaik sangka kepada Allah, menjaga pandangan dalam batasbatasnya, dan selalu mencari hal yang menarik. (238)  Kebahagiaan seorang mukmin memang tidak terletak pada kepuasan, tapi pada rasa syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta‟aalaa. (280)

Cinta dan Taat Kepada Rasulullah

  







Yang penuh semangat mendukung ide Rasulullah ini adalah seorang pemuka Khazraj yang anggun dan elegan. (109) Tak setitik pun keraguan padaku bahwa dia seorang Nabi. Dan kata-katanya benar lagi dibenarkan dari langit tinggi! (133) Kembali Nailah tersenyum dan berkata, “Tapi masa mudamu sudah kau habiskan bersama Rasulullah Shallallaahu „Alaihi wa Sallam. Dan itu jauh lebih aku sukai dari segala-galanya.” (164) Khadijah hadir dengan jiwa dan hartanya untuk membenarkan, membela, dan menjaga beliau dari para pencaci, pendengki, dan musuh dakwah. (169) Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn „Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! (175) “Ya Rasulullah”, kata „Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.” Beliau Shallallaahu „Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai „Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi

55

  



 

Cinta dan Jihad Membela Islam







cintamu pada diri dan keluargamu.” “Ya Rasulullah,” kata „Umar, “Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini.”(181) Iman „Utsman, ketulusannya membela agama Allah, dan cintanya kepada Sang Nabi takmungkin dipertanyakan. (195) Maka Ka‟b bertanya, “Demi Allah, bukankah engkau tahu bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?” (221) “Tiada hari yang lebih bercahaya di Madinah,” kata Anas bin Malik, “Daripada hari ketika Rasulullah Shallallaahu „Alaihi wa Sallam datang kepada kami. Dan tidak ada hari yang lebih gelap dan muram daripada saat beliau wafat.” (225) Maka inilah Abu Bakar. Seorang yang mata batinnya begitu jernih. Dia yang paling berduka, menangis, dan histeris ketika Sang Nabi memberi isyarat tentang dekatnya saat berpisah. (227) Isteri Julaibib telah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (299) “Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah lah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” (298) “Masa depan milik Islam,” di jalan cinta para pejuang, kalimat itu seperti suluh nan jauh. Sungguh, hanya dengan visi yang benar, tinggi, dan bening kita bisa menyusulnya. (102) Saat ditanya mengapa rela, ia berkata, “Adapun urusanku adalah berjihad untuk kehormatan agama Allah serta kaum muslimin. Dan kezhaliman Sultan adalah urusannya dengan Allah.” (242) Kita memerangi mereka hanyasanya mengandalkan agama ini, yang Allah telah mulianya kita karenanya. Maka dari itu, majulah dengan barakah Allah! Kita pasti memperoleh satu di antara dua kebaikan,

56





 

 



Cinta kepada Mukminin

Cinta dan Ridha Orangtua







Cinta kepada



menang atau syahid! (134) Hanya dalam beberapa saat dua panglimanya telah memenuhi janji pada Allah untuk mati membela agama-Nya. (135) Hadits ini begitu menggelorakan Al-Fatih kecil, menguasainya, dan membeningkan dirinya untuk menjadi „sebaik-baiknya panglima‟, atau setidak-tidaknya menjadi anggota „sebaik-baiknya‟. (144) Seorang yang gigih menyerahkan harta dan jiwanya untuk membela Islam. (195) “Satu malam yang dingin berjaga dalam perang,” katanya, “Lebih aku cintai daripada bermalam pertama dengan gadis perawan.” (199) „Umar tahu. Dia kritis sekaligus bergengsi tinggi, apalagi jika sudah menyangkut agama yang dicintainya. (308) Jangan sampai hawa nafsu mengalahkan kalian lalu para durjana itu menemukan alasan untuk menghabisi dakwah dan semua kader dakwah hingga akar-akarnya. (140) Ia lalu tahu, bahwa seorang mukmin sejati bukanlah orang yang mencintai perang, kerusakan, dan darah tertumpah. (203)

Dan jauh lebih menarik, karena ia mengungkap kemuliaan sebuah kata ridha kepada orangtua, dan keagungan kata sabar atas ujian. (121) Tetapi gadis itu berkata, “Ya Rasulullah, sebenarnya aku telah ridha akan apa yang dilakukan ayah kepadaku. Hanya saja, aku berkeinginan untuk memberitahukan kepada para wanita, bahwa mereka memiliki hak dalam masalah ini.” (121) Ada hak dalam menolak pernikahan yang digagas orangtua. Tapi ada kemuliaan dalam menaati orangtua dan berbakti pada mereka. (121) Subhanallah... kehidupan para sahabat

57

Sahabat Rasul



 Cinta kepada Saudara Seiman

 

Cinta kepada Suami/Iste ri

   



Rasul selalu memukau kita. (139) Saya teringat pada „Abdullah ibn „Abbas, kyai-nya para sahabat itu. tentu saja dengan ingatan penuh rindu, semoga kelak kita dipertemukan dengannya dalam surga Allah. (130) „Abdurahman ibn „Auf datang ke Madinah, muda dan tanpa harta. Sa‟d ibn ar-Rabi‟. Seorang Anshar yang dipersaudarakan kepadanya segera berkata, “Saudaraku terkasih di jalam Allah, sesungguhnya aku termasuk orang berhata di Madinah ini. aku memiliki dua buah kebun yang luas. di antara keduanya pilihlah yang kau suka, dan ambillah untukmu.” (152) Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. (187) Bagaimana rasanya menjadi orang yang paling bisa mengerti sahabat tercinta? Tentu indah. (223) Nailah, sang bidadari, segera menjatuhkan tubuh ke pangkuan „Utsman untuk melindunginya. (164) Gairah keluarga mereka adalah surga. (164) Maka selisih dua generasi itu tak menjadikan Zaid ragu untuk memperisteri Ummu Aiman. (164) Bukan berarti cinta Rasulullah dan Khadijah tak mengandung unsur gembira, ceria, atau pleasure feelings lainnya, tetapi unsur tanggungjawab, perhatian, rasa hormat, dan pengetahuan, serta hasrat agar sahabat kita tumbuh dan berkembang jauh lebih menonjol dalam kisah cinta mereka. (169) Khadijah juga masih hadir di saat yang genting dalam hidup beliau. Ia menunaikan tugasnya mendampingi Rasulullah di masa-masa berat, ketika dakwah ditindas, ketika risalah ditentang keras, dan sahabat-

58

   









  

sahabat Rasulullah mengalami penyiksaan dan penganiayaan yang tak terperi. (169) Cinta khadijah menghangatkan beliau ketika angin cobaan membekukan. (169) Cinta khadijah menentramkannya ketika gelisah dan ketakutannya meraja. (169) Cinta khadijah menguatkannya ketika lelah dan lemah mulai menyerang urat syarafnya. (169) Demikianlah, rasa tenteram serta kasih sayang tulus dan perhatian yang diberikan Khadijah telah menajdi kenangan tak tergantikan dalam kehidupan Rasulullah. Selimut kenangan yang diberikan Khadijah memberi memori kemesraan yang menenteramkan. (171) „Aisyah berkisah tentang bagaimana mereka minum dari satu mug, lalu Sang Nabi meletakkan bibirnya tepat di bekas bibir „Aisyah. (173) „Aisyah berkisah tentang bagaimana mereka berdua menonton orang-orang Habasyah bermain lembing, sambil saling menempelkan pipi dan bersandar bahu. (173) Di sini kalimat seorang suami yang suatu hari mengadu untuk bercerai menjadi tak relevan, “Aku sudah tak mencintainya lagi!” Justru karena kau tak mencintainya lagi, maka cintailah dia. Karena cinta adalah kata kerja. (183) “Kalau aku melihat seorang laki-laki bersama isteriku...,” kata Sa‟ad ibn „Ubadah berandai-andai. “Tentu akan kupukul dengan pedang hingga ia tak bisa mengeluarkan suara lagi!” (196) Sang Nabi kembali pulang dengan gigil semakin mengkhawatirkan Khadijah. Diselimutinya penuh kasih. (314) Fatimah terhenya. Ia menatap lelaki yang amat dicintainya itu. (319) Malam itu diiring Jibril, dibawanya seorang Rasul mulia ke Masjidil Aqsha. Khadijah, isteri setia, lambang cinta penuh pengorbanan itu telah tiada. (257)

59

 Mencintai Seseorang Karena Keimanan nya







 



Cinta kepada Anak







Ada rahasia terdalam di hati „Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tesayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. (175) Mubarak menjawab, “Dahulu orang jahiliyah menikahkan puterinya atas dasar keturunan. Orang Yahudi menikahkan atas dasar harta. Dan orang Nashrani menikahkan atas dasar eloknya paras. Sudah selayaknya seorang mukmin hanya menikahkan atas dasar agama.” (162) “Inilah persaudaraan dan cinta,” gumam „Ali. “Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” (177) Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. (185) Ia yang dinikahi Abu Thalhah al-Anshari dengan mahar keislaman calon suaminya. (188) Dan tahukah kalian para sahabatku di jalan cinta para pejuang, bahwa baru sejak saat itulah, sejak suaminya masuk Islam Ummu Hakim merasa cintanya apda suami berbalas ketulusan yang sama? (210) “Andaikan aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai Khaliil-ku. Tetapi ini adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang.” (225) Ibrahim yang bermimpi, di ajuga tak pernah tahu apa yang akan terjadi saat ia benar-benar menyembelih putera tercinta. (245) Anak itu, yang lama dirindukannya, yang dia nanti dengan harap dan mata gerimis di tiap doa, tiba-tiba dititahkan untuk berpisah darinya. (245) Lalu bayangkanlah ketika sang ayah, yang menyayangi puteranya bagai kakek

60

menggayun cucu itu diperintahkan meninggalkan si bayi merah dan ibunya di padang gersang tak bertanaman. (267) Cinta kepada Manusia

Cinta kepada Manusia

  





 

 

2. Skematik

Ia percaya pada ketulusan wanita ini. ia percaya pada cintanya. (209) Mencintai tak harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. (178) Inlah jalan cinta para pejuang. jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. (180) Cinta ala Qais yang menjadikannya gila. Cinta ala Romeo dan Juliet yang membuat mereka bunuh diri. Cinta San Pek yang putus asa. Cinta Rara Mendut dan Pronocitro. Semua itu sulit untuk dikatakan bukan penyakit mental. Kesemuanya menggambarkan kegilaan, sesat pikir, dan keputusasaan dari kasih sayang yang lebih agung, kasih sayang Allah. (21) Akhir dari jiwa yang takluk oleh cinta tak jauh dari kata-kata Ti Pat Kai, si babi gendut dalam kisah Kera Sakti. Katanya, “Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir...” (26) Karena cinta tak boleh menaklukkan kita, karena kitalah yang akan menaklukkan cinta. (32) Jika melihat Yusuf yang tampan sudah membuat jari para wanita teriris mati rasa, apa gerangan rasa melihat Sang Pencipta yang Maha Indah? (258) “Demi Alah,” kata Ibnu „Abbas bersaksi, “Aku belum pernah meliaht wanita secantik dia.” (286) Cinta itu tumbuh, anehnya, kepada seorang pemuda yang belum pernah dilihatnya. (289)

61

Skematik merupakan bagian superstruktur pada teks, yang mana menjelaskan alur atau skema yang sistematis dalam sebuah wacana. Adapun penjabaran skematik dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang. Tabel 6 Kerangka Data Analisis Teks Skematik Hal yang Diamati Summary 1. Judul

Temuan Data Dalam bab Jalan Cinta Para Pejuang, terdapat empat tapak pembahasan yang masing-masing memiliki subjudul yang beragam. Adapun temuan judulnya sebagaimana berikut: Tapak Pertama: Visi Memandang Ujung Jalan (94); Getar Hati Para Pemimpi (103); Sesandar Sang Penyelam (112); Berkelana dalam Pilihan (117); Setitik Jadikan Lautan (126); Memanggil yang Tak Tergapai (132); Kekuatan Bening (142); Rencana Allah, Kemudian Rencana Kita (151). Tapak Kedua: Gairah Letak Gairah Kita (159); Khadijahku, „Aisyahku (166); Mencintai Sejantan Ali (175); Cinta, Sebuah Kata Kerja (181); Sergapan Rasa Memiliki (185); Cemburu Terbit di Ufuk Cinta (192); Keberanian yang Terhunus (198); Tergerak di Titik Balik (205). Tapak Ketiga: Nurani Bertanya pada Hati (214); Nazhar, Bukan Ta‟aruf (229); Yang Aku Tahu, Allah Bersamaku (239); Dua Hentakan Iman (248); Ekstase Mi‟raj (257); Membebas Makna Ikhlas (266); Dua Tunggangan „Umar (276); Sahabat Sang Nurani (283). Tapak Keempat: Disiplin Cinta Bersujud di Mihrab Taat (185); Karena Rasul Menciummu (294); Sulit Sulit Taat (302); Mengetuk Pintu Paksa (310); Di Tepi Kesetiaan (318); Dua Peran Perlawanan (325); Sebuah Kata, Sejuta Karya (333); Asap Tanpa Api (339).

Lead atau teras berita, yaitu pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara

Dari keempat tapak pembahasan tersebut, terdapat 32 (tiga puluh dua) judul. Pada judul-judul itu memiliki lead atau pengantar ringkasan sebelum masuk isi yang berupa kutipan ayat al-Qur‟an, hadits, atau kata-kata bijak dari tokoh-tokoh.

62

ringkas. Story, merupakan isi secara keseluruhan peristiwa dari sebuah wacana yang ditulis oleh pengarang.

Dari data yang diteliti, semua judul yang terdapat pada buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah merupakan sebuah gagasan yang dikemas dalam sebuah cerita, peristiwa, dan pengalaman dari Salim A. Fillah sendiri, namun secara garis besar lebih banyak menampilkan kisah-kisah empirik dari perjalanan hidup Rasulullah SAW, sahabat, dan para salafusaleh yang menginspirasi. Semua cerita, peristiwa, dan pengalaman ini ditulis oleh beliau dengan sistematis, mulai dari teori, permasalahan, solusi, sampai kepada aspek aplikatif yang sudah terbukti pada perjalanan hidup Rasulullah SAW, sahabat, dan para salafusaleh.

3. Semantik Semantik merupakan bagian dari stuktur makro, yakni makna yang ingin ditekankan dalam sebuah teks berita. Adapun elemen-elemen yang dijelaskan adalah latar, detil, dan maksud yang ingin diungkapkan oleh pengarang. Berikut temuan data semantik yang terdapat dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang. Tabel 7 Kerangka Data Analisis Teks Semantik Hal yang Diamati Latar merupakan hal yang dipakai dalam penyajian teks, dan tidak terlepas dari ideologi pengarang.

Temuan Data Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang di setiap judul memiliki latar belakang yang jelas, dan diungkapkan mengapa sebuah peristiwa terjadi. Biasanya, latar belakang berupa kisah-kisah Islami atau sebuah riset ilmiah yang kemudian mengerucut kepada sebuah hikmah yang ingin ditekankan penulis. Sementara untuk keseluruhan, ditulisnya buku ini disebabkan penulis tergugah dengan fenomena kehidupan,

63

Detail merupakan kontrol yang disampaikan oleh komunikator demi memerkuat ide dan gagasannya.

Maksud merupakan elemen dalam teks yang ingin disampaikan oleh komunikator. Biasanya teks disampaikan secara implisit atau eksplisit demi memerkuat ide dan gagasannya dalam teks.

agar memiliki semangat mengejar kebahagiaan cinta dunia dan akhirat dengan bersandar kepada pada keimanan kepada Allah. Penulis menggunakan kisah-kisah sejarah Islam dan riset-riset ilmiah guna penguat gagasan tulisannya. Dalam teks buku Jalan Cinta Para Pejuang, penulis menuangkan seluruh hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan secara detil dan jelas, dengan menggunakan latar belakang masalah, cara, tindakan, serta solusi yang hendak diambil. Maksud yang ingin diungkapkan oleh pengarang dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang adalah sebuah upaya menyampaikan sebuah motivasi yang menggugah keimanan yang berbuah pada kecintaan pada Allah dan tulus menjalani kehidupannya sebagai mukmin sejati, yang berlandaskan pada al-Qur‟an dan as-Sunnah, serta meneladani kehidupan Nabi, sahabat, dan para salafusaleh.

4. Sinteksis Elemen sinteksis menjelaskan bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun dan dirancang menjadi sebuah kesatuan arti, dalam sinteksis terdapat beberapa elemen, yaitu bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. Dalam buku Jalan Cinta Para pejuang penjelasan sinteksis sebagai berikut: Tabel 8 Kerangka Data Anailsis Teks Sinteksis Hal yang Diamati 1. Bentuk Kalimat

Temuan Data Mayoritas gaya kepenulisan Salim A. Fillah pada buku Jalan Cinta Para Pejuang menggunakan bentuk kalimat induktif. Artinya, ide dan gagasan ditempatkan di bagian akhir tulisan. Ide dan gagasan ini biasanya berupa kalimat umum.

64

2. Korehensi, seperti yang diketahui sebagai jalinan antar kata, proporsisi ke dalam sebuah kalimat, apakah peristiwa atau fakta tersebut memiliki hubungan yang erat, terpisah atau sebab akibat, korehensi biasanya menggunakan kata konjungsi (penghubung)

Beberapa kalimat yang terdapat korehensi yang memakai kata penghubung:  Maka barang siapa kehilangan kekasihnya, lalu dia bersabar dan ridha pada Allah, baginya surga. (94)  Hutan atau padang sama saja. (94)  Tapi ia tak beranjak. (104)  Aku pernah melihat beberapa orang laki-laki, namun suamiku adalah lelaki yang paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling jelek wajahnya. (119)  Jika kita hendak menaikkannya satu aras, jadikanlah ia cita-cita. (107)  Bahkan dukungannya atas pendapat Sang Nabi untuk bertahan di Madinah hanyalah agar dia bisa menghindarkan diri dari pertarungan tanpa terlihat mencolok. (111)  Kita harus berlatih mengenali lagi segala yang pernah kita lihat dengan raba, aroma, dan rasa. (94)  Ia selalu percaya bahwa beserta kesulitan selalu ada kemudahan. (101)  Lampu dahi mulai menyorot, dan serombongan ikan menyebar ketika dia mendekat, tapi kemudian menyatu lagi sembari menghindar darinya. (113)  Dan kalaupun ia bertindak, maka ia akan terfokus pada kesulitan-kesulitan itu hingga merasa rumit dan pusing sebelum bertanding. (101)  Meski seputaran kita gelap pekat, visi yang bersinar terang di kejauhan akan memberi kita arah. (100)  Inilah Ibnu „Abbas yang menangis karena takut kepada Allah, lalu butalah kedua matanya. (95)  Maka semoga Allah mengampuni dan mengasihi mereka yang kehilangan atau berkurang penglihatannya karena sebab-sebab lain. (95)  Apabila datang pertolongan Allah dan kemengan, dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepadaNya. (224)  “Jangan bicarakan lagi masalah nikah sebelum kamu lulus ya!” (123)  Sang pemenang berhak digendong bergantian

65



    

3) Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.

selama perjalanan pulang. (103) Nah, di jalan cinta para pejuang, apa yang paling penting untuk kita bayangkan, kita hayati, dan kita rasakan sehingga kehidupan terasa bermakna? (145) “Seandainya kami bisa membelikan janggut untuk Qais dengan harta kami,” kata orang-orang Anshar, “Niscaya akan kami lakukan.” (229) Tak sebagaimana lazimnya, obsesi itu bukan mengeruhkan, melainkan semakin membeningkan hati dan jiwanya. (142) Apa yang terjadi jika hanya mata saja yang melihat, sementara fu-ad kita, ruang fikir kita, tidak atau belum? (97) Kecuali Sa‟ad bin „Ubadah. (229) Kalau saja sayalah yang bertanya kepada Sang Nabi, dan dalam hati saya ada maksud untuk menyindir beberapa teman sendiri, maka alangkah kecewa hati ini. (272)

Untuk kata ganti yang digunakan dalam kalimat buku Jalan Cinta para Pejuang ini adalah: kita, ia, saya, dia, kami, mereka, aku, engkau, kau, kalian, ku, -mu, -nya.

5. Stalistik Stalistik ialah bagaimana pilihan kata yang dipakai oleh seorang pengarang. Elemen yang digunakan adalah leksikon yang pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan. Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang ini Peneliti menemukan style tulisan yang diungkapkan oleh Salim A. Fillah berupa majas,

dan

istilah-istilah

penjabarannya:

dari

bahasa

Arab

dan

Inggris.

Berikut

66

Tabel 9 Kerangka Data Analisis Teks Stalistik Hal yang Diamati Majas merupakan bahasa yang mengandung makna kias yang dapat menghidupkan dan mengembangkan daya tarik. 1. Majas Repitisi, yaitu mengulangulang kata dalam kalimat untuk menekankan ideide yang penting dan memacangkan pesan-pesan penting di benak pembaca.1



 

 



2. Majas personifikasi, yaitu memberikan perbandingan sifat-sifat insan (manusia) pada benda mati.

 

 1

Temuan Data Ya Rahman, ajarkan kami untuk tiada pernah putus asa dari kasihMu, ajari kami untuk selalu berharap yang terbaik dariMu, ajari kami untuk berani bercita-cita dan merencanakan hidup yang indah bersama orang-orang mulia. (157) Mencintai Allah, mencintai RasulNya, mencintai jihad di jalanNya juga berjalan di atas logika yang sama. (183) Bila sudah demikian, tak ada lagi baginya jalan; tidak ada jalan keimanan untuk masuk ke dalamnya, tidak juga jalan kekafiran untuk keluar darinya. (218) Ya, karena kalimat ini sangat pantas, sangat wajar, sangat manusiawi. (251) Kegelisahan yang membuat kita bersedih lalu menyerah. Kegelisahan yang menghentikan langkah. Kegelisahan yang setia pada keikhlasan adalah kegelisahan yang melahirkan langkahlangkah besar untuk berbuat lebih dan lebih lagi. (270) Yang terberat dari ikhlas sesungguhnya adalah saat kita menyadari bahwa dia terletak sejak sebelum kita berbuat, ketika kita sedang berbuat, dan sesudah kita berbuat, seterusnya sampai maut menjemput. (272)

Maka alam semesta yang bertasbih memuji Allah ini akan bergegas menjadi sekutu-sekutu yang meledakkan semangat kebaikan. (150) Hadits ini begitu menggelorakan Al Fatih kecil, menguasainya, dan membeningkan dirinya untuk menjadi „sebaik-baik panglima‟, atau setidaktidaknya menjadi anggota „sebaik-baik pasukan‟. (144)

Berbagai siksaan yang mengerikan menjadi menu

Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2008), h. 254.

67

3. Majas asosiasi atau perumpamaan, yaitu membandingkan dengan menggunakan kata pembanding seperti laksana, ibarat, bagaikan, bak.

4. Majas hiperbola, yaitu majas yang berlebihan.

5. Majas antitesis, yaitu majas yang menampilkan kata yang berlawanan.



 

  

harian mereka. (139) Jika hidup adalah sebuah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik di ujung kanan. Kematian. (137) Mengotori hati dengan dosa, sama artinya dengan meredupkan cahayanya dan memadamkan nyalanya. (217) Karena merasa tak berdosa adalah kain kafan yang membungkus hati ketika ia mati. (217) Demi Allah! Satu nyawa ikhwan aktivis da‟wah jauh lebih berharga daripada seribu kepala Abdel Nasser! (140) Tak ada yang lebih jernih dari suara hati, ketika ia menegur kita tanpa suara. (216) Tak sebagaimana lazimnya, obsesi itu bukan mengeruhkan, melainkan semakin membeningkan hati dan jiwanya. (142)

6. Retoris Retoris menjelaskan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak, atau dalam kalimat penekanan-penekanan dalam tulisan. Elemen yang dipakai dalam retoris yaitu grafis dan metafora. Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, berikut kerangka retorisnya: Tabel 10 Kerangka Data Analisis Teks Retoris Hal yang Diamati 1. Grafis, elemen ini biasanya ditandai dalam bentuk tabel, gambar, foto atau

Temuan Data Unsur grafis pada buku Jalan Cinta Para Pejuang terletak pada cover dan isi. Pada bagian cover, terdapat gambar tiga orang menunggangi kuda di atas sebuah bukit. Sementara di belakangnya tampak sebuah perkotaan. Di bagian atas cover,

68

tulisan yang dibuat lain. misalnya pemakaian huruf tebal, miring, dan garis bawah yang mendukung arti penting suatu pesan.

2. Metafora, merupakan bumbu di dalam suatu tulisan. Metafora dipakai oleh penulis sebagai landasan berpikir dan pembenar atas gagasan tertentu kepada pembaca. Biasanya metafora mengandung ungkapan seharihari, pepatah, kepercayaan masyarakat, pribahasa, dan mungkin juga ayat-ayat dari kitab suci.

terdapat nama penulis, Salim A. Fillah, yang dicetak putih. Sementara di bagian bawah cover, terpampang tulisan best seller di bagian kanan. Di bawahnya ada judul buku, Jalan Cinta Para Pejuang, yang dicetak putih besar, kecuali kata “cinta” lantaran dicetak merah. Di bawahnya lagi, ada sebuah kalimat kutipan bertuliskan, “Jika kita menghijrahkan cinta; dari kata benda menjadi kata kerja, maka tersusunlah sebuah kalilmat peradaban dalam paragraf sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta; dari jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga.” Pada isi buku, terdapat grafis sederhana di bagian bawah halaman, serupa gambar tiga penunggang kuda yang ada di cover. Sementara itu, di sisi lain, selalu ada gambar kecil di awal judul. Gambar kecil tersebut selaras dengan topik tulisan yang sedang dibahas.  Ja‟far meraih bendera itu, memegangnya dengan tangan kanan hingga lengannya lepas, mendahuluinya ke surga menjadi sayap berwarna hijau yang kelak dipakainya terbang ke mana pun ia suka. (135)  Adakah di jalan cinta pejuang tak ada rehat untuk mereguk jeda-jeda nikmat? (131)  Kita semua memiliki kemampuan yang mengagumkan untuk merenda mimpi, merajut cita-cita, dan menyusun rencana. (161)  Dan cahaya surga bersinar di rumahnya. (164)  Mata airnya adalah niat baik dari hati yang tulus, alirannya adalah kerja yang terus menerus. (184)  Hingga seringkali kita mengira suatu bisikan sebagai suara hati, padahal itu adalah geretak jeruji dosa dan palang-palang nafsu. (217) Selain kalimat di atas, dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, pada beberapa judul terdapat metafora yang berbentuk ayat-ayat al-Qur‟an dan penceritaan hadits yang dikemas menarik oleh penulis guna memerkuat judul serta hadits Rasulullah SAW yang diungkapkan dengan bahasa yang khas dari penulis.

69

B. Kognisi Sosial Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Salim A. Fillah menulis Jalan Cinta Para Pejuang dengan menggunakan referensi-referensi buku Islam dan Psikologi. Dari sana, ia menekankan, bahwa cinta adalah fitrah, dan mengajak para pembacanya untuk menjadi tuannya cinta, yang mampu mengendalikan cinta agar tak menjadi ekspresi syahwati sebelum Allah menghalalkan.2 Salim A. Fillah melekatkan cinta dengan semangat juang, agar tergambar sebentuk cinta yang kokoh lagi mengokohkan. Ini bukan tentang cinta yang lemah, yang cengeng, yang bonsai. Ini adalah cinta yang hidup, yang bersahabat, yang bermanfaat, yang kuat. Ini adalah cinta yang gempita, yang menggema, yang membebaskan. Ini adalah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah. Inilah „Jalan Cinta Para Pejuang‟.3 Ia ingin buku ini menjadi bacaan yang tak hanya membagi ilmu, tapi juga semangat dan inspirasi. “Bukan hanya bikin ngerti tapi juga membuat orang tergerak. Dan itulah yang paling indah; ketika manusia beramal shalih karena seruan dan ajakan kita hingga pahalanya terus mengalir menjadi bekal bertemu Allah,” tuturnya.4 Salim A. Fillah berusaha mengembalikan spirit cinta ini pada pemahaman terhadap wahyu yang turun pada Sang Nabi dan sunnahnya yang suci. Menurutnya, cinta, sebagaimana bentuk emosi yang lain, seperti takut, harap, 2

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 6. Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 9. 4 Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 10. 3

70

benci, harus diikatkan pada suatu yang lebih agung dalam hidup ini. Sebagai emosi yang sering dilekati kata „abadi‟, ia sepantasnya diberi kedudukan mulia bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai bekal yang awet dan tahan lama dalam hidup untuk memenuhi tugas sebagai hamba Allah dalam beribadah pada-Nya dan mengelola karunia-Nya.

C. Konteks Sosial Pada Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Buku Jalan Cinta Para Pejuang cenderung kepada pembahasan cinta dalam Islam. Karenanya penulisnya fokus mengupas bagaimana cinta sejati, cinta yang mulia, serta cinta yang tulus. Ini selaras dengan pandangan Dr. Abdullah Nashih Ulwan yang menjelaskan beberapa konteks cinta. Pertama, cinta yang sejati. Cinta sejati Cinta sejati merupakan sebuah keharusan bagi setiap mukmin yang bertaqwa, bahwa cinta kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, dan berjihad di jalan-Nya merupakan rasa cinta tertinggi yang tiada duanya. Ini menjadi konseksuensi atas keimanannya dan merupakan keharusan dalam syari‟at Islam. Bagi seorang mukmin yang telah merasakan kelezatan Iman di dalam hatinya, tentu dirinya tidak akan ragu-ragu lagi untuk mencurahkan cintanya itu hanya untuk Allah SWT. Hal ini disebabkan dirinya telah meyakini bahwa Dzat Rabbnyalah Yang Maha Sempurna, Maha Indah, lagi Maha Agung. Tak ada satupun yang memiliki kesempurnaan sifat-sifat tersebut selain Allah SWT. Maka dengan

71

segala ketulusan iman yang sejati itulah yang akan melahirkan kesadaran dan keyakinan bahwa ajaran Allah SWT-lah yang harus diikuti.5 Kedua, cinta yang mulia. Cinta menengah ini timbul dari perasaan seseorang yang terikat hubungan dengan orang lain yang dicintainya baik itu dengan melalui ikatan seaqidah, keluarga, kekerabatan, ataupun persahabatan. Oleh karenanya, hubungan cinta, kasih sayang, dan kesetiaan, di antara mereka akan semakin akrab dan intim. Berangkat dari perasaan lembut yang telah ditanamkan Allah SWT di dalam setiap hati dan jiwa seorang mukmin inilah, maka akan terbentuk perasaan kasih sayang dan cinta dari seorang mukmin. Syari‟at Islam mengakui cinta yang mulia atau agung. Hal ini dapat dilihat dari nasihat-nasihat , aturan-aturannya, dan hukum-hukumnya, selalu menekankan adanya rasa cinta kepada orangtua, anak, isteri, suami, dan saudara. Sebagai seorang muslim, selama ia berada di jalur iman kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan hari kiamat, serta tetap menjalankan perintahperintah dienul Islam, maka baginya tidak dibenarkan untuk saling memutuskan hubungan dengan sesama muslim.6 Ketiga, cinta yang terhina. Ini adalah cinta yang paling rendah dan dapat merusak rasa kemanusiaan. Oleh sebab itu, cinta seperti ini disebut juga sebagai cinta murahan. Di antara cinta yang terhina adalah cinta kepada thagut (setan atau segala hal yang disembah atau diibadahi selain Allah), cinta kepada musuh-musuh

5 6

Abdullah Nashih Ulwan, The True Power of Love (Jakarta: Kaffah Media, 2008), h. 17. Abdullah Nashih Ulwan, The True Power of Love, h. 38.

72

Allah, cinta berdasarkan hawa nafsu, cinta yang lebih mengutamakan kecintaan pada orangtua, anak, isteri, keluarga, perniagaan, dan tempat tinggal.7 Keempat, cinta yang suci dan tulus. Artinya, apabila seorang lelaki mencintai seorang wanita dengan hati tulus lagi suci dan bersih dari pengaruh nafsu birahi. Sebuah perasaan cinta yang jauh dari kekejian, dan terhindar dari ketidakwajaran. Ia akan mencintai wanita tersebut semata-mata bukan karena birahi. Perasaan cinta semacam ini biasanya didorong oleh rasa taqwa kepada Allah SWT dan kefahamannya tentang pengertian cinta menurut Islam yang didukung oleh keinginan yang kuat di dalam menjaga kesucian diri dan hatinya.8

7 8

Abdullah Nashih Ulwan, The True Power of Love, h. 48-54. Abdullah Nashih Ulwan, The True Power of Love, h. 70.

73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Dari hasil proses penelitian Peneliti dalam menganalisis wacana pesan dakwah Islam terhadap buku Jalan Cinta Para Pejuang, dapat disimpulkan beberapa poin berikut ini: 1. Bangunan wacana Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah Mengandung wacana terkait karakter manusia. Setiap pemberitaannya sangat terstruktur dengan jelas, mulai dari tema, skema, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. a.

Struktur Makro Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, terdapat tema-tema cinta

kepada Allah SWT, cinta kepada Rasulullah SAW dan Islam, cinta kepada sesama mukmin, dan cinta kepada sesama manusia. b.

Superstruktur Dalam mengemas tema-tema cinta, penulis mengemasnya ke dalam

32 (tiga puluh dua) judul, yang secara garis besar terdapat lead atau teras berita yang berupa kutipan ayat, hadits, atau kata-kata bijak dari tokohtokoh. Adapun story yang terdapat di dalam buku ini merupakan cerita, peristiwa, dan pengalaman yang banyak berasal dari perjalan hidup Rasulullah SAW, para sahabat, dan para salafusaleh yang menginspirasi. Namun ada pula pengalaman beliau sendiri yang sengaja dibubuhkan pada

73

74

buku ini. Story dipaparkan dengan begitu baik dan sistematis, mulai dari teori, permasalahan, solusi, sampai kepada aspek aplikatif yang sudah terbukti pada perjalanan hidup Rasulullah SAW, sahabat, dan para salafusaleh. c.

Struktur Mikro Yang ingin ditekankan oleh penulis adalah sebuah motivasi yang

menggugah

keimanan

setiap

muslim

untuk

dapat

meningkatkan

kecintaannya kepada Allah dan bersemangat menjalani kehidupannya sebagai mukmin sejati dengan mengikuti al-Qur’an dan meneladani kehidupan Rasulullah Saw serta para salafushaleh. Pada setiap judul dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang mayoritas menggunakan bentuk kalimat induktif, di mana ide pokok yang ingin disampaikan terdapat di bagian akhir

tulisan.

Dalam

menghubungkan

setiap

kalimat,

penulis

menggunakan koherensi yang cukup variatif. Penulis juga menempatkan dirinya sebagai orang pertama, seolah sedang berbicara dengan para pembacanya. Terkadang penulis menggunakan kata ganti kita, ia, saya, dia, kami, mereka, aku, engkau, kau, kalian, -ku, -mu, -nya. Penulis mengemas tulisannya dengan gaya yang luwes dan terkesan sastrawi. Hal ini ditandai dengan adanya kalimat-kalimat bermajas yang sangat menarik. Selain itu, penulis juga membubuhkan beberapa kata dan kalimat dari bahasa Inggris dan Arab. Dalam menyampaikan gagasannya kepada khalayak, penulis menggunakan penekanan pada grafis berupa gambar dan cover yang merepresentasi gagasan yang disampaikan. Selain itu terdapat

75

metafora-metafora kalimat berupa ungkapan, maupun ayat-ayat al-Qur’an dan penceritaan hadits yang disampaikan secara menarik. 2. Kognisi sosial penulis pada buku Jalan Cinta Para Pejuang berasal dari bahan bacaan yang menjadi referensinya dalam menulis. Salim A. Fillah menjelaskan bahwa cinta merupakan fitrah yang harus berorientasi pada keimanan dan amal shaleh dalam rangka ibadah kepada Allah. 3. Konteks sosial terkait cinta begitu beragam. Akan tetapi dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang cenderung menggambarkan bagaimana cinta haruslah dilihat dari perspektif Islam, sehingga melahirkan karakter seorang mukmin sejati.

B.

Saran 1.

Bagi Penulis Alangkah baiknya jika metafora atau bunga-bunga kata tidak terlalu

banyak dan berliku, sehingga ide besar tulisan akan lebih mudah dicerna, tidak sekadar menikmati kata-kata tanpa memahami esensi secara jelas. Bagaimanapun, tidak semua orang memiliki daya cerna yang baik terhadap bentuk tulisan yang sastrawi. Buku Salim A. Fillah sudah diakui banyak menyita perhatian para pembaca. Hanya saja yang sering dikeluhkan adalah harganya yang dinilai cukup mahal. Akan lebih baik rasanya, manakala kebaikan-kebaikan di buku ini dapat diakses dengan harga yang terjangkau. 2.

Bagi Pembaca

76

Hendaknya pembaca jeli dalam membaca buku ini, sehingga selain menikmati gaya bahasa penulis, pembaca pun tak luput dalam mencerna alur gagasan yang disampaikan. Meskipun buku ini bisa dibaca perjudul, namun alangkah bijaknya sekiranya para pembaca membacanya secara utuh, dari halaman pertama hingga terkahir. Karena seluruh sajian pembahasan tersebut saling berkelindan dan membentuk bangunan kepemahaman cinta yang utuh. Terakhir, dan ini yang terpenting, berusahalah selalu untuk mengaplikasikan apa yang terdapat di buku ini. Selama itu adalah ajakan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, lebih menjadikan diri lebih saleh, maka tak ada alasan untuk menolaknya. Hindari pula sikap apatis terhadap agama Islam. Sebaliknya, tumbuhkan sikap cinta dan bangga sebagai muslim dan tetap berupaya untuk bisa menjadi muslim sejati yang kaafah.

77

DAFTAR PUSTAKA

Buku Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2012. Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu. Bekasi: PT Darul Falah. Almath, Muhammad Faiz. 2006. 1100 Hadits Terpilih. Depok: Gema Insani Press. An-Nawawi, Imam. 2011. Riyadush Shalihin. Solo: Insan Kamil. Asti, Badiatul Muclisin. 2004. Berdakwah dengan Menulis Buku. Bandung: Media Qolbu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS. Farid, Ahmad. 2012. Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf. Solo: Pustaka Arafah. Fillah, Salim A. 2012. Jalan Cinta Para Pejuang. Yogyakarta: ProU Media. Hasyimi, Muhammad Ali. 2012. Syakhshiyatul Muslim: Membentuk Pribadi Muslim Ideal. Jakarta: al-I’tishom. Hawwa’, Sa’id. 2012. Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu. Jakarta: Robbani Press. Kuntarto, Niknik M. 2008. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. Mulyana, Deddy. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi PrinsipPrinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Prayitno, Irwan. 2010. Kepribadian Muslim. Jakarta: Tarbiyatuna. Purwanto, Yadi. 2007. Epistimologi Psikologi Islam. Bandung: PT Refika Aditama.

78

Widianti, Dian. 2007. Ensiklopedi Cinta. Bandung: Dar! Mizan. Salam, Syamsir dan Jaenal Arifin. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Press. Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trim, Bambang. 2006. Menjadi Power Full Da’i dengan Menulis Buku. Bandung: Kolbu. Ulwan, Abdullah Nashih. 2008. The True Power of Love. Jakarta: Kaffah Media.

Skripsi Herdiansyah, Odih Fajar. 2008. Dakwah bil Qalam (Analisis Wacana Dakwah Buku Kun Fayakun Karya Ust. Yusuf Mansyur). Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. Syodikin, Ririn. 2011. Analisis Wacana Pesan Dakwah dalam Novel Kopiah Gus Dur. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. Utami, Sri. 2012. Analisis Wacana Pesan Dakwah Islam dalam Buku Beyond The Inspiration Karya Felix Y. Siauw. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. Zulkarnain, Muhammad Rico. 2008. Analisis Wacana Pesan Dakwah dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

FOTO-FOTO

Ust. Salim A. Fillah bersama Deddy Sussantho

Ust. Salim A. Fillah sedang mengisi kajian tentang ukhuwah Islamiyah di Universitas Al-Ahzar Indonesia

Buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Ust. Salim A. Fillah

Hasil Interview Bersama Salim A. Fillah

1. Sejak kapan Mas Salim mulai terjun di dunia tulis menulis? Bapak dan Ibu. Saya harus menyebut beliau berdua jika kita berbincang tentang menulis. Saya yakin, jika Allah berkenan menjadikan tiap huruf yang mengalir dari jemari saya ini sebagai kebaikan, maka kebaikan itu pertama-tama akan menjadi hak mereka. Bapak dan Ibu, dalam keterbatasan mereka, yang menyediakan untuk saya berbagai-bagai bacaan semenjak saya kecil. Saya terkenang saat saya kelas 5 SD. Ketika itu, Ibu membawa saya ke sebuah toko buku di awal tahun ajaran. Maksudnya tentu untuk berbelanja buku pelajaran dan alat tulis sebagaimana lazimnya anak lain. Karena Ibu ada kepentingan lain, beliau tinggalkan saya di toko buku dengan uang yang pas untuk membeli semua keperluan tahun ajaran baru. Saat beliau kembali, beliau hanya bisa geleng-geleng kepala. Yang saya beli adalah buku-buku yang sama sekali tidak nyambung dengan anak kelas 5. Yang ada di keranjang belanja justru buku sejarah, biografi tokoh, filsafat, dan psikologi! Seingat saya, dari lisan Ibu hanya keluar pekik, “Masyaallah!” Dan saat sampai di rumah, Bapak saya juga hanya tertawa-tawa. Selepas SMP, yang juga berarti selepas dari pesantren, saya baru mulai berani menyusun kata-kata. Selalu saja ada yang menyatakan kalimat-kalimat saya unik, tapi itu artinya tak baku. Tak bisa diterima. Di saat seperti itu, Bapak yang adalah guru Bahasa Indonesia di sebuah SMA selalu membesarkan hati saya. “Bahasa itu kesepakatan”, saya ingat selalu nasihat ini, “Artinya jika penyampai dan penerima telah memahaminya, maka bahasa itu baik dan benar.” Sebenarnya cita-cita saya ketika kecil klise dan muluk. “Menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.” Di SMA saya sadar, ada peran yang harus saya ambil secara spesifik kalau ingin betul-betul berguna. Dan saya lihat—selain kesibukan berorganisasi yang membuat saya jarang menatap mentari dari rumah— salah satu yang luas jangkauan manfaatnya adalah menulis. Selama SMA itu, saya ingat, cukup banyak tulisan yang saya hasilkan, alhamdulillah. Saya ikuti aneka lomba kepenulisan. Ada lomba karya tulis ilmiah, penulisan artikel lepas, lomba esai, lomba cerpen—termasuk LMCPI-nya Annida— sayembara novel, dan lainnya. Hampir setiap informasi lomba yang datang ke sekolah, saya coba untuk mengikutinya. Dan alhamdulillah, sampai sekarang belum pernah ada yang menang sama sekali! Saya juga mencoba mengirimkan berbagai tulisan saya ke media. Ada artikelartikel lepas, ada opini, ada puisi, ada cerpen. Dan alhamdulilah, hingga sekarang tak

satu pun pernah dimuat sama sekali. Maka hingga saat itu, tulisan saya hanya menjangkau teman-teman sendiri; lewat buletin yang ditulis sendiri, diset dan dilayout sendiri, diperbanyak sendiri, dan diedarkan sendiri. Mungkin semangat yang ada di sanalah, wallaahu a‟lam, yang akhirnya mengantarkan tulisan-tulisan itu pada sosok Muhammad Fanni Rahman. Beliau adalah sebenar-benar kakak yang Allah pertemukan dengan saya di aktivitas dakwah remaja masjid se-Kota Yogyakarta. Saya bersyukur jika tulisan-tulisan itu menjadi salah satu pemantik kecil yang membawa beliau pada sebuah keputusan penting: mendirikan Penerbit Pro-U Media. Buku pertama saya adalah juga buku pertama Pro-U Media. Menuliskan Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan adalah kenikmatan berbagi rasa; menerbitkannya di Pro-U adalah ujian untuk percaya bahwa dari sekecil apa pun, Allah akan memberkahi tiap ikhtiar dakwah. Dan alhamdulillah, saya menangis ketika launching buku ini di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dihadiri lebih dari 2000 orang. Alhamdulillah, membersamai Pro-U membuat saya merasa menjadi bagian dari sebuah cita-cita besar: tidak hanya menerbitkan buku; melainkan juga menerbitkan harapan akan kebangkitan Islam.1 2. Di buku ini, ada banyak informasi. Apa saja referensi yang Mas Salim gunakan untuk menyusun buku ini? Kalau referensinya dari buku, boleh tahu buku apa itu? 1. Kamus Lengkap Psikologi, James P. Chaplin (21) 2. And The Band Played On, Randy Shilts (41) 3. Blik: The Power of Thinking without Thinking, Malcolm Gladwell (29) 4. Tipping Point, Malcolm Gladwell (40) 5. SQ, Danah Zohar (51) 6. The Endorphin Effect, William Bloom, (60) 7. Les Miserables, Victor Hugo (70) 8. The Metrosexual Guide to Style, Michael Flocker (73) 9. The Future of Men, Marian Salzman (76) 10. Recode Your Change DNA, Renald Khasali (97) 11. Man of Himself, Erich Fromm (166) 12. Motivation and Personality, Abraham Maslow (167) 13. The Art of Loving, Erich Fromm (182) 14. Good Business, Mihaly Csikzentmihalyi (279) 15. The Divine Message of The DNA, Kazuo Murakami (209) 16. Integrity, Henry Cloud (292) 17. Laila Madjnoen, Nizami Ganjavaji, 2005 (19) 18. Disebabkan Oleh Cinta, Moh. Faudhil Azhim. (26) 19. Roudhatul Muhibbin, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah (27) 20. Ayat-Ayat Cinta, Habiburahman el-Shirazy (29) 21. Serial Cinta, Anis Matta(34) 1

Fillah, Salim A. Tentang Salim A. Fillah, Pada alamat salimafillah.com.

22. A Trinangular Theory of Love, Robert J. Sternberg. (buku bukan ya?) (35) 23. The 8th Habit, Stephen R. Covey (316) 24. Ushul al-Fiqh, Syaikh Muhammad Abu Zahrah (67) 25. Ar-Rahiiqul Makhtuum, Syaikh Syaifurrahman al-Mubarakfury (109) 26. Al Bidayah wan Niahayah, Ibnu Katsir (199) 27. Shaidul Khathir, Ibnul Jauzi (217) 28. Fii Zhilaalil Quran, Sayyid Quthb (238) 29. Fathul Baari, Ibnu Hajar al-atsqalani (243) 30. Ziarah Abadi, Muhammad Iqbal (259) 31. Taujih Ruhiyah, Syaikh „Abdullah Nashih „Ulwan (289) 32. Al Mahaasin Al Yusufiyyah, Ibnu Syaddad (310) 33. Haakaadzaa Zhahara Jiilu Shalahiddin (disertasi), Dr. Majid „Irsan al-Kilani (311) 34. Siyar a’laamin nubala, Imam Adz Dzahabi (325) 35. Al-Arba’in An-Nawawiyah, Imam an-Nawawi (333) 36. Idhaahu Ma’aanil Khafiyah fil Arba’in an-Nawawiyah, Syaikh Muhammad Tatay (334) 37. Tarikh Ibnu ‘Asakir, Ibrahim bin Muhammad (340) 38. VCD riset yang dikeluarkan BBC tentang Brainsex (128) 39. Majalah National Geographic edisi Februari 2006 (20) 40. The journal of comparative vol. 493 Oktober 2005 (167) 3. Apa yang melatarbelakangi Mas menulis buku ini? Saya merasakan selama ini, wallahu muwaffiq, memang telah menulis tentang cinta sesuai pemahaman saya terhadap risalah agung yang dibawa Muhammad Shallallahu „Alaihi wa Sallam. Tapi konsep-konsepnya telah terserak-serta dalam pelbagai pembahasan tak fokus, karena hanya menyesuaikan terhadap apa yang saya butuhkan sesaat untuk menjelaskan hal-hal semacam fiqh interaksi, pernikahan, rumahtangga, ukhuwah, dakwah, dunia sosial politik dan lainnya. Jadi, kini saya merasa perlu untuk membahas cinta secara lebih fokus dan kompherensif. Di sini, di buku ini.2 4. Menurut Mas, apa itu cinta? Kembali pada pemahaman terhadap wahyu yang turun pada Sang Nabi dan sunnahnya yang suci, maka demi Allah cinta bukanlah segalanya. Cinta, sebagaimana bentuk emosi yang lain, seperti takut, harap, benci, harus diikatkan pada suatu hal yang lebih agung dalam hidup ini. Sebagai emosi yang sering dilekati kata „abadi‟, ia sepantasnya diberi kedudukan mulia bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai bekal yang awet dan tahan lama dalam hidup untuk memenuhi tugas sebagai hamba Allah dalam beribadah pada-Nya dan mengelola karunia-Nya. Agaknya memang ini salah satu cara efektif untuk mengubah dunia kita. karena hari-hari ini kita umumnya telah menempatkan cinta sebagai emosi dominan dalam 2

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang (Yogyakarta: ProU Media, 2008), h. 8.

jiwa kita. sehingga untuk mengubah apa-apa yang ada dalam jiwa, agaknya kita harus menyebut cinta sebagai salah satu prioritas. Lalu tugas besar kita pun seperti ini: ubah cinta, ubah jiwa, ubah dunia. Salim A. Fillah memilih untuk melekatkan cinta dengan semangat juang, agar tergambar bahwa cinta itu kokoh lagi mengokohkan. Apa yang beliau sampaikan di buku ini bukanlah tentang cinta yang lemah, yang cengeng, yang bonsai. Akan tetapi yang ditampilkan adalah cinta yang hidup, yang bersahabat, yang bermanfaat, yang kuat. Ini adalah cinta yang gempita, yang menggema, yang membebaskan. Ini adalah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Jalan Cinta Para Pejuang.3 5. Mengapa Mas menulis buku tentang cinta? Apa yang membedakannya dari buku cinta lainnnya? Cinta adalah perasaan dominan dalam jiwa muda para pembaca saya, maka bicara cinta akan pasti mengakrabkan kami. Titik tekan saya ketika itu bahwa cinta adalah fithrah, dan alangkah indah dan bermaknanya ketika kita sukses menjadi tuannya cinta. Tuan yang dengan gagah mengendalikannya agar tak menjadi ekspresi syahwati sebelum Allah menghalalkan.4 Saya memilih melekatkan cinta dengan semangat juang, agar di buku ini yang tergambar adalah sebentuk cinta yang kokoh lagi mengokohkan. Ini bukan tentang cinta yang lemah, yang cengeng, yang bonsai. Ini adalah cinta yang hidup, yang bersahabat, yang bermanfaat, yang kuat. Ini adalah cinta yang gempita, yang menggema, yang membebaskan. Ini adalah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah. Inilah „Jalan Cinta Para Pejuang‟.5 Sebenarnya saya sangat tergoda untuk menulis buku ini secara ilmiah. Tapi kalau kata seorang sahabat, ilmiah berarti banyak catatan kaki dengan diksi-diksi yang bikin keki, ah... rasanya saya tak rela Anda semua, para pembaca tercinta, kehilangan kenikmatan membaca gara-gara hawa nafsu saya untuk disebut „ilmiah‟. Menjadi komitmen saya untuk menghadirkan bacaan yang tak sekadar membuat seru “Ooo...” tapi juga “Aha!” Bacaan yang tak hanya membagi ilmu, tapi juga semangat dan inspirasi. Bukan hanya bikin ngerti tapi juga membuat orang tergerak. Dan itulah yang paling indah; ketika manusia beramal shalih karena seruan dan ajakan kita hingga pahalanya terus mengalir menjadi bekal bertemu Allah.6

3

Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 8. Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 6. 5 Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 9. 6 Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, h. 10. 4