JURNAL KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Download Jurnal yang berjudul “Hubungan Nyeri Osteoarthritis dengan Respon Psikologis Stres pada. Lansia di ... Nyeri Osteoarthritis, Respon Psikolo...

0 downloads 612 Views 1MB Size
2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PERSETUJUAN PEMBIMBING Jurnal yang berjudul “Hubungan Nyeri Osteoarthritis dengan Respon Psikologis Stres pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo”

Oleh

Muhammad Rifki Said NIM: 841411002

Telah diperiksa dan disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Suwarly Mobiliu S. Kp, M. Kep NIP. 19610531198311 2 001

dr. Sri Ibrahim M.Kes NIIP. 19710307200012 2 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

dr. Nanang Roswita Paramata, M. Kes NIP. 19771028200812 2 003

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO ABSTRAK

Muhammad Rifki Said. 2015. Hubungan Nyeri Osteoarthritis dengan Respon Psikologis Stres pada Lansia di Panti Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Skripsi, Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Suwarly Mobiliu S. Kp, M. Kep., dan Pembimbing II dr. Sri Ibrahim M.Kes. Rematik lansia disebut juga osteoarthritis, yakni kerusakan tulang rawan sendi disebabkan proses degenerasi sendi. Tingginya kejadian osteoarthritis yang identik dengan nyeri kronis menyebabkan kecenderuangan lansia mengalami stres demikian halnya dengan stres dapat memperberat terjadinya nyeri. Tujuan penelitian mengetahui hubungan timbal balik nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Desain penelitian analitik dengan pendekatan “Cross Sectional”. Populasi penelitian berjumlah 40 lansia dan sampel berjumlah 33 lansia dengan teknik total sampling. Data dikumpul melalui wawancara menggunakan kuesioner Chronic Pain Grade Scale dan Kessler Psychological Distress. Dianalisis dengan uji somers’d. Disimpulkan sebagian besar lansia mengalami nyeri kronik derajat 2 (42,4%) dan gangguan mental berat (42,4%). Hasil statistik didapatkan signifikansi 0,007 pada kedua arah korelasi. Kekuatan korelasi (r) respon psikologis stres sebagai variabel dependen sebesar 0,401 menunjukkan korelasi sedang dan kekuatan korelasi nyeri osteoarthritis sebagai variabel dependen sebesar 0,378 menunjukkan korelasi lemah. Disarankan agar pihak panti melakukan edukasi penanganan nyeri berupa kompres hangat, dan latihan Range of Motion. Selanjutnya pengembangan kesehatan mental lansia secara berkala seperti mendengarkan musik. Kata Kunci : Nyeri Osteoarthritis, Respon Psikologis Stres, Lansia Daftar pustaka : 96 referensi (2000-2015)

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO ABSTRACT

Muhammad Rifki Said. 2015. The Relation Between Osteoarthritis Pain and Stress Psychological Response of Elderly at Panti Sosial Tresna Werdha of Gorontalo Province. Skripsi. Department of Nursing Sciences. Faculty of Health Sciences and Sports. State University of Gorontalo. The Principal Supervisor was Suwarly Mobiliu, S.Kp, M.Kep and the co-supervisor was dr. Sri Ibrahim M.Kes. Rheumatic in elderly is also known as osteoarthritis that is the broken of the joint caused by joint degeneration process. The level of osteoarthritis incident that identically followed by chronic pain causes the tendency of elderly experience stress, and vise versa; stress makes pain worse. The research aimed at investigating the relation between osteoarthritis and elderly stress psychological response at Panti Sosial Tresna Werdha of Gorontalo Province. The research applied analytical design with cross sectional approach. The population of this research were 40 elderly and the samples were 33 elderly. The data were gained through interview by using questionnaire of Chronic Pain Grade Scale and Kessler Psychological Distress. The data were analyzed by using somers‟d test. It can be concluded that most of elderly experience level 2 chronic pain (42.4%) and severe mental disorder (42.4%). The statistical result gained significance 0,007 at the two correlation ways. The strength level of correlation (r) of stress psychological response as dependent variable was 0.401 that showed mild correlation and osteoarthiritis pain as dependent variable was 0.378 showed weak correlation. It is suggested to house party to educate the elderly of some ways to handle pain such as warm compress and range of motion exercise. Besides, there should be elderly mental health development regularly such as listening music. Keyword Reference

: Osteoarthritis pain, Stress psychological response, Elderly : 96 references (2000-2015)

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PENDAHULUAN Kondisi global lansia saat ini yaitu setengah dari jumlah lansia di dunia yakni 400 juta jiwa berada di asia. Pada negara berkembang, pertumbuhan lansia melonjak dibanding negara yang telah berkembang1. Indonesia merupakan negara berkembang, jumlah lansia di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional2, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 18 juta jiwa, tahun 2015 sebesar 21.6 juta jiwa, dan pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia mencapai 27 juta jiwa. Di Provinsi Gorontalo jumlah lansia umur 60+ sebesar 62.000 jiwa di tahun 2010, tahun 2015 sebesar 79.900 jiwa, dan tahun 2020 mencapai 102.100 jiwa. Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan tolak ukur prestasi pembangunan suatu bangsa. Hasil estimasi Angka Harapan Hidup (AHH) sebenarnya sebesar 17 tahun pada usia 60 tahun, saat ini Angka Harapan Hidup (AHH) pada usia 60 tahun hanya mencapai 11 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa lansia menjalani sebagian kehidupan di masa tuanya dalam kondisi kesehatan yang buruk (Komnas Lansia, 2010). Angka kesakitan penduduk lansia sebesar 26,93% artinya 27 lansia dari 100 lansia yang mengalami sakit1. Provinsi Gorontalo diantara provinsi lainnya, mendapat predikat dengan persentase tertinggi lansia yang mengalami keluhan atau gangguan kesehatan yakni sebesar 70,99%. Jenis-jenis keluhan kesehatan berupa batuk (20,53%), pilek (14,64%), panas (11,42%), dan Jenis keluhan lainnya (32,30%). Jenis keluhan lainnya diantaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti darah tinggi, diabetes, darah rendah, dan rematik3. Rematik pada lansia disebut juga Osteoarthritis, yakni kerusakan tulang rawan sendi disebabkan proses degenerasi sendi4. Penting untuk diketahui bahwa Penyakit osteoarthritis tidak dapat sembuh namun hanya dapat dikontrol agar terhindar dari kerusakan sendi lebih lanjut5. Prevalensi penyakit sendi atau rematik berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) di Provinsi Gorontalo sebesar 10,4% dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 17,7%6. Osteoarthritis bersifat kronis yang identik dengan rasa nyeri pada punggung dan lutut, rasa nyeri akan bertambah parah atau berat ketika sendi digerakkan maupun saat menanggung beban7. Nyeri osteoarthritis juga terjadi saat cuaca berubah (misal, pada musim penghujan) dan di pagi hari penderita osteoarthritis mengalami kekakuan pada sendi penopang tubuh yaitu punggung dan lutut8.

1

Buletin Lansia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Lansia, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 2013. 2 Badan Pusat Statistik, Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Jakarta, Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013. 3 Komnas Lansia. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009, Jakarta, Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010. 4 Rozaline, H., dan Sekarindah, T. 2006. Terapi jus buah dan sayur. Puspa Swara. Depok. 5 IRA, Osteoarthritis. http://reumatologi.or.id. 20 Februari 2015, 2013. 6 Febrianto, B., Agustini, M., Rahardianingstyas, E., Anasiru, A., Tomayahu, M., Hiola, T., Misrawatie, G. 2013. Riset Kesehatan Dasar Provinsi Gorontalo. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Gorontalo. 7 Price, A. S., Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Buku Kedokteran, Jakarta, EGC, 2003. 8 William, L., dan Wilkins, Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. (Penerjemah, Paramita), Jakarta Barat, PT Indeks. 2011.

1

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Penderita osteoarthritis dapat mengalami gangguan psikologis, yang muncul sebagai reaksi terhadap kecacatan nyeri, dan kesulitan dalam beraktivitas. Namun demikian, stres psikologis juga dapat memperparah terjadinya nyeri pada penderita osteoarthritis terutama terjadinya tanda depresi9. Jika depresi sudah berkepanjangan, dan hambatan-hambatan mental dan emosional tidak tersalurkan, maka daya tahan seseorang dalam menjalani kehidupan akan menurun drastis. Sampai akhirnya kehilangan gairah dan keingan untuk hidup dan tanpa ambisi. Jika telah demikian, maka akan timbul rasa putus asa dan dapat terjadi peningkatan resiko bunuh diri10. Tumpukan stres psikologis dapat menimbulkan gejala-gejala psikosomatik, yaitu sakit fisik yang disebabkan ketegangan psikis11. Gejala psikosomatik yang berhubungan dengan stres sering tampak lebih parah, meliputi nyeri sendi yang hebat dan disfungsi pada satu sendi atau lebih12. Hal yang sama dikemukakan oleh Deardorff13, ketegangan emosional menyebabkan perubahan sistem saraf tubuh yang pada gilirannya dapat memicu ketegangan otot, kejang dan nyeri punggung. Hal ini didukung dengan pernyataan Levenson11 saat individu mengalami stres maka terjadi peningkatkan produksi sitokin yang dapat memperberat fase peradangan sendi. Sebagian besar orang lanjut usia yang membutuhkan penanganan kesehatan mental, sekarang ini tinggal di panti-panti werdha atau menjalani perawatan berbasis komunitas14. Tinggal di panti merupakan pilihan bagi lanjut usia dengan berbagai alasan. Keberadaan panti jompo untuk lanjut usia sangat dibutuhkan dalam upaya menampung lanjut usia yang miskin dan terlantar15. Provinsi Gorontalo memliki dua panti sosial tresna werdha yakni Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo dan Panti Sosial Tresna Werdha Beringin Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peniliti pada tanggal 9 Maret 2015 di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo, menemukan keseluruhan lansia yang mengalami osteoarthritis sebanyak 40 orang. Dalam observasi awal, peneliti menemukan terdapat lansia dengan kaki dan tangan yang terlihat kaku, gerakan jalan tidak seimbang lagi hingga postur tubuh yang bungkuk, terdapat juga lansia yang memiliki berat badan lebih yang mengalami osteoarthritis. Wawancara secara acak tiga dari lima lansia mengalami stres akibat nyeri osteoarthritis. Lansia mengatakan ketika rasa sakit pada persendiannya kambuh, mereka merasa sedih serta tidak dapat melanjutkan aktivitasnya dengan baik. Ada juga lansia yang mengatakan merasa capek (lelah) menghadapi rasa sakit yang terus menerus timbul, terlebih saat beraktivitas pada suhu yang dingin misalnya ke taziah pada malam hari, dan mencuci pakaian. Hal ini diungkapkan dengan mimik wajah yang tampak murung. Dari sudut pandang

9

Levenson, J. L., The American Psychiatric Publishing textbook of Psychosomatic Medicine Psychiatric Care of the Medically Ill, Edisi Kedua, Arlington, American Psychiatric Publishing, Inc. 2011. 10 Olivia, F, Mengoptimalkan Otak Supaya Awet Muda, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2010. 11 Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar, Ciganjur, GagasMedia. 2007. 12 Surjono, A., Vade-mecum pediatri (Penerjemah, Syamsi, R. M), Edisi Ketigabelas, Jakarta Buku kedokteran, EGC, 2003. 13 Deardorff, W. W. 2001. How Does stres Cause Back Pain?. http://www.spine-health.com. 19 Mei 2015 14 Davison, G. C., Neale, dan Kring, Psikologi Abnormal, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada B2, 2006. 15 Lubis, N. L., dan Lasnida, Dukungan Sosial pada Pasien Kanker, Perlukah. USU Press., Medan, 2009.

2

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO peneliti, lansia yang mengungkapkan pengalaman nyeri tersebut termasuk dalam kategori stres. Hasil penelitian tentang pengaruh suasana hati terhadap nyeri dan toleransi nyeri pada pasien nyeri punggung kronis, sebuah studi eksperimental menunjukkan bahwa induksi perasaan depresi mengakibatkan penilaian nyeri secara signifikan lebih tinggi dan toleransi nyeri yang lebih rendah, sementara suasana hati bahagia mengakibatkan penilaian nyeri secara signifikan lebih rendah dan toleransi nyeri yang lebih besar16. Hasil Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Septa Meriana, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tentang hubungan intensitas nyeri dengan stres pasien osteoarthritis di RSUP H. Adam Malik, menunjukkan bahwa terdapat lebih dari setengah responden memiliki intensitas nyeri sedang (73,3%) dan tingkat stres sedang juga (73,3%). Dengan nilai korelasi sebesar 0,480 (p=0,007) yang menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat kekuatan sedang antara intensitas nyeri dengan stres, dengan arah korelasi positif17. Beranjak dari uraian hasil studi awal dan teori serta penelitian sebelumnya peneliti tergerak melakukan penelitian dua arah tentang hubungan nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres dan hubungan respon psikologis dengan nyeri osteoarthritis pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo tahun 2015.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo dan Beringin Kabupaten Gorontalo. Waktu pelaksanaan tanggal 8 Mei 2015 sampai dengan 17 Mei 2015. Desain penelitian analitik dengan pendekatan “Cross Sectional”. Sampel diambil dengan cara total sampling yakni seluruh responden yang mengalami osteoarhtritis. Estimasi sampel berjumlah 40 lansia, namun peneliti hanya dapat mengkaji sebanyak 33 lansia dimana empat lansia tidak bersedia menjadi responden dengan alasan sibuk dan tidak ingin diganggu, serta tiga lainnya tidak berada ditempat penelitian selama penelitian berlangsung disebabkan pulang ke kampung halaman. Data dikumpul melalui wawancara menggunakan kuesioner yang berisi data demografi lansia, Chronic Pain Grade Scale dan Kessler Psychological Distress. Data dianalisis dengan uji statistik somers’d.

16

Tang, Salkovskis, , Hodges, Wright, Hanna, Hester, Effects of mood on pain responses and pain tolerance: an experimental study in chronic back pain patients, Journal by Institute of Psychiatry. 138 (2):1, 2010. 17 Lumbantoruan, S. M., & Harahap, I. A. Hubungan Intensitas Nyeri dengan Stres Pasien Osteoartritis di Rsup H. Adam. Jurnal Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2(1):1. 2012.

3

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

HASIL PENELITIAN 1. Nyeri Osteoarthritis (Nyeri Kronik) di PSTW Prov. Gorontalo Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Nyeri Osteoarhtritis pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Nyeri Nyeri kronik derajat 1 Nyeri kronik derajat 2 Nyeri kronik derajat 3 Nyeri kronik derajat 4

Jumlah n 5 14 13 1 33

(%) 15.2 42.4 39.4 3.0 100.0

Total Sumber: Data Primer, 2015 Hasil Penelitian Tabel 1. menunjukkan jenis nyeri kronik derajat 2 pada nyeri osteoarthritis sebanyak 14 lansia (42,4%), nyeri kronik derajat 3 sebanyak 13 lansia (39,4%) dan nyeri kronik derajat 1 sebanyak 5 lansia (15,2%) serta nyeri kronik derajat 4 sebanyak 1 lansia (3,0%). 2. Respon Psikologis Stres di PSTW Prov. Gorontalo Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Respon Psikologis Stres pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Jumlah Respon Psikologis Stres n % Kondisi mental baik 4 12,1 Gangguan mental ringan 4 12,1 Gangguan mental sedang 11 33,3 Gangguan mental berat 14 42,4 Total 33 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Tabel 4.6 menunjukkan jenis respon psikologis stres terbanyak adalah gangguan mental berat sebanyak 14 lansia (42,4%). Gangguan mental ringan sebanyak 4 lansia (12,1%), gangguan mental sedang sebanyak 11 lansia (33,3%) dan kondisi mental baik sebanyak 4 lansia (12,1%). Hasil penelitian didapatkan tiga intensitas respon psikologis stres tertinggi berdasarkan penggolongan respon psikologis stres lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo seperti pada tabel berikut:

4

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Tabel 3. Distribusi Intensitas Respon Psikologis Stres Tertinggi Berdasarkan Penggolongan Respon Psikologis Stres Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo Respon Psikologis Stres gangguan mental berat gangguan mental sedang gangguan mental ringan kondisi mental baik Sumber: Data Primer, 2015

Cemas 55,60 27,78 10,19 6,48

Persentase Intensitas (%) merasa tertekan 56,00 27,00 12,00 5,00

sedih 56,50 28,70 7,41 7,41

Hasil Penelitian pada tabel 3. menunjukkan gangguan mental berat memiliki persentase intensitas respon psikologis yang tinggi yaitu cemas (55,60%), merasa tertekan (56,00%), dan sedih (56,50%). Gangguan mental sedang memiliki intensitas cemas (27,78%), merasa tertekan (27,00%), dan sedih (28,70%). Gangguan mental ringan memiliki intensitas cemas (10,19%), merasa tertekan (12,00%), dan sedih (7,41%). Kondisi mental baik memiliki persentase intensitas respon psikologis yang rendah yaitu cemas (6,48%), merasa tertekan (5,00%) dan sedih (7,41%). 3. Analisis Bivariat Analisis hubungan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar korelasi antara nyeri osteoarthirits dengan respon psikologis stres dan seberapa besar korelasi respon psikologis stres dengan nyeri osteoarthritis pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Hasil analisis adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hubungan Nyeri Osteoarthirits dengan Respon Psikologis Stres pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo. Hubungan Variabel Hubungan nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres Hubungan respon psikologis stres dengan nyeri osteoarthritis Sumber: Data Primer, 2015

P Value 0.007 0,007

r Value 0,401 0,378

PEMBAHASAN 1. Nyeri Osteoarthirits pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo Pada tabel 4.5 tentang distribusi nyeri osteoarthritis, responden yang memiliki nyeri kronik derajat 1 sebanyak 5 lansia (15,2%), nyeri kronik derajat 2 sebanyak 14 lansia (42.4%), dan nyeri kronik derajat 3 sebanyak 13 lansia (39,4%), serta nyeri kronik derajat 4 sebanyak 1 lansia (3.0%). Nyeri yang terkait dengan osteoarthritis muncul dari kombinasi distensi artikular, peradangan, dan fibrosis. Biasanya, nyeri berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu18. 18

Madara B., Pomarico V. D., Quick Look Nursing: Pathophysiology, Jones and Barlett Publisher, Canada, Inc. Sudbury, 2008.

5

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Osteoarthritis merupakan penyakit kronik ditandai dengan erosi progresif tulang rawan artikular pada sendi. Penyebab osteoarthritis terdiri atas dua yakni osteoarthritis primer, jika penyebabnya tidak diketahui, dan osteoarthritis sekunder terjadi sebagai konsekuensi dari beberapa penyakit lain, seperti arthritis rheumatoid atau gout19. Osteoarthritis derajat 1 belum terdapat penyempitan celah sendi20. Tahap awal osteoarthritis adalah terjadi destruksi kondrosit (kerusakan sel tulang rawan) pada sendi. Pada tahap ini terjadi peradangan kondrosit (sel tulang rawan) yang menyebabkan nyeri persendian21. Penanganan nyeri berupa mengelola waktru isterahat serta melakukan Range of Motion22. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner chronic pain grade scale didapatkan responden dengan intensitas nyeri ringan, baik saat pengkajian maupun riwayat sebelumnya sebanyak 5 lansia (15,2%) dan umumnya tidak mengalami gangguan dalam beraktivitas. Menurut Von Korff23, nyeri kronik derajat 1 ditandai dengan intensitas nyeri ringan dan keterbatasan gerak rendah. Berdasarkan kuesioner chronic pain grade scale peneliti menemukan sebagian besar lansia mengalami nyeri kronik derajat 2 (42.4%), rerata responden ini memiliki skor intensitas nyeri tinggi hingga sedang dan masih mampu melakukan aktivitasnya. Hal ini sesuai dengan klasifikasi nyeri kronik derajat 2 yang di kemukakan oleh Von Korff, yakni nyeri kronik derajat 2 digambarkan dengan intensitas nyeri tinggi dan keterbatasan gerak rendah23. Osteoarthritis derajat 2 ditandai dengan penyempitan celah sendi dan pembentukan osteofit. Osteofit terbentuk dari pertumbuhan kartilago dan tulang di tepi sendi, pembentukan osteofit menyebabkan sinovitis24. Pada tahap ini nyeri berasal dari peradangan pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi25. Penanganan nyeri yang dilakukan terutama nonfarmakologis: menurunkan berat badan, olahraga, dan obat untuk menghilangkan rasa sakit26. Oteoarthritis derajat 3 ditandai dengan jumlah osteofit tingkat sedang, terdapat penyempitan celah sendi dan kemungkinan kelainan bentuk kontur sendi27. Sinovitis menyebabkan penipisan kartilago, selanjutnya kartilago akan menimbulkan ulserasi dengan tulang subkondral di bawahnya. Proses ulserasi ini akan terjadi secara intermiten dan menyebabkan nyeri hebat akibat friksi sendi dan tulang24. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi obat anti nyeri, dan mengeluarkan cairan sinovial akibat efusi sendi, serta menginjeksi cairan sendi artifisial untuk meredakan nyeri sementara sampai 6 bulan 22. Responden yang mengalami nyeri kronik derajat 3 sebanyak 13 lansia (39,4%). Dari hasil penelitian berdasarkan pengkajian dengan kuisioner chronic pain grade scale, gambaran rasa 19

Price, A. S., Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Buku Kedokteran, Jakarta, EGC, 2003. Roy, S. H., Wolf, S. L., & Scalzitti, D. A., The Rehabilitation Specialist's Handbook, United States of America, Library of Congress Cataloging in Publication, 2013. 21 Chhabra, A., & Isaacs, J. E., Arthritis and Arthroplasty: The hand, wrist and elbow, Elsevier Inc. Philadelphia,United States, 2010. 22 William, L., dan Wilkins, Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. (Penerjemah, Paramita), Jakarta Barat, PT Indeks. 2011. 23 Fishman, S. M., Ballantyne, J. C.. Bonica's Management of Pain, Edisi keempat, Wolters Kluwer Health, 2009. 24 Madara B., Pomarico V. D. 2008. Quick Look Nursing: Pathophysiology. Jones and Barlett Publisher, Inc. Sudbury, Canada. 25 Majumdar S., Advances in MRI of the Knee for Osteoarthritis, Singapore, World Scientific Publishing, 2010. 26 Holland, K., Stages of Osteoarthritis of the Knee. http://www.healthline.com. 25 Maret 2015, 2015. 27 Roy, S. H., Wolf, S. L., & Scalzitti, D. A., The Rehabilitation Specialist's Handbook, United States of America, Library of Congress Cataloging in Publication, 2013. 20

6

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO sakit (nyeri) yang dirasakan responden cukup menganggu aktivitas yang dikerjakan dan rerata responden pernah mengalami nyeri hebat yaitu pada skala 8 atau 9 dari 10. Berdasarkan teori Von Korff nyeri kronik derajat 3 memiliki ciri, keterbatasan gerak tinggi dan cukup membatasi aktivitas25. Osteoarthritis derajat 4 ditandai dengan osteofit besar, penyempitan celah sendi, sklerosis parah, dan terjadi deformitas tulang28. Respon fisiologis tubuh membentuk osteofit sebuah jaringan tulang baru untuk memperbaiki tulang yang rusak namun proses tersebut mengubah kontur sendi sehingga menyebabkan distensi artikular dan kontrakur sendi yang pada gilirannya tulang rawan sendi kehilangan fleksibilitas dimana ketika digerakkan terasa nyeri26. Tindakan bedah perlu dilakukan seperti atroplasti atau penggantian bagian sendi (parsial atau total) dan osteotomy atau eksisi baji tulang29. Nyeri kronik derajat 4 adalah tingkat tertinggi dalam klasifikasi derajat nyeri kronik yang identik dengan ketidakmampuan beraktvitas, dalam teori Von Kroff, nyeri kronik derajat 4 menunjukkan keterbatasan yang tinggi dalam melakukan pergerakkan hingga sangat membatasi aktivitas yang dilakukan25. Dalam penelitian ini, nyeri kronik derajat 4 hanya dialami oleh 1 lansia (3,0%), saat dikaji persepsi nyeri responden dalam tingkat sedang (skala nyeri 7/10), namun saat beraktifitas responden bahkan kesulitan untuk berdiri dikarenakan kekakuan pada persendian hingga dalam pemunuhan kebutuhan dasarnya pun (buang air besar dan buang air kecil) harus dibantu. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental30. NANDA International Nursing Diagnosis 2015-2017, menjelaskan bahwa: “Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah (International Association For the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat, konstan atau berulang tanpa dapat diantisipasi atau diprediksi akhirnya dan durasinya lebih dari tiga bulan (>3) bulan”31. Dalam penelitian ini, pengalaman nyeri osteoarthritis responden terendah terjadi kurang lebih 5 bulan yang lalu, dan yang tertinggi hingga 15 tahun lamanya mengalami nyeri yang bersifat incindental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar tentang lansia yang mengalami osteoarthritis sebelum diberikan perlakuan Back Masage dan Kompres Panas ditemukan lansia yang mengalami nyeri ringan sebesar 20%, dan kejadian nyeri sedang dengan persentase 80%32. Penelitian lainnya, tentang hubungan intensitas nyeri dengan stres pasien osteoarthritis di RSUP H. Adam Malik, menunjukkan bahwa terdapat lebih dari setengah responden 28

Roy, S. H., Wolf, S. L., & Scalzitti, D. A., The Rehabilitation Specialist's Handbook, United States of America, Library of Congress Cataloging in Publication, 2013. 29 Holland, K., Stages of Osteoarthritis of the Knee. http://www.healthline.com. 25 Maret 2015, 2015. 30 Potter, P. A., Perry, A. G., Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan Praktik. Edisi keempat, Alih Bahasa : Renata Komalasari, Jakarta, EGC, 2005. 31 Herdman, H., NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Edisi Kesepuluh, Oxford, Wiley Blackwell, 2014. 32 Ari, I. R., Wayan, G., Juli, E. W, Back Masage dan Kompres Panas Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Lansia dengan Osteoartritis, Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar, 2012.

7

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO memiliki intensitas nyeri sedang (73,3%), nyeri berat (23,3%) dan nyeri ringan dengan persentase 3,3%33. Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa jenis derajat nyeri kronik terbanyak pada lansia di Panti Tresna Werdha Provinsi Gorontalo adalah nyeri kronik derajat 2 sebanyak 14 lansia (42,4%). Hal ini menggambarkan lansia memiliki intensitas nyeri tinggi dengan keterbatasan gerak rendah. 2. Respon Psikologis Stres pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo Pada tabel 4.6 distribusi respon psikologis stres lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo, didapatkan responden yang memiliki kondisi mental baik sebanyak 4 lansia (12.1%), gangguan mental ringan sebanyak 4 lansia (12.1%), gangguan mental sedang sebanyak 11 lansia (33,3%) dan gangguan mental berat sebanyak 14 lansia (42.4%). Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory (ingatan jangka pendek), frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, depresi, dan kecemasan34. Ketakutan-ketakutan yang dialami oleh lanjut usia meliputi ketergantungan fisik sakit-sakitan yang kronis misalnya (arthritis 44%, hipertensi 39%, berkurangnya pendengaran atau tuli 28% dan penyakit jantung 27%), kesepian, dan kebosanan yang disebabkan rasa tidak diperlukan35. Dari hasil penelitian sebagian besar lansia memiliki gangguan mental berat sebanyak 14 lansia (42,4%), ini disebabkan lansia mengalami konflik dalam hidup, dicampakkan keluarga hingga putus asa terhadap masa depan. Asumsi peneliti gangguan mental berat ini menunjukkan ketidakmampuan lansia menyesuaikan berbagai perubahan yang terjadi. Menurut Rasmun “Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu mengadaptasinya”36. Gangguan mental berat dialami oleh lansia dibuktikan dengan intensitas kecemasan (55,6%), kesedihan (56,0%) dan perasaan tertekan (56,5%) merupakan jawaban persentase skor tertinggi respon psikologis stres pada lansia yang mengalami gangguan mental berat. Hal ini identik dengan gejala depresi atau gangguan mental yang sangat berat pada lansia yang dikemukakan oleh Davison37, yakni “Karakteristik depresi pada orang lanjut usia seperti rasa khawatir, rasa tidak berguna, sedih, dan pesimis”. Menurut hasil penelitian, 10-15% dari populasi lansia yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki gejala utama depresi. Untuk lansia yang tinggal di institusi, angkanya meningkat 50-75%38. Stres berat dan stres sedang dapat memicu terjadinya perubahan biologis tubuh. stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari40. Persentase gangguan mental sedang pada lansia sebesar 33,3%, hal ini dibuktikan dengan intensitas kecemasan (27,78%), merasa tertekan (27,00%) dan sedih (28,70%) yang mengindikasikan lansia tidak secara terus menerus mengalami gejala stres. Asumsi peneliti, stres sedang terjadi ketika 33

Lumbantoruan, S. M., & Harahap, I. A. Hubungan Intensitas Nyeri dengan Stres Pasien Osteoartritis di Rsup H. Adam. Jurnal Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2(1):1. 2012. 34 Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta, Salemba Medika, 2008. 35 Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Nuha Madika. Yogyakarta. 36 Rasmun. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. CV. Sagung Setyo. Jakarta. 37 Davison, G. C., Neale, dan Kring, Psikologi Abnormal, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada B2, 2006. 38 Tamher, S., & Noorkasiani, Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan-Asuhan Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika, 2009.

8

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO individu berada pada situasi yang tidak menyenangkan dan hanya terjadi ketika individu berada atau dekat dengan stresor dan tidak berlangsung secara terus menerus. Responden yang mengalami tingkat stres sedang dan berat juga dipengaruh oleh sikap koping dan kontrol diri yang kurang terhadap stresor. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Helvi39, tentang gambaran strategi koping stres lansia di panti jompo, didapatkan gambaran secara umum strategi koping stres lansia sebagian besar adalah Problem Focused Coping (PFC) atau memiliki masalah dalam mengatasi perubahan yang dihadapi, dengan persentase 80% dan lainnya adalah Emotional Focused Coping (EFC) atau memiliki kemampuan mengontrol emosi yang adaptif, sebanyak 20%. Hasil penelitian responden dengan gangguan mental ringan sebesar 12.1% (4 lansia) memiliki kemampuan emosional yang cukup baik terhadap masalah dibuktikan dengan persentase skor respon psikologis pada gangguan mental ringan didapatkan intensitas lansia mengalami perasaan cemas (10,19%), merasa tertekan (12,00%), dan sedih (7,41%). Hal ini sesuai dengan faktor stres yang dikemukakan oleh Rusman40, bahwasanya kemampuan individu mempersepsikan stresor sebagai faktor penting terhadap pengendalian stresor jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan. Lansia yang memiliki kondisi mental baik sebesar 12.1%, asumsi peneliti ini disebabkan lansia memiliki koping terhadap masalah yang baik dibuktikan dengan intensitas respon psikologis stres yang rendah yakni cemas (6,48%). Menurut Nursalam dan Dian (2007), bahwa koping yang efektif menempati tempat pusat ketahanan dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan bersifat psikis. Pada klien dengan ansietas ringan, tidak ada intervensi khusus sebab pada ansietas ringan ini umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari hal ini diperlukan dalam meningkatkan kewaspadaan dan lapang persepsi individu terhadap situasi serta masih mampu mengontrol dirinya dan mampu membuat keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dengan subjek penelitian sejumlah 32 lansia di Panti Werdha Pucang Gading Semarang menunjukkan tingkat stres yang tinggi dengan skor di atas 150 dengan persentase sebesar 81,25% menunjukkan keluhan berat dan 18,75% menunjukkan keluhan sedang40. Hasil penelitian Mahasiswa Universitas Esa Unggul, distribusi berdasarkan tingkat stres pada lansia di RW 01 Kunciran Tangerang dari 60 lansia, yang terbanyak berada pada kategori tingkat stres sedang dengan jumlah 51 responden (85%), dan 9 responden berada pada tingkat stres berat dengan persentase 15%41. Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa jenis respon psikologis stres terbanyak pada lansia di Panti Tresna Werdha Provinsi Gorontalo adalah gangguan mental berat sebanyak 14 lansia (42,4%) dibuktikan dengan intensitas respon psikologis stres seperti cemas, merasa tertekan dan sedih memliki persentase >50% yang menunjukkan lansia selalu berhadapan dengan stres. 39

Helvi, F. P., Sumarwati, M., Rosyadi, I., Hubungan Penurunan Fungsi Gerak Lansia Terhadap Strategi Koping Stres Lansia di Panti Jompo Welas Asih Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, The Soedirman Journal of Nursing 4(3):5, 2009. 40 Indriana, Y., Febrian, I. K., Sonda, A. A., Intanirian, A., Tingkat stres Lansia di Panti Wredha “Pucang Gading”Semarang. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 8(2):1, 2010. 41 Mardiana, Y., Zelfino, Hubungan Antara Tingkat Stres Lansia dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di RW 01 Kunciran Tangerang. Jurnal Forum Ilmiah Universitas Esa Unggul. 11(2):5, 2014.

9

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

3. Analisis Hubungan Nyeri Osteoarthirits dengan Respon Psikologis Stres dan Hubungan Respon Psikologis Stres dengan Nyeri Osteoarthritis pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo Pada penelitian ini membahas korelasi 2 arah dengan mengidentifikasi kekuatan korelasi antara nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres dan kekuatan korelasi respon psikologis stres dengan nyeri osteoarthritis. a. Analisis Hubungan Nyeri Osteoarthritis dengan Respon Psikologis Stres Hasil uji statistik somers„d hubungan nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres pada lansia berdasarkan tabel 4.8 didapatkan p value sebesar = 0,007 (lebih kecil dari 0,05) menunjukkan hubungan bermakna nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres dimana kekuatan korelasi (r) respon psikologis stres sebagai variabel dependen atau yang dipengaruhi sebesar 0.401 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan korelasi sedang. Asumsi peneliti ini disebabkan bervariasinya respon psikologis stres terhadap nyeri sebagai stresor. Selain itu beragam persepsi pengalaman dan stimulus nyeri pada individu menjadi penentu perubahan respon psikologis stres lansia. Persepsi individu terhadap nyeri sebagai stresor turut mempengaruhi perubahan psikologis lansia. Sebagian besar respon psikologis stres lansia tergolong gangguan mental berat (42,4%) dimana memliki intensitas kecemasan yang tinggi (55,60%). Menurut Ramaiah42, kecemasan menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang “dari dalam”-secara naluri bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut. Asumsi penelitian, hal ini menunjukkan bahwa lansia pada penelitian ini mempersepsikan stresor nyeri sebagai bahaya. Pendapat Rusman43, bahwa kemampuan individu mempersepsikan stresor merupakan faktor penting terhadap pengendalian stresor. Jika stresor dipersepsikan mengancam dan individu tersebut tidak mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih berat. Menurut peneliti, gangguan mental berat lansia disebabkan pula riwayat nyeri yang pernah dirasakan. Pengalaman nyeri menjadi faktor penentu perubahan psikologis, nyeri yang bersifat hilang timbul dengan intensitas tinggi dan kuantitas yang lebih sering hingga menganggu aktivitas menjadikan perubahan psikologis responden semakin memburuk. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Judha, Fauziah, dan Sudarti44, apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul. Menurut Helvi45, menurunnya fungsi gerak pada usia lanjut akan memberikan dampak pada kebiasaan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Dampak dari perubahan tersebut adalah timbulnya stres pada lansia. Selain faktor persepsi dan pengalaman nyeri hal yang dapat mempengaruhi psikologis lansia adalah stimulus nyeri berupa intensitas nyeri ringan hingga berat Sebagian besar responden penelitian ini memliki nyeri kronik derajat 2 (42,4%) yang digambarkan dengan 42

Ramaiah, S. 2003. Kecemasan. Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Pustaka Populer Obor. Jakarta. Rasmun. Stres, Koping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. CV. Sagung Setyo, Jakarta, 2004. 44 Judha, M., Fauziah, A., dan Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika. Yogyakarta. 45 Helvi, F. P., Sumarwati, M., Rosyadi, I. 2009. Hubungan Penurunan Fungsi Gerak Lansia Terhadap Strategi Koping Stres Lansia di Panti Jompo Welas Asih Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. The Soedirman Journal of Nursing 4(3):5. 43

10

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO intensitas nyeri tinggi dengan keterbatasan gerak rendah. Asumsi peneliti intensitas nyeri tinggi dapat dapat memperburuk respon psikologis stres lansia hal ini disebabkan serangan nyeri yang selalu muncul secara terus menerus. Hal ini didukung oleh pendaha Rusman46, jika intensitas serangan stres individu tinggi, maka kekuatan fisik dan mental individu mungkin tidak akan mampu mengatasinya. Hal yang sama dikemukakan Dewi47, Nyeri yang dirasakan oleh lansia dapat berdampak pada gangguan pemenuhan aktivitas keseharian, imobilisasi, dan depresi. Nyeri berat memiliki efek fisiologis yang menjurus pada sistem endokrin. Gangguan psikologis pada penderita nyeri osteoarthritis muncul sebagai reaksi rasa sakit (nyeri) dan terjadinya kecacatan fungsional anggota gerak. Pada dasarnya, nyeri akut maupun kronis merupakan stresor berat yang mengaktifkan Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal-Tiroid-Gonad (HPATG) sistem, yang merupakan mekanisme kontrol stres utama tubuh. Sistem ini sering disebut sebagai 'sumbu' karena merupakan sistem tertutup dengan umpan balik hormonal atau kontrol dalam sistem. Sinyal rasa sakit yang mencapai otak pada sistem saraf perifer mengaktifkan tiga hormon melepaskan di hipotalamus. Salah satu dari hormon tersebut adalah Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH) yang dapat meningkatkan produksi kortisol sebagai hormon stres. Peningkatan kortisol menyebabkan respon emosional yang beragam48. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri49. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arthritis Hurts tahun 2010, tentang dampak emosional dari nyeri arthritis, melalui survei online didapatkan 2.263 responden. Hasil survei, saat nyeri arthritis responden memburuk adalah 68% responden merasa tertekan, 81% responden merasa lelah, 50% responden merasa tidak berdaya dan 85% responden merasa orang-orang dekat meraka (keluarga dan kerabat) tidak mengerti rasa sakit yang dialami oleh mereka. Hasil Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Septa Meriana, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tentang hubungan intensitas nyeri dengan stres pasien osteoarthritis di RSUP H. Adam Malik, menunjukkan bahwa terdapat lebih dari setengah responden memiliki intensitas nyeri sedang (73,3%) dan tingkat stres sedang juga (73,3%). Dengan nilai korelasi sebesar 0,480 (p = 0,007) yang menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat kekuatan sedang antara intensitas nyeri dengan stres, dengan arah korelasi positif50. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres memiliki tingkat signifikansi yang sama (p value = 0,007) yang berarti terdapat korelasi bermakna antara kedua variabel. kekuatan korelasi sebesar 0,401 menunjukkan korelasi sedang dengan arah korelasi positif yakni semakin tinggi nyeri osteoarthritis semakin besar respon psikologis stres lansia. Asumsi peneliti kekuatan

46 47 48

Rasmun. Stres, Koping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. CV. Sagung Setyo, Jakarta, 2004. Dewi, S. R., Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 1, Yogyakarta, Deepublish, 2014.

Corwin, E. J., Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2009.

49

Smeltzer, dan Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner dan Suddarth). Edisi Kedelapan. Volume III. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 50 Lumbantoruan, S. M., & Harahap, I. A., Hubungan Intensitas Nyeri dengan Stres Pasien Osteoartritis di RSUP H. Adam. Jurnal Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2(1):1, 2012.

11

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO korelasi sedang disebabkan stimulus, persepsi dan pengalaman nyeri responden yang berbeda. b. Hubungan Stres dengan Nyeri Osteoarthritis (Nyeri Kronik) pada Lansia Pada penelitian ini tidak terbatas membahas hubungan nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres namun juga melihat hubungan respon psikologis stres dengan nyeri osteoarhtiritis pada lansia. Hasil uji statistik hubungan respon psikologis stres dengan nyeri osteoarhtiritis pada lansia menggunakan uji somers‟d menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,378). Asumsi peneliti ini disebabkan respon psikologis stres berupa gejala psikosomatik bukan hanya penentu memburuknya nyeri responden, masih terdapat penyebab lainnya seperti aktivitas berulang, usia, kondisi fisik dan faktor hormon. Pada penelitian ini persentase lansia yang tidak bekerja cukup tinggi sebesar 42,4% (14 lansia). Asumsi peneliti hal ini mengindikasikan lansia memiliki kecenderungan melakukan aktivitas yang berulang setiap hari. Menurut Spriggs51, Tindakan berulang-ulang dapat menempatkan tekanan berlebihan pada sendi. Pekerjaan yang mencakup tindakan berulang tersebut dapat meningkatkan risiko osteaorthritis. Tugas pekerjaan yang berhubungan dengan peningkatan risiko osteaorthritis meliputi: berlutut atau berjongkok selama lebih dari satu jam sehari, pengangkatan, naik tangga, dan berjalan, memiliki risiko osteaorthritis meningkat. Osteoarthritis bersifat kronis yang identik dengan rasa nyeri pada punggung dan lutut, rasa nyeri akan bertambah parah atau berat ketika sendi digerakkan maupun saat menanggung beban52. Hal lain yang menjadi faktor lemahnya kekuatan korelasi respon psikologis stres dengan nyeri osteoarthritis ini kemungkinan disebabkan karena faktor usia. Sebagian besar responden penelitian ini berusia 60-74 tahun dengan persentase 66,7%. Usia erat kaitanya dengan pengausan sendi pada osteoarthritis. saat sendi menjadi aus, tulang akan kehilangan bantalannya dalam melakukan pergerakkan sehingga nyeri akan timbul sebagai efek friksi tulang. Perubahan fisik pada usia lanjut pada sistem muskuloskeletal adalah ukuran sel otot mengecil dan terjadi penurunan masa otot dan lemak53. Asumsi peneliti penurunan masa otot dan lemak sebagai pelindung tulang menjadikan tulang rentan terpapar udara dingin. Menurut Corwin54, nosiseptor atau reseptor nyeri berespon terhadap berbagai stimulus termasuk suhu. Menurut William & Wilkins55 mengatakan nyeri osteoarthritis terjadi saat cuaca berubah (misal, pada musim penghujan) dan di pagi hari penderita osteoarthritis mengalami kekakuan pada sendi penopang tubuh yaitu punggung dan lutut. Faktor lain yang menjadikan kekuatan korelasi lemah antara respon psikologis stres dengan nyeri osteoarthritis ini kemungkinan disebabkan oleh faktor hormon. Konsekuensi perubahan lanjut usia adalah penurunan sekresi hormon reproduksi. Hasil penelitian sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (75,8%). Pada perempuan lanjut usia mengalami siklus terhentinya menstruasi atau fase menopaus yang menjadikan penurunan

51

Spriggs, B.,Causes of and Risk Factors for Osteoarthritis, http://www.healthline.com. 4 April 2015, 2014. Price, A. S., Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Buku Kedokteran, Jakarta, EGC, 2003. 53 Padila, Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Yogyakarta, Nuha Madika, 2013. 54 Corwin, E. J., Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2009. 55 William, L., dan Wilkins, Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. (Penerjemah, Paramita), Jakarta Barat, PT Indeks, 2011. 52

12

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO fungsi hormon estrogen sebagai anti inflamasi sehingga lansia mudah mengalami nyeri osteoarthritis. Sebagian besar lansia pada penelitian ini memiliki gangguan mental berat sebanyak 14 lansia (42,4%) dibuktikan dengan intensitas kecemasan (55,6%), kesedihan (56,0%) dan perasaan tertekan (56,5%). Tumpukan stres psikologis dapat menimbulkan gejala-gejala psikosomatik, yaitu sakit fisik yang disebabkan ketegangan psikis56. Gejala psikosomatik yang berhubungan dengan stres sering tampak lebih parah, meliputi nyeri sendi yang hebat dan disfungsi pada satu sendi atau lebih57. Menurut Wijayakusuma58, rasa nyeri merupakan gejala komplek rematik dapat bertambah buruk dalam keadaan stres, depresi, dan gelisah. Beberapa orang memiliki stres yang tinggi karena sering mengalami stres, sementara beberapa lainnya mengalami kesulitan beradaptasi dengan stres59. Seperti yang dikemukakan Smyrl, tekanan stres yang berkepanjangan terkait dengan kecemasan dan depresi serta kondisi fisik seperti sakit punggung60. Stres merupakan faktor penting dalam perkembangan penyakit individu. Akumulasi stres selama periode waktu tertentu sampai keadaan krisis tercapai memudahkan munculnya gejala seperti marah, kecemasan, kebingungan65. Ketegangan emosional menyebabkan perubahan dalam sistem saraf tubuh. Perubahan ini termasuk penyempitan di pembuluh darah dan pengurangan aliran darah ke berbagai jaringan lunak, termasuk otot, tendon, ligamen, dan saraf di belakang. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen ke daerah serta penumpukan produk limbah biokimia dalam otot. Pada gilirannya, ini menghasilkan ketegangan otot, kejang dan nyeri punggung yang dialami oleh individu61. Saat stres terjadi peningkatan produksi sitokin yang dapat memperberat fase peradangan pada persendian62. Penelitian yang dilakukan oleh Johanna Vriezekolk, et al.63, tentang buruknya psikologis pada pasien terkait inflamasi osteoarthritis dan penyakit rematik. Hasil penelitian menunjukan 69% pasien memiliki distres psikologis yang tetap tinggi meskipun telah dilakukan rehabilitasi. Penelitian lainnya, menilai hubungan antara kesehatan mental dan nyeri osteoarthritis didapat p < 0,001, dan menyimpulkan bahwa memburuknya kesehatan mental memperburuk kambuhnya nyeri osteoarthritis64. Penelitian lainnya, tentang hubungan antara depresi dan gejala fisik didapatkan dari 1.146 pasien yang memenuhi kriteria depresi, 69% melaporkan gejala somatik meliputi nyeri sendi, nyeri anggota badan, sakit punggung, masalah pencernaan, kelelahan, perubahan aktivitas psikomotor, dan perubahan nafsu makan65. Hasil penelitian tentang pengaruh suasana hati terhadap nyeri dan toleransi nyeri pada pasien nyeri punggung kronis, sebuah 56

Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar, Ciganjur, GagasMedia. 2007 Surjono, A., Vade-mecum pediatri (Penerjemah, Syamsi, R. M), Edisi Ketigabelas, Jakarta Buku kedokteran, EGC, 2003. 58 Wijayakusuma, Hembing., Tanaman Obat untuk Penyakit Anak, Jakarta, Pustaka Populer Obor, 2006. 59 Davison, G. C., Neale, dan Kring, Psikologi Abnormal, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada B2. 2006. 60 Smyrl, J. M., Stres Management for Carers, Brentwood, United Kingdom, Chipmunkapublishing, 2010. 61 Deardorff, W. W., How Does stres Cause Back Pain?. http://www.spine-health.com. 19 Mei 2015, 2001. 62 Levenson, J. L., The American Psychiatric Publishing textbook of Psychosomatic Medicine Psychiatric Care of the Medically Ill, Edisi Kedua, Arlington, American Psychiatric Publishing, Inc. 2011. 63 Vriezekolk, J., Eijsbouts, A., Evers, A., Stenger, Frank, Poor Psychological Health Status Among Patients with Inflammatory Rheumatic Diseases and Osteoarthritis in Multidisciplinary Rehabilitation: Need For A Routine Psychological Assessment, Disability and Rehabilitation, Journal of Arthritis. 32 (10):1, 2010. 64 Wise, W., Niu, J., Zhang, Y., Wang, N., Jordan, J., Choy, E., Psychological Factors and Their Relation to Osteoarthritis Pain., Journal by Osteoarthritis Cartilage, 2010. 65 Trivedi, M. H., The Link Between Depression and Physical Symptoms, Psychiatry journal. 6(1):1, 2004. 57

13

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO studi eksperimental menunjukkan bahwa induksi perasaan depresi mengakibatkan penilaian nyeri secara signifikan lebih tinggi dan toleransi nyeri yang lebih rendah, sementara suasana hati bahagia mengakibatkan penilaian nyeri secara signifikan lebih rendah dan toleransi nyeri yang lebih besar66. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel nyeri osteoarthritis dengan respon psikologis stres memiliki tingkat signifikansi (p value = 0,007) yang berarti terdapat korelasi bermakna antara kedua variabel. kekuatan korelasi sebesar 0,378 menunjukkan korelasi lemah dengan arah korelasi positif yakni semakin besar respon psikologis stres semakin tinggi nyeri osteoarthritis lansia. Asumsi peneliti kekuatan korelasi lemah disebabkan selain akibat psikosomatik responden juga disebabkan aktivitas berulang, usia, fisik dan faktor hormon. KESIMPULAN Disimpulkan sebagian besar lansia mengalami nyeri kronik derajat 2 (42,4%) dan gangguan mental berat (42,4%). Hasil statistik didapatkan signifikansi 0,007 pada kedua arah korelasi. Kekuatan korelasi (r) respon psikologis stres sebagai variabel dependen sebesar 0,401 menunjukkan korelasi sedang dan kekuatan korelasi nyeri osteoarthritis sebagai variabel dependen sebesar 0,378 menunjukkan korelasi lemah. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Pemerintah sebaiknya memberikan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang semakin optimal seperti pengadaan dokter dan perawat tetap, serta evaluasi kelayakan ruangan agar lansia tetap mempertahan kualitas hidup yang lebih baik di masa tua. 2. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Gorontalo Perlunya edukasi penanganan nyeri pada penghuni panti berupa kompres hangat, relaksasi napas dalam, dan latihan Range of Motion (jangkauan pergerakkan). sehingga tidak berujung pada respon psikologis stres pada lansia. Selanjutnya perlunya pengembangan kesehatan mental lansia dalam bentuk terapi aktivitas kelompok secara berkala seperti mendengarkan musik, terapi okupasi dan bercocok tanam. 3. Bagi Lansia Bagi lansia sebaiknya secara rutin melakukan Range of Motion (jangkauan pergerakkan) baik sebelum tidur maupun setelah bangun tidur, dan dapat menggunakan teknik kompres hangat dan back massage (pijat punggung) ketika nyeri kambuh. Selanjutnya perlunya melakukan relakasasi secara rutin agar tidak mudah stres seperti mendengarkan musik. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya dilakukaan pada skala subjek yang lebih besar. Pengembangan penelitian ini dapat dilakukan pada ranah respon psikologis yang lain misal fungsi

66

Tang, Salkovskis, , Hodges, Wright, Hanna, Hester, Effects of mood on pain responses and pain tolerance: an experimental study in chronic back pain patients, Journal by Institute of Psychiatry. 138 (2):1, 2010.

14

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

kognitif dan untuk lingkup nyeri osteoarthritis dapat melihat dari aspek lamanya mengidap osteoarthritis. DAFTAR PUSTAKA Ari, I. R., Wayan, G., Juli, E. W. 2012. Back Masage dan Kompres Panas Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Lansia dengan Osteoartritis. Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar. Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. Buletin Lansia. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Lansia. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Chhabra, A., & Isaacs, J. E. 2010. Arthritis and Arthroplasty: The hand, wrist and elbow. Elsevier Inc. Philadelphia,United States. Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Davison, G. C., Neale, dan Kring. 2006. Psikologi Abnormal. PT Raja Grafindo Persada B2. Jakarta. Fishman, S. M., Ballantyne, J. C. 2009. Bonica's Management of Pain. Edisi keempat. Wolters Kluwer Health. Gayatri, 2007. Buku Pintar Cewek Pintar. GagasMedia. Ciganjur. Herdman, H. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Edisi Kesepuluh. Wiley Blackwell. Oxford. Hidayat, A. 2009. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika. Jakarta. Holland, K. 2015. Stages of Osteoarthritis of the Knee. http://www.healthline.com. 25 Maret 2015. IRA. 2013. Osteoarthritis. http://reumatologi.or.id. 20 Februari 2015 Komnas Lansia. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Komisi Nasional Lanjut Usia. Jakarta. Levenson, J. L. 2011. The American Psychiatric Publishing textbook of Psychosomatic Medicine Psychiatric Care of the Medically Ill. Edisi Kedua. American Psychiatric Publishing, Inc. Arlington Lubis, N. L., dan Lasnida. 2009. Dukungan Sosial pada Pasien Kanker, Perlukah. USU Press. Medan.

15

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Lumbantoruan, S. M., & Harahap, I. A. 2012. Hubungan Intensitas Nyeri dengan Stres Pasien Osteoartritis di Rsup H. Adam. Jurnal Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2(1):1. Madara B., Pomarico V. D. 2008. Quick Look Nursing: Pathophysiology. Jones and Barlett Publisher, Inc. Sudbury, Canada. Majumdar S. 2010. Advances in MRI of the Knee for Osteoarthritis. World Scientific Publishing. Singapore. Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika. Jakarta. Olivia, F. 2010. Mengoptimalkan Otak Supaya Awet Muda. PT Elex Media Komputindo. Jakarta Potter, P. A., Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan Praktik. Edisi keempat. Alih Bahasa : Renata Komalasari. EGC. Jakarta: Price, A. S. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Price, S. A., dan Lorraine. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Roy, S. H., Wolf, S. L., & Scalzitti, D. A. 2013. The Rehabilitation Specialist's Handbook. Library of Congress Cataloging in Publication. United States of America. Rozaline, H., dan Sekarindah, T. 2006. Terapi jus buah dan sayur. Puspa Swara. Depok. Surjono, A. 2003. Vade-mecum pediatri (Penerjemah, Syamsi, R. M). Edisi Ketigabelas. Buku kedokteran EGC. Jakarta Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan-Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Tang, Salkovskis, , Hodges, Wright, Hanna, Hester. 2010. Effects of mood on pain responses and pain tolerance: an experimental study in chronic back pain patients. Journal by Institute of Psychiatry. 138 (2):1 Thomas, H. 2010. Geriatric Depression Scale (GDS). http://www.patient.co.uk. 15 Maret 2015.Trivedi, M. H. 2004. The Link Between Depression and Physical Symptoms. Psychiatry journal. 6(1):1 Wise, W., Niu, J., Zhang, Y., Wang, N., Jordan, J., Choy, E. 2010. Psychological Factors and Their Relation to Osteoarthritis Pain. Journal by Osteoarthritis Cartilage. Wijayakusuma, Hembing. 2006. Tanaman Obat untuk Penyakit Anak. Pustaka Populer Obor. Jakarta.

16

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO William, L., dan Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. (Penerjemah, Paramita). PT Indeks. Jakarta Barat.

17