POTENSI SEDUHAN DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) DAN KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) UNTUK PENGENDALIKAN Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT
ANGGUN SASMITA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Seduhan Daun Ceremai (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) dan Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) untuk Pengendalikan Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Anggun Sasmita NIM A34110040
____________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK ANGGUN SASMITA. Potensi Seduhan Daun Ceremai (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) dan Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) untuk Pengendalikan Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat. Dibimbing oleh ABDUL MUNIF. Nematoda puru akar Meloidogyne spp. adalah salah satu penyakit penting pada tanaman tomat. Penggunaan seduhan daun ceremai dan kemiri sunan sebagai nematisida botani adalah salah satu metode alternatif untuk pengendalian nematoda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan dalam mengendalikan Meloidogyne spp. pada tanaman tomat. Daun ceremai dan kemiri sunan dihaluskan dengan pelarut air dan diinkubasi dengan cara aerasi dan tanpa aerasi selama dua minggu dan disaring untuk mendapatkan seduhan daun ceremai dan kemiri sunan. Dalam penelitian ini, masing-masing seduhan diuji pada konsentrasi 10% dan 30% (v/v). Hasil uji fitotoksisitas menunjukkan bahwa seduhan daun ceremai dan kemiri sunan tidak bersifat toksik pada tanaman tomat. Aplikasi seduhan di rumah kaca menunjukkan bahwa seduhan daun ceremai aerasi pada konsentrasi 10% dan daun kemiri sunan tanpa aerasi pada konsentrasi 30% mampu menekan puru hingga 65%. Seduhan daun ceremai dan kemiri sunan mampu meningkatkan bobot basah, bobot kering dan tinggi tanaman tomat. Hasil pengujian in vitro terhadap juvenil Meloidogyne spp. menunjukan bahwa seduhan daun ceremai dan kemiri sunan dapat menyebabkan 10%-24% kematian juvenil setelah 24 jam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seduhan daun ceremai dan kemiri sunan mempunyai efek nematisida terhadap Meloidogyne spp. Kata kunci: aerasi, fitotoksisitas, nematisida botani, Meloidogyne spp., tomat
ABSTRACT ANGGUN SASMITA. The Potency of Leaves Infusion of Tahitian Gooseberry Tree (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) and Philippine Tung (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) to Control Meloidogyne spp. on Tomato Plant. Supervised by ABDUL MUNIF. Root knot nematode Meloidogyne spp. is one of the important diseases on tomato. Utilization of leaves infusion tahitian gooseberry tree and philippine tung tree as botanical nematicides is one of alternative methods for controlling nematodes. The objective of this research was to evaluate the potency of leaves infusion of tahitian gooseberry tree and philippine tung tree to control Meloidogyne spp. on tomato plants. Leaves of these plant were blended with solvent water and incubated with and without aeration for two weeks and filtered to obtain leaves infusion of tahitian gooseberry tree and philippine tung. In this research, each infusion were tested at concentrations of 10% and 30% (v/v). Phytotoxicity test showed these infusions were not toxic on tomato plants. Applications in greenhouse showed that leaves infusion of tahitian gooseberry tree by aeration concentration of 10% and philippine tung without aeration at concentration of 30% were able to suppress root knot up to 65%. Infusion of leaves of tahitian gooseberry tree and philippine tung were able to increase wet weight, dry weight and high plants of tomato. In vitro test to juvenil of Meloidogyne spp. showed that these infusions may caused 10-24% mortality of juvenile after 24 hours. Results of this research indicated that leaves infusion of tahitian gooseberry tree and philippine tung tree have nematicidal effect to Meloidogyne spp. Keywords: aeration, botanical nematicides, Meloidogyne spp., phytotoxicity, tomato
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
1
POTENSI SEDUHAN DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) DAN KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) UNTUK PENGENDALIKAN Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT
ANGGUN SASMITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
4
5
PRAKATA Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Potensi Seduhan Daun Ceremai (Phyllanthus acidus [L.] Skeels) dan Daun Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) untuk Pengendalian Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat”. Tugas akhir Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Abdul Munif, MSc.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugeng Santoso M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Di samping itu, ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Ayuk dan adik-adik yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya yang tulus kepada penulis. Terimakasih juga kepada teman-teman satu bimbingan yaitu Nurul Fauzi dan Kak Vera Rachmawati, teman-teman satu kosan Arsida 1 yaitu Selvia Wulan hajijah, Yusriah K, Geubrina Maghfirah dan Elvira Rachmawati dan teman-teman PTN 48 yaitu Pipit Ernawati, Euis Marlina, Mutia Ayu P, Pipih Nurparidah, Listihani, Phor Bho Ayuwati, Siti Rizkah Sagala dan teman-teman semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu serta kakak-kakak Laboratorim Nematologi dan pihak lain yang mendukung terlaksananya tugas akhir penulis. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2016 Anggun Sasmita
6
7
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penyiapan Bahan Percobaan Penyiapan Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Ekstraksi Nematoda dari Sampel Akar Uji Fitotoksisitas Uji In Vivo Uji In Vitro Isolasi Cendawan dan Bakteri dari Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Rancangan Percobaan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi pengambilan sampel dan Morfologi Tanaman Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Uji Fitotoksisitas Hasil Pengujian In Vivo Hasil Pengujian In Vitro Kelimpahan dan Keragaman Cendawan dan Bakteri KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 6 6 6 7 8 10 12 13 13 13 14 17 21
8
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Hasil pengukuran pH dan warna seduhan daun ceremai dan kemiri sunan Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap fitotoksisitas Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap jumlah puru akar pada tanaman tomat Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap tinggi tanaman tomat Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap persentase kematian J2 Meloidogyne spp. Hasil isolasi cendawan dan bakteri dari seduhan daun ceremai dan kemiri sunan
7 8 8 9 10 11 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Tanaman ceremai Tanaman kemiri sunan Contoh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan Akar tanaman tomat oleh beberapa perlakuan seduhan
6 6 7 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil analisis sidik ragam jumlah puru per gram akar Hasil analisis sidik ragam berat basa tajuk Hasil analisis sidik ragam berat basa akar Hasil analis sidik ragam berat kering tajuk Hasil analisis sidik ragam berat kering akar Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap fitotoksisitas tanaman tomat Pengaruh seduhan daun ceremai terhadap fitotoksisitas tanaman tomat Pengaruh seduhan daun kemiri sunan terhadap fitotoksisitas tanaman tomat
18 18 18 18 19 19 20 20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tanaman semusim yang berasal dari Amerika Latin lebih tepatnya di Peru. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa pada awal abad ke 16, sedangkan penyebarannya ke benua Asia dimulai dari Filipina melewati jalur Amerika Selatan (Trisnawati dan Setiawan 1994). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, minuman, dan sebagai bahan baku industri misalnya dibuat saus, bahan pewarna makanan, dan kosmetik. Tomat juga sebagai sumber gizi. Nilai gizi setiap 100 gram buah tomat masak mengandung 20 kalori, 1 g protein, 0.3 g lemak, 4.2 g karbohidrat, 1500 SI (satuan internasional) vitamin A, 0.06 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg kalsium, 26 mg fosfor, 0.5 mg besi, dan 94 g air (Cahyono 2008). Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan kualitas dan kuantitas buahnya (Hanindita 2008). Berdasarkan data produksi tanaman sayuran di Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS 2015), pada tahun 2014 produktivitas tomat adalah sebesar 15.52 ton/ha. Produktivitas tomat tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 16.61 ton/ha. Salah satu kendala yang dihadapi dalam meningkatkan produktivitas tomat adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Patogen yang menyerang tanaman tomat salah satunya adalah nematoda puru akar (NPA) yang disebabkan Meloidogyne spp. Nematoda puru akar merupakan salah satu patogen penting pada tanaman sayuran. Kehilangan hasil pada tanaman tomat akibat serangan nematoda di daerah tropis berkisar 24% sampai 38% (Luc et al. 1995). Tanaman tomat yang terserang Meloidogyne spp. akan lebih rentan terinfeksi patogen lain seperti Fusarium oxysporum dan Ralstonia solanacearum (Agrios 2005). Serangan NPA mengakibatkan kerusakan pada akar, penyerapan unsur hara terhambat sehingga akar lebih sedikit, tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis, layu dan berguguran, sementara pada serangan yang parah tanaman akan mati (Taylor dan Sasser 1987). Upaya untuk mengurangi kerugian akibat infeksi Meloidogyne spp. telah banyak dilakukan antara lain dengan pergiliran tanaman, penggenangan air dan penggunaan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik yang kurang bijaksana dapat merugikan terhadap lingkungan (Kardinan 2002). Oleh karena itu, pestisida nabati merupakan salah satu alternatif pengendalian Meloidogyne spp. karena sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta aman bagi manusia dan hewan (Asmaliyah et al. 2010). Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan mengandung bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Lebih dari 2400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida (Kardinan 2002). Ceremai “Tahitian gooseberry tree” (Euphorbiaceae) merupakan salah satu tanaman Genus Phyllanthus. Sebagian besar anggota dari genus ini telah diketahui sebagai tanaman obat (Hariyani et al. 2013). Uji fitokimia menunjukkan bahwa
2 daun ceremai mengandung senyawa flavonoid, tannin dan saponin. Senyawasenyawa yang terkandung dalam ekstrak daun ceremai mempunyai efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypty (Pratiwi et al. 2013) dan larva Anopheles aconitus (Nirmawati 2010). Pengujian secara in vitro membuktikan bahwa daun ceremai memiliki efektivitas sebagai antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi (Lestari 2013). Kemiri sunan “Philippine tung” (Euphorbiaceae) adalah tanaman yang sangat potensial sebagai penghasil minyak nabati (Heyne 1987). Tanaman ini jarang terserang hama dan penyakit karena adanya kandungan zat beracun yang terdapat pada hampir seluruh tanaman kemiri sunan (Balitbang Pertanian 2009). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan untuk mengendalikan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) serta mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman tomat. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan dalam mengendalikan penyakit khususnya puru akar yang disebabkan oleh nematoda puru akar Meloidogyne spp. pada tanaman tomat dan pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan rumah kaca SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology) Tajur, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2015. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, mikropipet, pH meter, saringan 50, 100, 500 mesh, blender, tabung Erlenmayer, tabung reaksi, cawan petri, cawan Syracaus, gunting, tip, wadah plastik, aerator, vortex, bunsen, autoklaf, tray dan polybag. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat, tanah, pupuk kandang, pasir, akar tomat yang terinfeksi Meloidogyne spp., daun ceremai, daun kemiri sunan, air steril, potato dextrose agar, trypticase soy agar, Chloramfenikol, alkohol 70% dan aluminium foil. Penyiapan Bahan percobaan Pembuatan Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Daun ceremai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Babakan, Desa Purwasari dan Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Daun kemiri sunan diperoleh dari tanaman kemiri sunan di kebun YAPIPI (Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia) Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Daun ceremai dan kemiri sunan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 kg kemudian ditambahkan air sebanyak 4 liter dan dihaluskan. Daun ceremai dan kemiri sunan yang telah dihaluskan dipindahkan ke dalam wadah plastik dan ditutup rapat. Seduhan daun ceremai dan kemiri sunan selanjutnya diinkubasi selama dua minggu dengan perlakuan aerasi dan tanpa aerasi dengan menggunakan aerator. Ada empat jenis seduhan yang diperoleh yaitu: seduhan daun ceremai tanpa aerasi, seduhan daun ceremai aerasi, seduhan daun kemiri sunan tanpa aerasi dan seduhan daun kemiri sunan aerasi. Setelah dua minggu seduhan tersebut disaring untuk mendapatkan hasil seduhan yang bersih. Hasil seduhan daun ceremai dan kemiri sunan siap digunakan untuk pengujian selanjutnya (Aminudi 2013). Ekstraksi Nematoda dari Sampel Akar Nematoda diekstraksi dari sampel akar dengan menggunakan metode pengabutan (mistifier). Inokulum Meloidogyne spp. diperoleh dari akar tanaman tomat yang terinfeksi Meloidogyne spp. di kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Akar tanaman tomat tersebut dicuci dan dipotong-potong (± 1 cm), kemudian dimasukkan pada saringan 100 mesh. Saringan yang berisi potongan akar tomat diletakkan di atas corong yang di bawahnya terdapat wadah plastik penampung suspensi nematoda dan disimpan di dalam mist chambers selama 48 jam. Suspensi nematoda juvenil instar-2 (J2) yang didapat
4 disaring dengan saringan 500 mesh. Suspensi nematoda siap digunakan untuk pengujian In Vivo dan In Vitro. Metode Pengujian Uji Fitotoksisitas Uji fitotoksisitas dilakukan untuk melihat pengaruh fitotoksik seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap tanaman tomat. Tanaman tomat yang digunakan adalah varietas Delenna. Benih tomat disemai di tray hingga berumur dua minggu kemudian di pindahtanam ke polybag (satu bibit per polybag). Polybag yang digunakan berukuran 15 cm x 10 cm yang telah diisi dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Tanaman tomat tersebut kemudian diberi perlakuan penyiraman seduhan daun ceremai dan kemiri sunan sebanyak 100 ml pada tanah. Konsentrasi yang diuji adalah konsentrasi 10%, 30% dan 50% (v/v). Jumlah total perlakuan seluruhnya terdiri atas 13 perlakuan termasuk kontrol dengan empat ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah tanaman yang menunjukkan gejala fitotoksik (layu, kerdil dan mati), tinggi tanaman dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama tiga minggu setelah perlakuan. Uji In Vivo Benih tanaman tomat varietas Delenna disemai di tray hingga berumur dua minggu kemudian dipindahtanam ke polybag (satu bibit per polybag). Polybag yang digunakan berukuran 30 cm x 30 cm yang telah diisi dengan tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 4 : 2 : 1. Tanaman tomat tersebut kemudian diberi perlakuan penyiraman seduhan daun ceremai dan kemiri sunan sebanyak 100 ml pada tanah. Konsentrasi yang diuji adalah konsentrasi 10% dan 30% (v/v). Setelah satu minggu kemudian tanaman tomat diinokulasi dengan nematoda Meloidogyne spp. sebanyak 500 ekor pada setiap polybag. Minggu ke dua setelah perlakuan tanaman tomat disiram kembali dengan seduhan ceremai maupun kemiri sunan sebanyak 200 ml pada setiap polybag. Jumlah perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari sembilan perlakuan termasuk kontrol dengan lima ulangan. Setelah lima minggu dari perlakuan dilakukan pengamatan berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, berat kering akar, panjang akar dan jumlah puru. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap minggu selama lima minggu setelah perlakuan. Tingkat efikasi (TE) dihitung menggunakan rumus Abbott (1925): TE =
Pa kontrol − Pa perlakuan × 100% Pa kontrol
Pa = jumlah puru/gram akar Kategori tingkat efikasi (Abbott 1925): sangat efektif (TE ≥ 95%), efektif (75% ≤ TE < 95%), cukup efektif (60% ≤ TE <75%), agak efektif (40% ≤ TE < 60%), kurang efektif (25% ≤ TE < 40%) dan tidak efektif (TE < 25%).
5 Uji In Vitro Pengujian in vitro bertujuan mengetahui pengaruh nematisidal seduhan ceremai dan kemiri sunan terhadap Meloidogyne spp. Sebanyak 1 ml suspensi nematoda Meloidogyne spp. yang berisi sekitar 150 ekor nematoda dan 4 ml seduhan ceremai dan kemiri sunan dengan konsentrasi 10%, 30% dan 50% (v/v) dimasukkan ke dalam cawan syracause. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah nematoda yang mati pada 24 jam setelah perlakuan. Isolasi Cendawan dan Bakteri dari Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Penumbuhan mikroorganisme bertujuan mengetahui kelimpahan dan keragaman mikroorganisme dari setiap seduhan. Seduhan ceremai maupun kemiri sunan diencerkan pada tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-5. Pengenceran 10-4 dan 10-5 masing-masing diambil 0.1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu disebarkan pada media tryptic soybean agar (TSA) untuk bakteri dan potato dextrose agar (PDA) untuk cendawan. Media PDA tersebut telah ditambah antibiotik Cloramfenicol untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pengamatan dan penghitungan bakteri dilakukan setelah dua hari inkubasi sedangkan cendawan dilakukan setelah tujuh hari inkubasi. Pengamatan koloni bakteri meliputi bentuk, tepian, elevasi dan warna sedangkan cendawan berdasarkan warna koloni. Jumlah koloni total dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah koloni (cfu/ml) =
jumlah koloni tunggal / faktor pengenceran volume yang disebar (ml)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Office Excel 2013 dan analisis sidik ragam menggunakan SAS 9.1.3. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf α = 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengambilan Sampel dan Morfologi Tanaman Pengambilan sampel daun ceremai dilakukan pada tiga lokasi yaitu Desa Babakan, Desa Purwasari dan Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (Gambar 1). Daun tanaman ceremai atau Phyllanthus acidus memiliki panjang berkisar antara 2 sampai 7 cm dan lebarnya berkisar antara 1.5 sampai 4 cm dengan warna hijau muda. Tanaman ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India. Tanaman ini memiliki habitus berupa pohon kecil dengan tinggi mencapai 10 m. Tanaman ceremai mampu bertahan hidup dengan baik pada kondisi kekurangan maupun kelebihan air (Dalimartha 1999). Tanaman ceremai pada ketiga lokasi pengambilan sampel ditanam di halaman rumah tanpa dilakukan pemeliharaan. Sampel daun kemiri sunan diperoleh dari tanaman kemiri sunan di kebun YAPIPI (Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia) Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (Gambar 2). Daun tanaman kemiri sunan atau Reutalis trisperma memiliki panjang berkisar 14-21 cm dan lebarnya berkisar 13-20 cm tergantung umur tanaman, letak daun dan varietasnya (Luntungan et al. 2009). Tanaman kemiri sunan merupakan tanaman yang berasal dari Filipina. Tanaman ini memiliki habitus berupa pohon dengan bentuk kanopi memayung atau silindris dengan tinggi mencapai 15-20 m. Tanaman kemiri sunan mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai tipe tanah dan tumbuh baik pada ketinggian rendah sampai 1.000 m dpl (Heyne 1987).
Gambar 1 Tanaman ceremai
Gambar 2 Tanaman kemiri sunan
Seduhan Daun Ceremai dan Kemiri Sunan Seduhan daun ceremai dan daun kemiri sunan yang diinkubasi selama dua minggu dengan cara aerasi dan tanpa aerasi menunjukkan perbedaan warna dan pH. Perlakuan dengan aerasi menyebabkan warna seduhan menjadi lebih pekat dibandingkan perlakuan tanpa aerasi. Seduhan ceremai tanpa aerasi memiliki warna jingga kekuningan sedangkan ceremai aerasi memiliki warna jingga tua. Seduhan kemiri sunan tanpa aerasi memiliki warna cokelat tua sedangkan kemiri sunan
7 aerasi memiliki warna hitam (Gambar 3). Perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa adanya reaksi biokomia pada medium tersebut. Reaksi biokimia yang terjadi disebabkan adanya metabolisme bakteri untuk mendegradasi substrat dalam medium (Hidayah 2007). Pengukuran pH pada seduhan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Seduhan ceremai dan kemiri sunan tanpa aerasi memiliki pH lebih rendah dibandingkan seduhan aerasi (Tabel 1). Seduhan ceremai dan kemiri sunan tanpa aerasi memiliki pH yang bersifat asam yaitu 5.3 dan 5.8 sedangkan aerasi menghasilkan pH seduhan yang netral dan basa yaitu 7.1 dan 8.3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kannangara et al. (2006) yang menyatakan kondisi pH pada pembuatan teh kompos tanpa aerasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan teh kompos dengan perlakuan aerasi.
a
b
c
d
Gambar 3 Contoh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan (a) seduhan daun ceremai aerasi, (b) seduhan daun ceremai tanpa aerasi, (c) seduhan daun kemiri sunan aerasi, (d) seduhan daun kemiri sunan tanpa aerasi Tabel 1 Hasil pengukuran pH dan warna seduhan daun ceremai dan kemiri sunan Jenis seduhan pH Warna Ceremai tanpa aerasi 5.3 Jingga kekuningan Ceremai aerasi 8.3 Jingga tua Kemiri sunan tanpa aerasi 5.8 Cokelat tua Kemiri sunan aerasi 7.1 Hitam Uji Fitotoksisitas Aplikasi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan sebagai nematisida nabati di lapangan tidak hanya berpengaruh terhadap nematoda tetapi juga pada tanaman. Efek merusak pada tanaman yang terpapar akibat pemberian pestisida disebut fitotoksisitas (Prijono 2005). Efek fitotoksik terlihat dengan gejala seperti keracunan (layu, kerdil dan mati). Hasil pengamatan menunjukkan semua tanaman tomat yang diberi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan pada tiga tingkat konsentrasi yaitu 10%, 30% dan 50% tidak menunjukkan gejala fitotoksik seperti layu, kerdil dan mati. (Tabel 2). Gejala layu dapat terlihat dari bagian daun dan batang tanaman seperti kekeringan, gejala layu biasanya diikuti dengan kematian tanaman. Gejala kerdil dapat terlihat dari pertumbuhan tanaman yang terhambat ditandai dengan ukuran panjang tajuk tanaman uji yang jauh lebih kecil dibandingkan tanaman kontrol.
8 Tabel 2 Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap fitotoksisitas Gejala fitotoksik Perlakuan Konsentrasi Layu (%) Kerdil (%) Mati (%) Ceremai tanpa aerasi 10 0 0 0 30 0 0 0 50 0 0 0 Ceremai aerasi 10 0 0 0 30 0 0 0 50 0 0 0 Kemiri sunan tanpa aerasi 10 0 0 0 30 0 0 0 50 0 0 0 Kemiri sunan aerasi 10 0 0 0 30 0 0 0 50 0 0 0 Kontrol 0 0 0 0 Hasil Pengujian In Vivo Aplikasi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan dapat menekan jumlah puru akar yang disebabkan Meloidogyne spp. dengan tingkat efikasi (TE) yang beragam (Tabel 3). Berdasarkan kriteria efikasi yang dikemukakan oleh Abbott (1925), perlakuan seduhan ceremai dan kemiri sunan dengan tingkat efikasi cukup efektif adalah ceremai aerasi pada konsentrasi 10% dan kemiri sunan tanpa aerasi pada konsentrasi 30%. Secara keseluruhan aplikasi seduhan ceremai menghasilkan tingkat efikasi yang sama yaitu tergolong agak efektif terhadap penekanan puru antar konsentrasi. Perlakuan seduhan kemiri sunan menghasilkan tingkat efikasi terhadap penekanan puru yang beragam antar konsentrasi. Seduhan kemiri sunan yang tergolong agak efektif adalah seduhan kemiri sunan aerasi konsentrasi 10%. Seduhan yang tergolong kurang efektif adalah kemiri sunan aerasi konsentrasi 30% dan yang tergolong tidak efektif adalah kemiri sunan tanpa aerasi konsentrasi 10% (Tabel 3). Tabel 3 Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap jumlah puru akar pada tanaman tomat Konsentrasi Jumlah puru Penekanan Jenis seduhan (%) (per gram akar)a (%)b Ceremai tanpa aerasi 10 17.3abc 46.9 30 15.1bc 53.6 Ceremai aerasi 10 11.2c 65.6 30 15.3bc 52.8 Kemiri sunan tanpa aerasi 10 28.5ab 12.5 30 12.1c 62.9 Kemiri sunan aerasi 10 13.1bc 59.6 30 22.2abc 31.7 Kontrol 0 32.6a 0.0 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf 5%; bTingkat efikasi terhadap kontrol. a
9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa seduhan ceremai lebih berpotensi sebagai nematisida nabati dibandingkan seduhan kemiri sunan dilihat dari kemampuannya dalam menekan puru akar yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. pada tanaman tomat. Tabel 4 Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar Berat basah Berat kering Konsentrasi Jenis seduhan (%) Tajuk (g)a Akar (g)a Tajuk (g)a Akar (g)a Ceremai tanpa aerasi 10 50.7abc 2.3abc 4.1abc 0.2ab 30 54.3abc 2.3 abc 4.3abc 0.2ab Ceremai aerasi 10 75.3a 3.2 a 6.2a 0.3a 30 64.4ab 2.4 abc 5.1ab 0.2ab Kemiri sunan tanpa 10 39.6abc 1.7 bc 3.5abc 0.2ab aerasi 30 51.8abc 1.8 bc 3.7abc 0.2ab Kemiri sunan aerasi 10 71.1a 2.5 ab 6.4a 0.3a 30 33.1bc 1.4 bc 2.9bc 0.1b Kontrol 0 22.0c 1.2 c 1.7c 0.1b Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf 5%. a
Aplikasi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan dapat meningkatkan bobot tajuk dan akar tanaman tomat (Tabel 4). Hasil pengujian menunjukkan bobot tajuk dan akar pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Bobot tajuk dan akar pada perlakuan seduhan ceremai aerasi konsentrasi 10% dan kemiri sunan aerasi konsentrasi 10% lebih tinggi daripada perlakuan lainnya (Gambar 4). 10%
10%
30%
30%
b
a 10%
30%
c
10%
30%
d
e
Gambar 4 Akar tanaman tomat oleh beberapa perlakuan seduhan (a) ceremai tanpa aerasi konsentrasi 10% dan 30%, (b) ceremai aerasi konsentrasi 10% dan 30%, (c) kemiri sunan tanpa aerasi konsentrasi 10% dan 30%, (d) kemiri sunan aerasi konsentrasi 10% dan 30% dan (e) kontrol
10 Aplikasi seduhan daun ceremai dan kemiri sunan juga berpengaruh terhadap tinggi tanaman (Tabel 5). Pertumbuhan tanaman tomat setiap minggunya mengalami peningkatan sampai pengamatan terakhir minggu ke lima. Tinggi tanaman perlakuan lebih tinggi daripada kontrol. Tinggi tanaman pada perlakuan seduhan ceremai tanpa aerasi konsentrasi 30%, seduhan ceremai aerasi konsentrasi 10% dan kemiri sunan aerasi konsentrasi 10% pada minggu ke 3, 4 dan 5 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Bahan organik dan mikroorganisme pada seduhan diduga berperan penting dalam meningkatkan bobot dan tinggi tanaman. Peran bahan organik berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, bologis dan sifat kimia tanah. Penambahan bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungi dan bakteri tanah (Badriyah 2007). Hal ini menunjukkan bahwa seduhan daun ceremai dan kemiri sunan mengandung bahan organik dan mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Tabel 5 Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap tinggi tanaman tomat Konsentrasi Tinggi tanaman setelah perlakuan pada (%) minggu ke-a (cm) Perlakuan 1 2 3 4 5 Ceremai tanpa aerasi 10 6.7a 11.6ab 20.8a 35.6a 51.5 abc 30 6.9a 12.5ab 22.2a 39.7a 59.0 a Ceremai aerasi 10 7.2a 12.8ab 21.6a 37.8a 58.3 a 30 7.1a 12.9a 21.0a 36.9a 55.1 ab Kemiri sunan tanpa 10 7.5a 13.2a 20.2a 32.7a 42.2 bc aerasi 30 7.0a 12.8ab 21.2a 36.9a 50.9 abc Kemiri sunan aerasi 10 7.0a 12.7ab 22.3a 39.0a 60.2 a 30 7.1a 12.6ab 19.7a 34.9a 46.7 abc Kontrol 0 5.0b 10.0b 17.5a 29.4a 37.9 c Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf 5%. a
Hasil Pengujian In Vitro Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa perlakuan seduhan ceremai dan kemiri sunan dengan tiga tingkat konsentrasi menyebabkan persentase kematian J2 Meloidogyne spp. yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Seduhan ceremai tanpa aerasi pada konsentrasi 30% dan seduhan ceremai aerasi pada konsentrasi 10% mampu mematikan nematoda lebih tinggi dibandingkan konsentrasi uji lainnya. Persentase kematian J2 Meloidogyne spp. pada seduhan kemiri sunan tanpa aerasi dan kemiri sunan aerasi antar konsentrasi tidak berbeda nyata. Presentase kematian dan penekanan serangan nematoda yang terjadi menunjukkan bahwa daun ceremai dan kemiri sunan mengandung senyawa aktif yang dapat membunuh nematoda. Uji fitokimia daun ceremai menunjukkan bahwa daun ceremai mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin (Pratiwi et al. 2013). Analisis fisikokimia kemiri sunan menyebutkan bahwa kandungan minyak yang terdapat dalam kernel mencapai 50-60%, dengan komposisi asam lemak terdiri atas asam stearat 9%, asam palmitat 10%, asam oleat 12%, asam linoleat 19% dan asam α-oleostearic 50% (Sudrajat 1983). Kandungan asam α-oleostearic
11 yang mencapai 50% yang menyebabkan biji kemiri sunan sangat beracun, sehingga tidak dapat dikonsumsi (Herman et al. 2009). Laporan kandungan fitokimia pada daun kemiri sunan sampai saat ini belum ada. Hal ini diduga bahwa daun kemiri sunan memiliki kandungan senyawa yang hampir sama dengan daun kemiri sayur (Aleurites moluccana) berdasarkan kekerabatannya. Skrining fitokimia pada ekstrak metanol daun Aleurites moluccana menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, sterol, asam amino dan karbohidrat (Niazi et al. 2010) Tabel 6 Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap persentase kematian J2 Meloidogyne spp. Persentase kematian pada 24 JSPa (%) Konsentrasi Kemiri Ceremai tanpa Ceremai Kemiri sunan (%) sunan tanpa aerasib aerasib aerasib aerasib 10 10.1b 16.5a 20.9a 16.0a 30 17.2a 10.7b 17.4a 14.6a 50 10.7b 12.8ab 21.7a 24.4a 0 (kontrol) 7.1b 4.8b 7.8b 4.9b JSP = jam setelah perlakuan. bAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
a
Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional. Penelitian farmakologi terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Geissman 1962). Salah satu golongan senyawa flavonoid pada daun ceremai adalah Flavonol (Ariesti et al. 2014). Flavonol dapat bekerja sebagai senyawa penolak (repellent) dan dalam bentuk terdegradasi dapat menghambat motilitas pada nematoda (Ntalli dan Caboni 2012). Tanin adalah senyawa polifenol dengan struktur yang beragam yang berlimpah ditemukan pada tanaman (Wina 2011). Mekanisme tanin dalam mempengaruhi nematoda parasit adalah dengan menghambat sistem enzimatik pada nematoda dan mempengaruhi struktur protein penyusun sel. Senyawa tanin mampu melarutkan protein dalam kulit telur nematoda sehingga menyebabkan gagalnya pembentukan embrio dan penetasan telur (Lopez et al. 2005) Saponin bersifat sebagai surfaktan yang mempunyai struktur bipolar yaitu di dalam molekulnya terdapat bagian yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat menyatukan senyawa nonpolar dan senyawa polar, termasuk mengikat lapisan lemak dalam air (Syahroni dan Prijono 2013). Saponin berinteraksi dengan membran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga permeabilitas membran sel meningkat (Tekeli et al. 2007). Jika saponin masuk ke dalam tubuh nematoda dengan cara difusi melalui dinding tubuh, senyawa tersebut akan merusak membran berbagai sel nematoda sehingga terjadi kebocoran sel dan lambat laun nematoda akan mati (Wati 2015).
12 Kelimpahan dan Keragaman Cendawan dan Bakteri Hasil isolasi cendawan dan bakteri pada seduhan ceremai dan kemiri sunan secara keseluruhan menunjukkan bahwa perlakuan dengan aerasi memiliki tingkat kelimpahan dan keragaman cendawan dan bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa aerasi (Tabel 7). Hal ini terjadi karena pada perlakuan seduhan aerasi tersedia oksigen yang cukup untuk perkembangbiakan mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob berperan dalam mempercepat pemanfaatan asam-asam organik dengan merombak unsur-unsur terikat menjadi ion yang mudah diserap oleh tanaman (Junus et al. 2014). Tabel 7 Hasil isolasi cendawan dan bakteri dari seduhan daun ceremai dan kemiri sunan Jenis seduhan Ceremai tanpa aerasi Ceremai aerasi Kemiri sunan tanpa aerasi Kemiri sunan aerasi
Cendawan (7 hari) Kelimpahan Jenis (cfu/ml)a 5.2 x 104 1 4 3.3 x 10 2 4 1.0 x 10 1
Bakteri (2 hari) Kelimpahan Jenis (cfu/ml)a 1.7 x 106 4 6 2.7 x 10 6 6 5.0 x 10 5 6 9.0 x 10 6
Hasil pengukuran pH seduhan aerasi memiliki pH mendekati netral, pH tersebut merupakan kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan bakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian Pelczar dan Chan (2006) bahwa pH optimum untuk perkembangbiakan bakteri berkisar antara 6.5 dan 7.5. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam seduhan daun ceremai dan kemiri sunan yang diinkubasi selama dua minggu memungkinkan beberapa cendawan dan bakteri masih dapat bertahan. Hasil ini juga menunjukkan kelimpahan populasi bakteri dari seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan populasi cendawan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Seduhan daun ceremai dan kemiri sunan mempunyai potensi untuk pengendalikan nematoda puru akar Meloidogyne spp. dengan tingkat penekanan puru mencapai 65% pada tanaman tomat. Seduhan ini mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman tomat dan tidak menyebabkan fitotoksik. Seduhan dengan perlakuan aerasi menunjukkan pertumbuhan cendawan dan bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan seduhan tanpa aerasi. Saran Perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut mengenai aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada seduhan ceremai dan kemiri sunan. Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang terkandung dalam daun ceremai dan kemiri sunan yang bersifat nematisida.
DAFTAR PUSTAKA Abbot W.S. 1925. A Method of Computing the Effectiveness of Incesticide. J.Econ. Entomol. 18:265:267. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. San Diago (US): Elsevier academic Press. Aminudi. 2013. Potensi seduhan limbah baglog jamur tiram (Pleurotus ostreatus) untuk pengendalian Meloidogyne spp. pada tanaman tomat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ariesti ND, Karminingtyas SR, Sunaringtyas J. 2014. The effect of ceremai (phyllanthus acidus (l.) skeels.) leaves extract toward o titter widal and temperature of balb/c mice infected by salmonella typhi [skripsi]. Semarang(ID): Stikes Ngudu Waluyo Ungaran. Asmaliyah, H Wati EE, Utami S, Mulyadi K, Yudhistira, Sari FW. 2010. Pengenalan tumbuhan penghasil pestisida nabati dan pemanfaatannya secara tradisional. Litbang Produktivitas Hutan. Badriyah K. 2007. Pengaruh penambahan pupuk hijau dan masa inkubasi terhadap jumlah mikroba tanah [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Malang. [Balitbang Pertanian] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN). Bogor (ID): IPB Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015 Produktivitas tomat menurut Provinsi, 20102014 [Internet]. [diunduh 2015 September 2 ]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ATAP2014-HORTI-pdf/307-Prodtv-Tomat.pdf. Cahyono B. 2008. Tomat Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius. Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Depok (ID): Trubus Agriwidya. Geissman. 1962. The Chemistry of Flavonoid Compounds. New York (US): The Macmillan. Hanindita N. 2008. Analisis ekspor tomat segar Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hariyani TD, Suranto, Purwanto E. 2013. Studi variasi anatomi dan kandungan flavonoid lima spesies anggota genus phyllanthus. EL-VIVO. 1(1):1-14. Herman M, Heryana N, Supriadi H. 2009. Kemiri sunan penghasil biodiesel solusi masalah energi masa depan: Prospek kemiri sunan sebagai penghasil minyak nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Hal 5-13. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Jakarta (ID): Badan Litbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Hidayah N. 2007. Pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob penghasil gas hidrogen pada medium limbah organik, ditinjau dari parameter pH dan cahaya [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Junus M, Widodo AS, Suprapto W, Zamrudy W. 2014. Peranan aerasi dan silika serta lama pemeraman terhadap kandungan pupuk cair lumpur organik unit gas bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (1):82 – 92.
15 Kannangara T, Forge T, Dang B. 2006. Effects of aeration, molases, kelp, compost type, and carrot juice on the growth of Esherichia Coli in compost teas. Compost Science and Utilizations. 4(1):40-47. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Lestari PF. 2013. Uji efektivitas ekstrak daun ceremai (Phyllantus acidus (L.) Skeels) sebagai antimikroba terhadap bakteri Salmonella thypi secara in vitro [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Lopes J, Ibarra F, Canto GJ, Vasquez CG, Tejada ZI, Shimada A. 2005. In vitro effect of condensed tannins from tropical fodder crops againts eggs and larvae of the nematode Haemonchus contortus. Journal of Food, Agriculture and Environment. 3(2):191-194. Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. Wallingford: CAB International. Luntungan HT, Herman M, Hadad M. 2009. Bunga rampai Kemiri Sunan Penghasil Biodiesel, Solusi Masalah energi masa depan. Bahan tanaman dan Teknik budi daya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Hal 45-54. Niazi J, Gupta V, Chakarborty P, Kumar P. 2010. Anti-inflammatory and antipyretic activity of aleuritis moluccana leaves. Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 3(1):35-37. Nirmawati K. 2010. Efek ekstrak daun ceremai (Phylanthus acidus [L] Skeels) terhadap kematian larva Anopheles aconitus In vitro [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Ntalli NG, Caboni P. 2012. Botanical Nematicides: A Review. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 60(40):9929-9940.doi:10.1021/jf303107j. Pelczar MJ, Chan ESC. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Depok (ID): UI Press. Pratiwi YC, Haryono T, Rahayu YS. 2013. Efektivitas ekstrak daun ceremai ( Phyllanthus acidus) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti. LenteraBio [internet].[diunduh 2015 Sept 10]; 2(3):197-201. Tersedia pada: http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/. Prijono D. 2005. Pengembangan dan pemanfaatan insektisida botani. Di dalam: Bahan pelatihan singkat pengembangan agen hayati dan insektisida botani. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sudrajat. 1983. Sifat fisiko kimia hasil hutan ikutan. bagian I. Laporan No. 164. Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Syahroni YY, Prijono D. 2013. Aktivitas insektisida ekstrak buah Piper aduncum L. (Piperaceae) dan Sapindus rarak DC. (Sapindaceae) serta campurannya terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). Journal Entomologi Indonesia. 10(1):39-50. Taylor AI, Sasser JN. 1978. Biology, Identification on Control of RootKnot Nematodes (Meloidogyne spp.). Raleigh (US): North Carolina State University Graphics. Tekeli A, Celik L, Kutlu HR. 2007. Plant extracts: a new rumen moderator in ruminant diets. Journal of Tekirdag Agricultural Faculty. 4(1):71-79. Trisnawati Y, Setiawan AI. 1994. Tomat: Pembudidayaan secara Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
16 Wati FV. 2015. Potensi ekstrak biji lada (Piper nigrum) dan buah lerak (Sapindus rarak) serta campurannya untuk mengendalikan Meloidogyne spp. pada tanaman tomat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wina E. 2011. The use of plant bioactive compounds to mitigate enteric methane in ruminants and its application in Indonesia. Wartazoa 22:24-34.
17
LAMPIRAN
18 Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam jumlah puru per gram akar Source
DF
Sum of squares
Mean square
F Value
Pr > F
Model
8
2259.707884
282.463486
2.42
0.0346
Error
34
3968.581954
116.722999
Corrected Total
42
6228.289839
R-Square 0.362814
Coeff Var 57.29902
Root MSE 10.80384
Respon mean 18.85520
Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam berat basa tajuk Source
DF
Sum of squares
Mean square
F Value
Pr > F
Model
8
11989.67619
1498.70952
2.47
0.0315
Error
34
20626.41938
606.65939
Corrected Total
42
32616.09557
R-Square 0.367600
Coeff Var 48.39719
Root MSE 24.63046
Respon mean 50.89233
Lampiran 3 Hasil analisis sidik ragam berat basa akar Source
DF
Sum of squares
Mean square
F Value
Pr > F
Model
8
15.59822116
1.94977765
2.89
0.0144
Error
34
22.94543000
0.67486559
Corrected Total
42
38.54365116
R-Square 0.404690
Coeff Var 38.78413
Root MSE 0.821502
Respon mean 2.118140
Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam berat kering tajuk Source
DF
Sum of squares
Mean square
F Value
Pr > F
Model
8
86.0934324
10.7616791
2.52
0.0288
Error
34
145.2811350
4.2729746
Corrected Total
42
231.3745674
R-Square 0.372095
Coeff Var 49.12731
Root MSE 2.067117
Respon mean 4.207674
19 Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam berat kering akar Source
DF
Sum of squares
Mean square
F Value
Pr > F
Model
8
0.21693616
0.02711702
2.33
0.0408
Error
34
0.39511500
0.01162103
Corrected Total
42
0.61205116
R-Square 0.354441 Lampiran 6
Coeff Var 42.80183
Respon mean 0.251860
Pengaruh seduhan daun ceremai dan kemiri sunan terhadap fitotoksisitas tanaman tomat
Jenis seduhan Ceremai tanpa aerasi Ceremai aerasi Kemiri sunan tanpa aerasi Kemiri sunan aerasi Kontrol
Root MSE 0.107801
Konsentrasi Tinggi (%) tanaman (cm)a 10 30 50 10 30 50 10 30 50 10 30 50 0
16.5a 11.8a 14.3a 13.7a 14.0a 17.2a 14.1a 13.8a 14.9a 17.5a 11.6a 15.6a 17.0a
Jumlah dauna
Keterangan
9.0a 7.7a 8.00a 9.2a 8.5a 8.25 8.2a 7.0a 7.5a 8.2a 8.2a 8.0a 8.0a
Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidal toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik Tidak toksik
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf 5%. a
20 Lampiran 7 Pengaruh seduhan daun ceremai terhadap fitotoksisitas tanaman tomat
CA50
CA30
CA10
C50
C30
C10
Kontrol
Lampiran 8 Pengaruh seduhan daun kemiri sunan terhadap fitotoksisitas tanaman tomat
KA50
KA30
KA10
K50
K30
K10
Kontrol
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 18 Agustus 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Surya Darma dan Rita Rosdiana. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 4 Palembang pada program IPA dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan. Selama S1, penulis mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah. Gelar Sarjana Pertanian (SP) diperoleh pada tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) tahun 2011-2012, pengajar Bimbingan Remaja dan Anak (BIRENA) tahun 2011-2012, Dewan Musholla Asrama Sylva Sari tahun 2011-2012, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2012-2013, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) periode 2013-2014. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) Angkatan 49 tahun 2012, Panitia Masa Perkenalan Fakultas MPF tahun 2013. Penulis pernah mengikuti lomba akademik dan non akademik. Prestasi yang diperoleh dibidang akademik yaitu penulis terpilih sebagai mahasiswa berprestasi peringkat 4 tingkat Departemen. Prestasi yang diperoleh dibidang non akademik yaitu juara 3 lomba kreasi jilbab, Juara 2 lomba catur tingkat departemen, Juara 1 lomba tari (kelompok) mewakili organisasi daerah dalam Acara Gebyar Nusantara IPB. Penulis juga memiliki minat di bidang kewirausahaan dan memperoleh beberapa prestasi yaitu juara 3 lomba Business Competition Agriculture, finalis 4 besar lomba Business Plan Competition tingkat IPB, Juara 1 kategori kelompok kewirausahaan terbaik kelas kewirausahaan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyakit Benih dan Pascapanen pada tahun 2014.