TEMPLAT TUGAS AKHIR S1

Download 10. Pengembangan Formulasi Dasar (Formulasi Tahap II). 12. Pengujian Daya Hambat Antimikroba. 12. Organoleptik Tahap II. 15. Uji pH. 17. Uj...

0 downloads 314 Views 2MB Size
FORMULASI KONSENTRAT WATER BASED MOUTHWASH DENGAN BAHAN AKTIF MINYAK ATSIRI SIRIH DAN CENGKEH

LIBNA SALSABILA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Konsentrat Water Based Mouthwash dengan Bahan Aktif Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Libna Salsabila NIM F34110112

ABSTRAK LIBNA SALSABILA. Formulasi Konsentrat Water Based Mouthwash dengan Bahan Aktif Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA dan DWI SETYANINGSIH Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal penting bagi banyak orang terutama untuk kehidupan sehari-hari. Salah satu cara menjaganya adalah dengan menggunakan mouthwash atau obat kumur. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai produsen mouthwash membuat inovasi untuk menambahkan zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan mulut. Penambahan tersebut harus aman dan efektif, salah satunya dengan herbal atau bahan alami karena dipercaya memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan bahan kimiawi, contohnya minyak atsiri. Minyak atsiri sirih memiliki kandungan utama bernama bethel phenol yang memiliki daya antibakteri yang kuat dan dipercaya sebagai obat untuk kesehatan gigi dan mulut. Begitu pula dengan minyak atsiri cengkeh yang mengandung eugenol, dapat digunakan untuk anestetik ringan dalam mengurangi rasa sakit gigi. Penggunaan kombinasi minyak atsiri sirih dan cengkeh sebagai bahan aktif sediaan obat kumur merupakan salah satu usaha untuk mengeksplorasi manfaatnya tersebut. Penelitian ini memformulasikan produk mouthwash tanpa alkohol berbasis air menggunakan kombinasi bahan aktif yang alami yakni minyak atsiri sirih dan cengkeh. Tujuan dalam penelitian yakni mengetahui formulasi terbaik berdasarkan hasil respon dari organoleptik dengan metode action research Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula yang paling disukai oleh panelis adalah formula 2 yang menggunakan minyak atsiri sirih, cengkeh, dan minyak jahe untuk menyamarkan aftertaste pahit. Produk mouthwash yang dihasilkan mampu memberikan daya penghambatan terhadap mikroba secara umum hingga dilusi 1:10. Kata kunci:minyak cengkeh, minyak sirih, mouthwash, surfaktan, water-based.

ABSTRACT LIBNA SALSABILA. Formulation of Water-Based Mouthwash Concentrate using Betel (Piper betle) and Clove (Syzgium aromaticum) Essential Oils as Active Agent. Supervised by SAPTA RAHARJA and DWI SETYANINGSIH Dental and oral health is an important thing for many people, especially in daily life. One way of maintaining oral health is by using mouthwash or gargle. Along with the progress of science and technology, a lot of mouthwash manufacturers trying to innovate to add other substances that are beneficial to oral health. The addition of other substances in mouthwash should be safe and effective, one of them using herbal or natural ingredients because has been believed to have fewer side effects than chemical one, for example essential oils. Betel essential oils have a main constituent called bethel phenols that have strong antibacterial and used to believe to be a drug for dental and oral health. Similarly, the clove essential oil contain antibacterial called eugenol, which could be used for mild anesthetic in reducing tooth pain. The combined use of betel and clove essential oils as active ingredient dosage in mouthwash is one attempt to explore its benefits. This research have made non-alcohol water based mouthwash using betel and clove essential oils as active agent. The present research is aimed to know the best formulation based on the response from panelist in organoleptic test with action research method. The result showed formula that the most preffered by panelists was formula 2 which was developed from basic formula and used betel, clove and ginger oil in order to mask bitter aftertaste. Mouthwash product is capable to inhibit bacteria in the result of antibacterial test until 1:10 dilution. Keywords: betel essential oils, clove essential oils, mouthwash, water-based, surfactant

FORMULASI KONSENTRAT WATER BASED MOUTHWASH DENGAN BAHAN AKTIF MINYAK ATSIRI SIRIH DAN CENGKEH

LIBNA SALSABILA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Judul Skripsi : Formulasi Konsentrat Water Based Mouthwash dengan Bahan

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah Formulasi Konsentrat Water Based Mouthwash dengan Bahan Aktif Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Sapta Raharja, DEA dan Ibu Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen pembimbing, serta Dr Farah Fahma, STP, MT selaku dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada yang telah membantu selama pengujian dan pengerjaan skripsi ini. Terima kasih kepada rekan-rekan TINFORMERS, kakak adik di TIN dan HIMALOGIN, para staff, laboran lab TIN, peneliti SBRC, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016 Libna Salsabila

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Metodologi Penelitian

2

Tahapan Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakterisasi Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh

6

Formulasi Dasar Pembuatan Mouthwash (Formulasi Tahap I)

7

Karakteristik Responden dan Kecenderungan Pemilihan Produk Mouthwash

9

Organoleptik Tahap I

10

Pengembangan Formulasi Dasar (Formulasi Tahap II)

12

Pengujian Daya Hambat Antimikroba

12

Organoleptik Tahap II

15

Uji pH

17

Uji Viskositas

18

Uji Warna

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL 1 Hasil karakterisasi minyak atsiri sirih dan cengkeh 2 Komposisi Mouthwash yang Menggunakan Etanol 3 Formulasi dasar mouthwash dengan bahan aktif (formulasi tahap I) 4 Formulasi pengembangan mouthwash (formulasi tahap II) 5 Indeks daya hambat mouthwash dengan jenis yang berbeda terhadap S. aureus dalam beberapa faktor pengenceran 6 Indeks daya hambat mouthwash dengan jenis yang berbeda terhadap E.coli dalam beberapa faktor pengenceran 7 Nilai pH berdasarkan jenis mouthwash yang berbeda 8 Nilai viskositas mouthwash 9 Hasil uji warna secara visual 10 Nilai absorbansi (uji warna) pada spektrofotometri dengan panjang gelombang 300 nm

6 8 8 12 13 14 17 19 20 21

DAFTAR GAMBAR 1 Alur Proses Penelitian 2 Diagram Alir Penyiapan Media Padat dan Cair 3 Diagram Alir Pengujian Daya Hambat Antimikroba 4 Penampakan Minyak Sirih dan Cengkeh 5 Hasil Organoleptik Konsentrat Mouthwash Tahap I (Formula Dasar) 6 Hasil Organoleptik Dilusi Mouthwash Tahap I (Formulasi Dasar) 7 Hasil Organoleptik Konsentrat Mouthwash Tahap II 8 Hasil Organoleptik Dilusi Mouthwash Tahap II

3 4 5 7 10 11 16 16

DAFTAR LAMPIRAN 1 Metode Pengujian Analisa Mutu 2 Anova dan Uji Duncan Daya Hambat, Absorbansi, pH, dan Viskositas 3 Besar zona hambat mouthwash terhadap S. aureus dan E. coli 4 Hasil Perhitungan TPC (Total Plate Count) 5 Lembar Kuesioner 6 Lembar Organoleptik Tahap I 7 Lembar Organoleptik Tahap II

26 27 33 35 36 37 38

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal penting bagi banyak orang terutama untuk kehidupan sehari-hari. Salah satu cara menjaganya adalah dengan menggunakan mouthwash atau obat kumur. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai produsen mouthwash membuat inovasi untuk menambahkan zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan mulut. Penambahan tersebut harus aman dan efektif, salah satunya dengan herbal atau bahan alami karena dipercaya memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan bahan kimiawi, contohnya minyak atsiri. Minyak atsiri sirih dan cengkeh bahan bakunya melimpah di Indonesia. Minyak sirih memiliki kandungan utama bernama bethel phenol atau fenol dan turunannya yang memiliki daya antibakteri yang kuat, serta katekin dan tanin yang merupakan senyawa polifenol antioksidan (Darwis S. N. 1992, Naini A. 2006). Pada penelitian Praptiwi et al. (2009), sirih memiliki daya hambat sekaligus daya bunuh terhadap bakteri penyebab penyakit gigi dan mulut periodontis. Minyak cengkeh banyak dimanfaatkan untuk industri farmasi, parfum, makanan atau minuman dengan kandungan utamanya adalah eugenol yang mencapai kadar 7092% (Alma 2007, Bhuiyan 2010, Towaha 2012, Debjit 2012). Cengkeh ada yang terdapat dalam pasta gigi merupakan anestetik ringan yang bersifat sementara.untuk membantu mengurangi rasa sakit gigi (Hosseini M. et al. 2011). Oleh karenanya, penggunaan kombinasi minyak atsiri sirih dan cengkeh sebagai bahan aktif sediaan obat kumur merupakan salah satu usaha untuk mengeksplorasi manfaat dan potensinya tersebut. Pemanfaatan bahan alami akan mengurangi efek samping yang dapat ditimbulkan bila menggunakan bahan kimia untuk produk. Zat antimikroba jika digunakan dalam bentuk kombinasi memiliki beberapa keuntungan yaitu melalui efek sinergisme atau adisi, mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi selaindapat meningkatkan efektivitas pengobatan, terutama jika kedua zat tersebut memiliki mekanisme aksi yang berbeda tetapi saling mendukung (Li dan Tang, 2004). Selain itu menurut McCullough M. pada Australian Dental Journal (2008) alkohol dalam bentuk etanol pada obat kumur berperan sebagai zat karsinogen atau pemicu kanker yang berpenetrasi dalam lapisan rongga mulut dan meningkatkan resiko kanker mulut. Sehingga dibutuhkan pembuatan mouthwash tanpa alkohol untuk menghindari peningkatan resiko tersebut. Penelitian ini membuat formulasi mouthwash berbasis air saja tanpa pelarut alkohol (water-based) dengan kombinasi dua bahan aktif herbal alami dari minyak atsiri sirih dan cengkeh. Kedua bahan aktif tersebut dipilih karena sesuai dengan fungsinya masing-masing, seperti minyak atsiri sirih dan cengkeh dapat berkhasiat menghilangkan bau yang ditimbulkan bakteri dan cendawan, serta sebagai antibiotik yang terpercaya turun-temurun sebagai obat untuk gigi dan mulut. Basis mouthwash dibuat dengan air yang dibentuk menjadi sediaan konsentrat menggunakan surfaktan. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi formulasi terbaik yang kompetitif pada saat ini dan mendatang untuk kesehatan mulut.

2

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi terbaik berdasarkan respon responden dan penerimaan panelis terhadap produk water based mouthwash berbahan dasar minyak atsiri sirih dan cengkeh dari produk model awal hingga produk model akhir yang diterima oleh responden, mengetahui adanya daya hambat produk pada biakan bakteri S. aureus dan E. coli untuk menentukan hasil dilusi terpilih untuk produk. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada formulasi produk mouthwash tanpa alkohol berbahan dasar minyak atsiri sirih dan cengkeh berdasarkan respon responden dan penerimaan panelis dengan metode action research dari produk model awal hingga produk model akhir yang diterima oleh panelis.

METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian keseluruhan dilaksanakan di Laboratorium Pusat Surfaktan dan Bioenergi, Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Padjajaran No. 1, Kota Bogor mulai dari bulan Juni 2015 sampai Februari 2016. Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan mouthwash adalah minyak atsiri sirih dan minyak atsiri cengkeh sebagai bahan aktif. Kemudian minyak atsiri jahe, minyak atsiri cajuput (kayuputih) sebagai bahan tambahan untuk menyamarkan aftertaste, surfaktan Sodium Lauryl Sulfate sebagai emulsifier dan deterjen, gliserin sebagai humektan (pelembab), sorbitol sebagai pemanis, penjernih dan pengental. Pengujian daya hambat antimikroba menggunakan biakan Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. media bakteri Nutrient Broth (Oxoid), Bacteriological Agar (Bacto), serta cakram ukuran 5 mm dibuat menggunakan kertas saring yang dibentuk lingkaran dengan pembolong kertas. Alat Warna dari mouthwash dianalisis menggunakan alat Spektrofotometer Hitachi U-2900. Viskositas mouthwash dianalisis menggunakan alat viskosimeter Brookfield tipe V-III Ultra Programmable Rheometer. Karakteristik nilai pH mouthwash dianalisis menggunakan pHmeter Schott handylab 11. Metodologi Penelitian Penelitian ini dibuat dengan memformulasikan mouthwash menggunakan metode action research dalam pengerjaannya. Kemudian dilakukan pengembangan dari produk yang telah dibuat untuk menyelesaikan permasalahan

3

yang ada dari produk mouthwash yang pertama kali dibuat.hingga menemukan formulasi yang terbaik hasil pilihan panelis. Alur proses penelitian tersebut disajikan dalam gambar 1. Kuesioner Konsumen (Voice of Consumer)

Input Data

Uji Organoleptik (tes pada panelis)

Pembuatan mouthwash

Tidak Sesuai? Ya Karakterisasi (analisa mutu)

Produk

Gambar 1 Alur Proses Penelitian Kuesioner adalah alat survei untuk mengetahui jenis mouthwash yang diinginkan oleh responden sehingga membentuk arah penelitian pembuatan mouthwash. Setelah didapatkan hasil data, dilakukan pembuatan mouthwash sesuai hasilnya untuk langsung diuji organoleptik. Jika formula produk tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan oleh panelis, maka produknya kemudian dikarakterisasi/dianalisis mutunya. Namun jika tidak, akan dilakukan pembuatan mouthwash kembali untuk mengembangkan produk hasil uji organoleptik sebelumnya, dan begitu seterusnya hingga didapatkan hasil yang mendekati harapan panelis. Analisis mutu yang dilakukan meliputi viskositas, pH, dan warna yang prosedur pengujiannya bersama dengan pengujian organoleptik dilampirkan pada Lampiran 1. Tahapan Penelitian Alur proses penelitian dapat dijabarkan lebih lengkap menjadi tahapan pada penelitian ini. Tahapan penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan sebelum melakukan penelitian utama, berupa karakterisasi minyak atsiri untuk mengetahui karakteristik minyak atsiri sebagai bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi minyak atsiri sirih dan cengkeh dengan pengujian warna atau penampakan secara visual, berat jenis/densitas, dan kelarutan dalam alkohol. Pengujian warna atau penampakan secara visual dari bahan aktif dapat mempengaruhi warna produk secara keseluruhan, berat jenis/densitas diuji agar memudahkan dalam menyamakan satuan untuk persenan formulasi, kelarutan dalam alkohol diuji untuk mengetahui

4

minyak tersebut benar-benar minyak yang diinginkan atau tidak karena bahan yang digunakan disuling dari tanaman aslinya. Penelitian utama yang dilakukan terdiri dari kuesioner dan pembuatan mouthwash dan pengujian keseluruhan seperti yang ada pada alur proses penelitian. Pembuatan dan pengujian keseluruhan terdiri dari pembuatan formulasi dasar mouthwash dengan metode trial error hingga didapatkan 3 formula, organoleptik tahap I hingga terpilih 1 formula, pembuatan formulasi pengembangan mouthwash (meliputi formulasi pengembangan untuk menyamarkan aftertaste hingga dikembangkan menjadi 3 formula dan pengujian daya hambat antimikroba terhadapnya), organoleptik tahap II pada 3 formula hasil pengembangan, kemudian dilanjutkan dengan analisa mutu pada 3 formula tersebut (meliputi viskositas, pH, dan warna). Daya Hambat Antimikroba Pengujian antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan daya hambat menggunakan difusi cakram dengan dua jenis bakteri yakni E. coli dan S. aureus. Metode uji daya hambat antimikrobial yang digunakan adalah metode difusi dengan cakram kertas, yang disebut cara Kirby Bauer. Uji ini menggunakan kertas cakram saring (paper disc) yang berfungsi untuk tempat menampung zat antimikroba (Kusmayati dan Agustini 2007). Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram diletakkan pada medium/lempeng agar yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur menggunakan penggaris. Dilakukan penyiapan dua macam media yakni media padat NA untuk regenerasi stok mikroba, pengujian antimikroba dilusi cakram, serta TPC dan media cair dengan menggunakan media NB sebelum pengujian untuk sampel mikroba dalam media cair ditampilkan dalam gambar 2. Media bubuk untuk agar (3,9 gr/100 ml akuades)

Media NB (3,9 gr/100 ml akuades)

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut sampai mendidih

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut sampai mendidih

Dituang ke tabung (15 ml media/tabung)

Dituang ke tabung (10 ml media/tabung)

Sterilisasi dengan autoclave (suhu 121oC)

Media padat

Sterilisasi dengan autoclave (suhu 121oC)

Media cair

Gambar 2 Diagram Alir Penyiapan Media Padat dan Cair

5

Setelah media padat dan media cair selesai disiapkan, dilakukan regenerasi terhadap bakteri untuk membuat stoknya. Regenerasi dilakukan dengan cara menuang media padat ke dalam cawan petri dan didiamkan memadat, kemudian dari stok sampel bakteri diambil sebanyak 2 ose dan digoreskan pada media yang telah memadat. Lalu sampel diinkubasi dalam suhu optimum pertumbuhan bakteri pada temperatur 37oC, disimpan sebagai stok bakteri. Dilakukan regenerasi terhadap dua jenis bakteri yakni E. coli dan S. aureus. Setelah itu, dibuat suspensi bakteri dalam media cair sebanyak 10 ml. Pembuatan sampel bakteri dalam media cair dilakukan masing-masing sebanyak dua kali untuk setiap jenis bakteri sebagai ulangan. Cara pembuatan sampel bakteri dalam media cair dengan diambil 1 ose sampel bakteri dari stok, kemudian dimasukkan ke dalam media cair dengan sedikit digoyangkan. Sampel bakteri media cair lalu diinkubasi selama 48 jam dalam suhu optimum pertumbuhan bakteri pada temperatur 37oC. Setelah itu sampel media cair ini kemudian dapat digunakan untuk uji daya hambat antimikroba dan membuat perhitungan indeks daya hambat. Urutan metode untuk pengujian daya hambat antimikroba disajikan dalam gambar 3. Media padat yang masih dalam keadaan cair di tabung (hangat)

Dimasukkan 0.1 mL ke dalam media, dikocok perlahan

Dituang ke dalam cawan hangat-hangat, dibiarkan memadat

Cakram direndam dalam mouthwash (selama 30 detik)

Cakram diletakkan secara steril ke permukaan media dalam cawan, diseal dengan plastic wrap

Sampel uji daya hambat (inkubasi 48 jam)

Gambar 3 Diagram Alir Pengujian Daya Hambat Antimikroba Proses pengujian pengukuran daya hambat antimikroba pada mouthwash dengan metode difusi cakram dilakukan dengan menuang 0,5 ml media cair yang telah ditumbuhi oleh bakteri ke dalam tabung berisi media padat yang masih dalam keadaan belum memadat (masih cair). Kemudian, dilakukan penuangan

6

keseluruhan isi tabung (15 ml) ke dalam cawan dan dibiarkan hingga memadat dalam keadaan steril. Pada penelitian ini dilakukan pengujian menggunakan cakram berdiameter 5 mm yang dibuat dari kertas saring lingkaran, yang zona inhibisinya diukur menggunakan penggaris dan dibuat perhitungan indeks daya hambatnya. menggunakan perhitungan: π·π‘–π‘Žπ‘šπ‘’π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘§π‘œπ‘›π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘‘ βˆ’ π·π‘–π‘Žπ‘šπ‘’π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘π‘Žπ‘˜π‘Ÿπ‘Žπ‘š πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘  π·π‘Žπ‘¦π‘Ž π»π‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘‘ = π·π‘–π‘Žπ‘šπ‘’π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘π‘Žπ‘˜π‘Ÿπ‘Žπ‘š Pada penelitian ini, cakram yang berukuran 5 mm kemudian dicelupkan selama 30 detik ke dalam mouthwash seperti lamanya waktu orang berkumur, lalu ditempelkan di atas media yang terkandung bakteri dan telah memadat tersebut. Hasil diamati dan diukur diameter zona hambat dan dihitung indeks diameter daya hambatnya setelah diinkubasi selama 48 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh Minyak atsiri berwujud cairan diperoleh dari bagian tanaman yang dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Biasa dilakukan karakterisasi untuk mengetahui mutu minyak atsiri (Ketaren 1985). Karakterisasi minyak atsiri dilakukan dengan menguji penampakan warna, berat jenis/densitas, dan kelarutan menggunakan alkohol. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil karakterisasi minyak atsiri sirih dan cengkeh Parameter

Minyak Atsiri Sirih Kuning jernih

Referensi Minyak Atsiri Sirih Kuning jerniha

Minyak Atsiri Cengkeh Kuning muda

Densitas (g/mL)

0.940

0.939b;

1.037

SNI Minyak Cengkehd Tidak berwarnakuning kecokelatan 1.025-1.049

Kelarutan menggunakan alkohol

1:2

1:2

1:2

Warna

c

0.944-0.984 ;

a

-

Sumber: Koensoemardiyah (2010), Nasional (2006)

b

Bria (2011),

c

Nahak (2011),

d

Badan Standardisasi

Pengujian visual penampakan warna dilakukan untuk mengetahui warna asli minyak atsiri yang digunakan dan mungkin saja dapat mempengaruhi hasil akhir dari produk. Minyak atsiri sirih memiliki warna kuning jernih sedangkan minyak atsiri cengkeh berwarna kuning kecokelatan jernih, sesuai dengan literatur yang menyatakan warna minyak atsiri sirih kuning muda jernih dari Koensoemardiyah (2010) dan warna minyak atsiri cengkeh dari SNI Minyak Cengkeh (2006) yang menyatakan minyak cengkeh merupakan minyak atsiri berwarna kuning muda-

7

kecokelatan dan jernih berasal dari tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum). Warna penampakan minyak atsiri sirih dan cengkeh sesuai dengan literatur yang artinya mutunya cukup baik. Penampakan minyak atsiri yang digunakan ditampilkan pada gambar 4.

Gambar 4 Penampakan Minyak Sirih dan Cengkeh Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180 g/mL dan merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri serta dapat mempermudah penyamaan satuan dalam formulasi agar dapat diukur secara berat ataupun volume. Berat jenis/densitas minyak atsiri dihitung dengan menggunakan alat densitymeter karena setiap jenis minyak atsiri memiliki densitas yang berbeda-beda dan khas tergantung dari setiap senyawa yang ada di dalamnya. Berat jenis cengkeh adalah sebesar 1,037 g/mL Hal ini sesuai dengan SNI yang mengatur tentang mutu dari minyak cengkeh yakni berat jenisnya 1,025-1,049 g/mL (BSN 2006), sedangkan berat jenis minyak atsiri sirih didapatkan sebesar 0,940 g/mL, berbeda sedikit dengan hasil dari penelitian Bria (2011) sebesar 0,939 g/mL. Minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan kemurniannya. Kelarutan ini dinyatakan dalam nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol dengan perbandingan minyak 1 dan alkohol hingga bening, untuk meyakinkan bahwa minyak yang digunakan cukup baik sehingga memiliki daya antimikroba yang baik dan aman digunakan dalam mouthwash. Hasilnya menunjukkan kedua minyak dapat larut dalam alkohol pada perbandingan 1:2, sesuai dengan SNI minyak cengkeh yang menyatakan demikian (BSN 2006). Minyak atsiri sirih juga larut dalam alkohol pada perbandingan 1:2, namun belum memiliki standardisasi secara nasional. Formulasi Dasar Pembuatan Mouthwash (Formulasi Tahap I) Komposisi mouthwash secara umum adalah zat aktif, air (pelarut), dan pemanis (perasa). Sering digunakan bahan pemanis seperti sorbitol, sucralose, sakarin Na, atau xylitol (yang juga memberikan aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba). Formulasi mouthwash dilakukan dengan metode trial error modifikasi literatur Hunter (2009) dengan menghilangkan alkohol dalam formulasinya, sehingga didapatkan 3 formula dasar dengan bahan-bahan seperti minyak sirih, minyak cengkeh, gliserin, sorbitol, air, minyak peppermint dalam pembentukan keseluruhan produk mouthwash. Menurut Hunter (2009), mouthwash umumnya memiliki komposisi yang disajikan pada tabel 2.

8

Tabel 2 Komposisi Mouthwash yang Menggunakan Etanol Bahan Bahan Antiseptik Sorbitol 70% Minyak Atsiri Asam Sitrat Emulsifier Etanol Minyak peppermint Air Pengawet Pewarna

Komposisi (%) 0,2 – 1 30 0,2 - 0,5 0,1 1,0 10,0 0,5 (hingga 100 %) secukupnya secukupnya

*Sumber: Hunter Murray (2009), The Application of Essential Oil

Penelitian ini menggunakan Sodium Lauryl Sulfate yang berfungsi sebagai emulsifier karena memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) yang dengan mudah larut di dalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam minyak sehingga dapat menyatukan kedua fasa tersebut menjadi satu sistem emulsi. SLS juga berfungsi sebagai agen pembusa yang membantu pengangkatan plak dan sisa-sisa makanan dari gigi (Marrakchi et al., 2006). Gliserin digunakan sebagai humektan atau pelembab yang dapat menjaga kelembaban mulut agar tidak kering iritasi ketika kontak dengan produk. Formulasi dilakukan dengan cara memvariasikan komposisi persen bahan aktif yakni minyak atsiri sirih dan cengkeh, serta sorbitol yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Formulasi dasar mouthwash dengan bahan aktif (formulasi tahap I) Formula Minyak Sirih Minyak Cengkeh Minyak Peppermint SLS Sorbitol Gliserin Akuades Minyak Limonene

Formula 1 (%) 100,175 100,025 100,25 100,5 110 100,25 188,8

Formula 2 (%) 100,1 100,025 100,25 100,5 107,5 100,25 191,3 100,05

Formula 3 (%) 100,175 100,025 100,25 100,5 112,5 100,25 186,3

Ketiga formulasi tersebut adalah persentase ketika 100% adalah keadaan mouthwash telah diencerkan sebanyak 1:7, perbandingan 1 untuk konsentrat mouthwash dan 7 untuk air dengan kombinasi minyak sirih, minyak cengkeh dan sorbitol sehingga bahan lain tetap. Akuades/air ditambahkan sebagai pemenuh agar menjadi 100%. Formula 2 menggunakan minyak Limonene untuk menambah rasa. Jumlah total minyak atsiri (jika jumlah keseluruhan minyak atsiri ditambah), mengikuti jumlah dalam Hunter (2009) sebesar 0,2%. Pada literatur tersebut, minyak atsiri berfungsi untuk penambah rasa ketika berkumur dan minyak peppermint dipisahkan dengan minyak atsiri lain karena fungsinya dikhususkan untuk memberikan efek kesegaran setelah berkumur (aftertaste). Minyak atsiri selain dianggap sebagai pemberi rasa dan aroma, juga digunakan untuk bahan antiseptik/menghambat aktivitas mikroba. Efek antiseptik diharapkan didapatkan dari minyak atsiri sirih dan cengkeh sebagai basisnya dan

9

atsiri lain yang ditambahkan seperti minyak peppermint yang pada tiap formula jumlah persentasenya sama. Penelitian Cahyanti (2014) yang membandingkan aktivitas antibakteri daun sirih dan fluor ditemukan bahwa daya hambat minyak atsiri daun sirih lebih besar daripada NaF pada semua konsentrasi uji dengan konsentrasi minimum 0,1%. Oleh karena itu konsentrasi 0,1% dari minyak atsiri sirih digunakan pada formula 2. Menurut Mohd Sajjad (2012) minyak cengkeh tak hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri namun juga menghambat pertumbuhaan jamur seperti Candida albicans yang dapat menyebabkan penyakit sariawan pada mulut. Menurut Raut J. S. dan Karupayil (2014), minyak cengkeh dapat menghambat mikroba E. coli pada konsentrasi minimum sebesar 0,025% dan berpotensi menghambat S. aureus pada konsentrasi <0,05% sehingga pada formula mouthwash ini dibuat pada konsentrasi 0,025%. Menurut Sagarin dan Gershon (1972), kebanyakan mouthwash dibuat dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, fase air dan bahan yang larut air disiapkan; dan pada tahap selanjutnya bahan yang tidak larut air ditambahkan dengan emulsifier. Kedua fase ini kemudian dicampur bersama. Tahapan terakhir dalam pembuatan adalah filtrasi dengan beberapa lapis filter, dan lapisan terakhir yang dipakai adalah filter tipe submicron. Pembuatan mouthwash dalam penelitian ini dilakukan menggunakan prinsip pengadukan dengan menghilangkan tahapan ketiga pada Sagarin dan Gershon (1972) yakni filtrasi. Pembuatan dilakukan dengan melarutkan masing-masing bahan larut air dan bahan larut minyak, mencampurkan bahan larut air serta bahan larut minyak dengan emulsifier Sodium Lauryl Sulfate menggunakan pengadukan kecepatan minimum pembentukan emulsi sebesar 250 rpm selama 15 menit/20 ml sampel konsentrat. Setelah sampel selesai dibuat, sampel dimasukkan ke dalam botol kaca, ditutup rapat dan disimpan pada tempat kering di suhu ruang. Hal ini dilakukan untuk mencegah oksidasi dari minyak atsiri dengan mengisinya penuh dalam bejana gelas berwarna gelap, menutupnya rapat, dan menyimpannya di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani 2004). Karakteristik Responden dan Kecenderungan Pemilihan Produk Mouthwash Pengujian kuesioner dilakukan terhadap 30 responden pengguna mouthwash dan terbagi dalam kelompok karakteristik umur, jenis kelamin, lama penggunaan mouthwash, dan frekuensi penggunaan mouthwash pada kesehariannya. Berdasarkan umur, responden kebanyakan berumur 20-25, sesuai dengan tempat pengambilan data kuesioner di Kampus IPB Darmaga dan Kampus IPB Baranangsiang yang kebanyakan merupakan mahasiswa. Berdasarkan jenis kelamin, kuesioner secara acak terambil pada 15 orang wanita dan 15 orang pria. Hal ini tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa pengguna mouthwash biasanya imbang berdasarkan jenis kelamin, namun hasil pengujian mungkin dapat berpengaruh dari hal tersebut dengan probabilitas pengaruh berdasarkan jenis kelamin imbang yakni sebesar 0,5. Lama atau tidaknya responden dalam menggunakan mouthwash diujikan untuk mengetahui apakah banyak responden yang telah lama menggunakan mouthwash. Semakin lama waktu penggunaannya, diharapkan jawaban yang diberikan semakin baik. Responden lebih banyak menggunakan mouthwash dalam

10

jangka waktu 3-5 tahun dibandingkan <3 tahun, 5-7 tahun, dan 7-10 tahun. Hanya sekitar 3% saja yang menggunakan mouthwash dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun. Hal ini dimungkinkan karena hampir semua reponden adalah kalangan mahasiswa yang belum banyak menggunakan mouthwash dalam kesehariannya. Berdasarkan frekuensi penggunaan mouthwash, kebanyakan reponden menggunakan mouthwash secara rutin, yakni 1-2 kali dalam sehari, sesuai dengan aturan pemakaiannya yang biasanya dilakukan setelah menyikat gigi. Pelaksanaan kuesioner bersamaan dengan organoleptik Tahap I. Tujuan kuesioner adalah mengambil data mengenai hal yang penting ada dalam mouthwash menurut calon konsumen. Pertimbangan responden berpotensi menjadi calon konsumen dilihat pada hasil organoleptik yang cenderung menyukai sampel. Hasilnya kebanyakan calon konsumen memilih menggunakan mouthwash yang memiliki parameter efek nafas segar dan mulut terasa lebih bersih, baru kemudian rasa dan aroma yang enak dan terakhir adalah yang dapat menyembuhkan penyakit. Parameter ini kemudian digunakan untuk membuat mouthwash mendekati yang keinginan calon konsumen. Menurut Sagarin dan Gershon (1972), obat kumur dalam pengunaannya dibedakan menjadi 3 yaitu: (a)sebagai kosmetik, hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau menghilangkan bau mulut; (b)sebagai terapeutik, untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva, pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan; (c)sebagai kosmetik dan terapeutik. Mouthwash merupakan pelengkap, bukan pengganti gosok gigi. Jika dibandingkan dengan literatur, mouthwash yang dibuat lebih akan mengarah kepada mouthwash untuk memberi sensasi penyegar nafas dan memberi efek rasa mulut lebih bersih seperti adanya rasa kesat setelah berkumur, atau cenderung untuk kosmetik dan tidak terlalu mengarah ke pengobatan khusus seperti untuk mengobati penyakit yang disebabkan mikroba penyebab karies dan sebagainya. Organoleptik Tahap I Uji organoleptik I dilakukan dengan 30 panelis terhadap formula dasar mouthwash dalam bentuk sediaan konsentrat dan dilusi 1:7. Hasil pengujian organoleptik terhadap konsentrat disajikan dalam gambar 5. Persentase panelis

100%

80% 60% Disukai

40%

Netral

20%

Tidak Disukai

0% F1 F2 F3

Kejernihan

F1 F2 F3

Warna

F1 F2 F3

Kekentalan

F1 F2 F3

Umum

Parameter

Gambar 5 Hasil Organoleptik Konsentrat Mouthwash Tahap I (Formula Dasar)

11

Pengujian pada konsentrat berupa pengujian secara penampakan visual meliputi kejernihan, warna, kekentalan, dan penerimaan umum sedangkan pada hasil dilusi ditambahkan uji rasa. Hasil uji organoleptik pada konsentrat menunjukkan kejernihan yang paling banyak disukai panelis adalah formula 3 dengan warna yang paling disukai ada pada formula 2 yang memiliki warna agak lebih kekuningan dibandingkan kedua formula lainnya. Kekentalan formula yang paling disukai imbang antara formula 2 dan formula 3 karena terlihat cukup kental dibandingkan formula 1. Pada penerimaan umum, panelis paling menyukai formula 2, kemudian formula 3, dan paling terakhir adalah formula 1. Dari hasil rata-rata pengujian, didapatkan formula konentrat yang paling disukai adalah formula 2. Setelah pengenceran, warna sampel produk agak sedikit keruh dan mungkin memengaruhi penerimaan panelis. Persentase penerimaan panelis terhadap sampel dilusi formula dasar mouthwash dapat dilihat pada gambar 6. Persentase Panelis

100% 80% 60% Disukai

40%

Netral

20%

Tidak Disukai

0% F1F2F3

F1F2F3

Kejernihan Warna

F1F2F3 Aroma

F1F2F3

F1F2F3

F1F2F3

Rasa KekentalanUmum

Parameter

Gambar 6 Hasil Organoleptik Dilusi Mouthwash Tahap I (Formulasi Dasar) Didapatkan hasil pada dilusi, kejernihan yang paling disukai pada formula 2 dan warna yang paling disukai adalah formula 1 dengan warna putih terang keruh. Hal ini mungkin disebabkan karena warnanya lebih terang dibanding formula lain yang memiliki kesan lebih jenuh. Aroma mouthwash yang paling banyak disukai oleh panelis adalah formula 2 yang memiliki aroma sirih lebih halus dan formula 3 yang memiliki persen sorbitol paling besar sehingga menciptakan aroma yang lebih manis. Rasa yang paling disukai panelis adalah formula 2. Secara deskriptif kebanyakan dari panelis merasakan bahwa aftertaste produk mouthwash dalam ketiga formulasi pahit dan terasa pekat cengkehnya, bertahan lama di mulut sehingga seperti berkumur dengan jamu dan kurang segar. Selain itu, rasa pada formula 2 paling disukai karena rasa sirihnya lebih halus namun memiliki aftertaste pahit yang disebabkan oleh minyak limonene yang ada. Mereka mengharapkan aftertaste tersebut dikurangi. Sebagian besar di antaranya menyatakan bahwa aftertaste pahit tersebut dapat diterima apabila daya antimikrobanya kuat. Pada segi kekentalan, panelis menerima secara netral ketiga formulasi mouthwash, yang artinya dapat diterima oleh panelis. Pada penerimaan umum didapatkan bahwa formula 2 adalah yang dianggap paling disukai oleh panelis, kemudian formula 3, dan formula 1 yang paling tidak disukai. Secara keseluruhan, panelis lebih memilih formula 2 dibandingkan kedua hasil formulasi lainnya. Namun, pada keseluruhan hasil, rata-rata panelis masih bersikap netral untuk

12

menyatakan tingkat kesukaannya yang artinya hanya dapat diterima namun bukan yang sangat disukai. Selain itu, antara ketiga mouthwash hanya memiliki kecenderungan sedikit lebih disukai dibanding yang lainnya sehingga masih perlu untuk diadakan perbaikan. Pengembangan Formulasi Dasar (Formulasi Tahap II) Pengembangan untuk Menutupi Aftertaste dan Kepekatan Rasa Formulasi tahap II memiliki tujuan untuk memperbaiki formulasi dasar/formulasi tahap I berdasarkan hasil uji organoleptik I yakni menutupi aftertaste dan mengurangi kepekatan rasa mouthwash. Adapun formulasi pengembangan tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Formulasi pengembangan mouthwash (formulasi tahap II) Formula M. Sirih M. Cengkeh Peppermint SLS Sorbitol Gliserin Akuades M. Jahe M. Cajuput

1:5 10,29 10,13 10,83 10,83 12,5 10,42 85 -

Formula 1 (%) 1:10 1:15 10,16 10,11 10,07 10,05 10,45 10,31 10,45 10,31 16,8 14,7 10,23 10,16 91,84 94,37

1:20 10,08 10,04 10,24 10,24 13,6 10,12 95,68

1:5 10,08 10,08 10,83 10,83 12,5 10,42 85,18 10,08

Formula 2 (%) 1:10 1:15 10,05 10,03 10,05 10,03 10,45 10,31 10,45 10,31 16,8 14,7 10,23 10,16 91,92 94,43 10,05 10,03

1:20 10,02 10,02 10,24 10,24 13,6 10,12 95,74 10,02

1:5 10,08 10,08 10,83 10,83 12,5 10,42 85,13

Formula 3 (%) 1:10 1:15 10,05 10,03 10,05 10,03 10,45 10,31 10,45 10,31 16,8 14,7 10,23 10,16 91,9 93,86

1:20 10,02 10,02 10,24 10,24 13,6 10,12 95,72

10,13

10,07

10,04

10,05

Pengembangan untuk menutupi aftertaste dilakukan dengan membuat tiga jenis mouthwash baru dengan mengurangi sorbitol dan modifikasi rasio minyak atsiri dari formula 2 yang paling disukai panelis, menambahkan minyak atsiri jahe, dan menambahkan minyak atsiri kayu putih (cajuput) sebagai penutup rasa pahit dari aftertaste sirih yang sangat terasa oleh panelis. Secara medis, minyak jahe banyak digunakan untuk menyamarkan rasa obat karena memiliki rasa tajam dan aroma yang manis (Malu 2009). Pada satu formula lainnya digunakan minyak cajuput untuk memberi kesan segar yang kuat untuk menutupi rasa pahit. Kepekatan rasa dibuat lebih ringan dengan membuat pengenceran sebesar 1:5, 1:10, 1:15, 1:20 pada konsentrat dengan air yang kemudian akan diuji antimikroba. Pengujian daya hambat antimikroba dilakukan sebelum organoleptik tahap II untuk menemukan pengenceran yang masih memiliki efek antimikroba namun memiliki rasa kurang pekat dibandingkan organoleptik tahap I. Setelah itu, hasil formulasi pengembangan ini kemudian dapat memasuki organoleptik tahap II hingga mencapai produk yang diinginkan panelis. Pengujian Daya Hambat Antimikroba Pengujian ini berfungsi memilih pengenceran melebihi pengenceran pada formulasi awal berdasarkan masih ada atau tidaknya daya hambat mouthwash terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dalam konsentrasi uji. Bakteri gram positif yang dipilih adalah S. aureus yang memiliki peranan dalam penyakit gigi dan bakteri gram negatif yang dipilih E. coli yang dapat mencemarkan air.

13

Daya hambat antimikroba dilihat pada besarnya diameter penghambatan ditandai dengan zona bening yang tidak ditumbuhi mikroba pada sekitar cakram lingkaran. Ketika zona bening tidak ada, yang tercantum adalah diameter cakramnya sebesar 5 mm. Hasil pengujian daya hambat menunjukkan mouthwash dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus secara umum sampai dilusi 1:10. Pengenceran 1:15 dan 1:20 pada formula 2 yang menggunakan minyak atsiri sirih, cengkeh, dan jahe serta formula 3 yang menggunakan minyak atsiri sirih, cengkeh, dan cajuput memiliki indeks daya hambat 0 yang artinya tidak ada daya hambatnya. Semakin besar pengenceran/dilusi menyebabkan pertumbuhan S. aureus semakin sulit dihambat karena konsentrasi konsentrat di dalamnya semakin sedikit. Hasil pengujian setelah dirata-rata duplo dan dua kali ulangan terhadap S. aureus yang merupakan bakteri gram positif disajikan dalam tabel 5. Tabel 5 Indeks daya hambat mouthwash dengan jenis yang berbeda terhadap S. aureus dalam beberapa faktor pengenceran Jenis mouthwash

Sirih dan Cengkeh

Konsentrasi

Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20 Sirih, Cengkeh, dan Jahe Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20 Sirih, Cengkeh, dan Cajuput Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20

Diameter hambat (mm) 44,5 13 7,4 6,2 5 43,8 11 10,1 5 5 42,5 10,6 8,3 6,7 5

Indeks daya hambat 7,9 1,6 0,5 0,2 0 7,8 1,2 1 0 0 7,5 1,1 0,7 0,3 0

Ket.

Sangat Kuat Kuat Sedang Sedang Lemah Sangat Kuat Kuat Sedang Lemah Lemah Sangat Kuat Sedang Sedang Sedang Lemah

Indeks daya hambat terhadap S. aureus yang paling baik pada sediaan konsentrat ketiga formula adalah formula 1 yang menggunakan minyak atsiri sirih dan cengkeh sebesar 7,9 dengan diameter zona penghambatan terbesar yakni 44,5 mm. Indeks daya hambat terburuk ada pada sediaan dilusi 1:15-1:20 ketiga formula karena tidak mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. Hal ini ditunjukkan dengan indeks penghambatan sebesar sekitar 0 dengan zona penghambatan sebesar 5 mm (sebesar ukuran cakram)-6,7 mm atau menunjukkan tidak terdapat penghambatan terhadap S. aureus oleh sampel mouthwash tersebut. Ada 4 tipe zona hambat antimikroba menurut teori Davis dan Stout (1971), dengan zona hambat berdiameter 5 mm berkategori lemah, 6 - 10 mm, sedang, 11 --- 20 mm kuat, dan > 20 mm sangat kuat. Berdasarkan hal tersebut, semua sediaan konsentrat memiliki daya hambat yang sangat kuat terhadap bakteri S. auereus dan kemudian semakin menurun. Mouthwash dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus hingga secara umum sampai ke hasil dilusi 1:10 dengan kategori penghambatan sedang. Berdasarkan analisis ragam (alfa 0.05), penghambatan dengan pengaruh dilusi 1:15-1:20 tidak berbeda signifikan

14

pengaruhnya terhadap indeks daya hambat karena sama-sama tidak menghambat pertumbuhan mikroba. Bakteri S. aureus merupakan mikroflora normal yang biasa ada di mulut namun dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan abses, gingivitis, angular cheilitis, parotitis, staphylococcal mucositis, denture stomatitis, plak pada gigi dan penyakit tenggorokan, sehingga hasil ini baik karena produk tidak membunuh keseluruhan S. aureus (Smith A. J. 2001, Fathillah A. R., et al. 2009, Melisa R. T., et al. 2015) Pengujian daya hambat juga dilakukan pada bakteri E. coli yang merupakan bakteri gram negatif menggunakan prosedur yang sama dengan pengujian terhadap S. aureus. Hasil uji daya hambat setelah dirata-rata duplo dan dua kali ulangan terhadap bakteri gram negatif E. coli dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Indeks daya hambat mouthwash dengan jenis yang berbeda terhadap E.coli dalam beberapa faktor pengenceran Jenis mouthwash

Sirih dan Cengkeh

Sirih, Cengkeh, dan Jahe

Sirih, Cengkeh, dan Cajuput

Konsentrasi

Diameter hambat (mm)

Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20 Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20 Konsentrat Dilusi 1:5 Dilusi 1:10 Dilusi 1:15 Dilusi 1:20

23,8 11,6 8,9 6,9 5 19,5 10,3 9,3 5,6 5 37,5 14,6 10,3 7,1 5

Indeks daya hamba t 3,8 1,3 0,8 0,4 0 2,9 1,3 0,9 0,1 0 6,5 1,9 1 0,4 0

Ket.

Sangat Kuat Kuat Sedang Sedang Lemah Kuat Sedang Sedang Lemah Lemah Sangat Kuat Kuat Sedang Sedang Lemah

Seperti hasil pada uji daya hambat antimikroba pada S. aureus, pengujian menunjukkan mouthwash dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli hingga dilusi 1:10 dalam kategori penghambatan sedang. Hasil pada kedua bakteri tersebut tidak jauh berbeda, indeks daya hambat terbesar pada sediaan konsentrat ada pada formula 3 yang menggunakan minyak atsiri sirih, cengkeh, dan cajuput sebesar 6,5 dengan diameter zona penghambatan sebesar 37,5 mm. Dilusi 1:151:20 memiliki penghambatan terburuk karena tidak mampu menghambat pertumbuhan E.coli dengan indeks daya hambat sebesar 0 dan zona penghambatan sebesar 5 mm (sebesar diameter cakram)-7,1. Penghambatan ini masuk dalam kategori sedang-lemah dengan pengaruh tidak berbeda signifikan karena tidak mampu menghambat bakteri E. coli. Secara umum, daya hambat mouthwash mengalami penurunan hingga ke dilusi terbesar/konsentrasi konsentrat terkecil. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa suatu zat dapat dikatakan menghambat bakteri/memiliki efek desinfektan kebanyakan dipengaruhi oleh persenan pekat encernya konsentrasi dan lamanya kena zat tersebut (Dwidjoseputro 2005). Semakin tinggi konsentrasi bahan aktif

15

minyak atsiri maka daya penghambatan makin luas (Rozie P. L. et al. 2005). Pada konsentrasi dilusi 1:15-1:20, terdapat kecenderungan keseluruhan sampel tidak memiliki zona daya hambat yang menunjukkan bahwa efektivitas mouthwash untuk menghambat mikroba pada konsentrasi tersebut tidak ada/negatif, artinya sensitivitas mikroba yang digunakan cukup tinggi, mampu untuk tetap hidup meskipun diberikan mouthwash dengan dilusi tersebut. Jumlah bakteri yang dibuat dengan dua ulangan dapat dilihat pada lampiran total plate count yang dihitung dari jumlah suspensi bakteri yang diencerkan. Banyaknya bakteri dapat dibandingkan dengan zona penghambatannya, yang menunjukkan bahwa penghambatan cukup baik karena mampu menghambat jumlah bakteri tersebut. Bahan aktif yang diduga berperan sebagai penyebab kematian atau penghambat hidup mikroba adalah dari golongan senyawa fenol dan turunannya seperti kavikol dalam minyak atsiri sirih dan eugenol dalam minyak atsiri cengkeh yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Koensoemardiyah 2010). Zat-zat organik seperti fenol dapat menyebabkan penggumpalan protein yang merupakan konsitutuen dari protoplasma dan mengalami denaturasi yang dalam keadaan yang demikian tidak berfungsi (Dwidjoseputro 2005). Salah satu turunan fenol, senyawa kavikol dalam minyak atsiri sirih memiliki daya antibakteri lima kali lebih kuat dibanding fenol berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri pathogen seperti Vibrio cholerae, E. coli dan Staphylococcus aureus (Sastroamidjojo 2004, Hoque et al. 2011, Wendy Voon et al. 2014). Eugenol yang merupakan senyawa paling banyak dibanding senyawa lainnya di dalam minyak atsiri cengkeh sebesar 81,2% mampu menghambat pembentukan biofilm pada gigi (Ardani et al. 2010, Retnowati et al. 2013). Hasil daya hambat terhadap S. aureus yang merupakan bakteri gram positif lebih besar dihambat pertumbuhannya oleh mouthwash dibandingkan E. coli yang merupakan bakteri gram negatif sesuai dengan penelitian Bhusita (2009), penggunaan minyak atsiri cengkeh dan minyak atsiri sirih sebanyak 0,15 mL dapat menghambat bakteri S. aureus dengan diameter zona penghambatan berturut-turut sebesar 32 mm dan 27,5 mm lebih besar daripada menghambat bakteri E. coli dengan diameter zona penghambatan berturut-turut sebesar 15 mm dan 16,5 mm. Hal ini dikarenakan mikroba gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba karena memiliki sistem seleksi terhadap zatzat asing pada lapisan struktur dinding selnya yang lebih kompleks, berlapis tiga yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan. Struktur dinding sel mikroba gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja (Purwani et al 2009, Juliantina 2009). Hasil dari keseluruhan uji daya hambat dapat dipilih pengenceran 1:10 untuk uji rasa dan aftertaste organoleptik. Organoleptik Tahap II Uji organoleptik II dilakukan terhadap 30 panelis dengan sampel formulasi tahap II bentuk konsentrat dan dilusi 1:10 (hasil dari uji daya hambat antimikroba). Persentase tanggapan panelis terhadap konsentrat formulasi tahap II dapat dilihat pada gambar 7.

16

Persentase panelis

100% 80% 60% Disukai

40%

Netral

20%

Tidak Disukai

0% F1 F2 F3

Kejernihan

F1 F2 F3

Warna

F1 F2 F3

F1 F2 F3

Kekentalan

Umum

Parameter

Gambar 7 Hasil Organoleptik Konsentrat Mouthwash Tahap II Penilaian panelis pada sediaan konsentrat meliputi kejernihan, warna, kekentalan, dan penerimaan umum. Kejernihan dan warna dari ketiga formulasi konsentrat tahap II yang paling disukai oleh panelis adalah formula 3 yang menggunakan minyak sirih, cengkeh, dan kayu putih. Formula 3 tidak mendapatkan hasil penilaian tidak disukai dari panelis untuk kejernihan dan warnanya. Kekentalan yang paling disukai oleh panelis dari ketiga formulasi adalah formula 1, dengan formula 2 dan formula 3 mendapatkan hasil yang sama. Pengujian juga dilakukan terhadap hasil dilusinya pada pengenceran 1:10. Hasil uji organoleptik tahap II terhadap hasil dilusi 1:10 dapat dilihat pada gambar 8. Persentase panelis

100% 80% 60% 40%

Disukai

20%

Netral Tidak Disukai

0% F1 F2 F3 Kejernihan

F1 F2 F3

F1 F2 F3

F1 F2 F3

Warna

Aroma

Rasa

F1 F2 F3

F1 F2 F3

F1 F2 F3

Aftertaste Kekentalan Umum

Parameter

Gambar 8 Hasil Organoleptik Dilusi Mouthwash Tahap II Pada pengujian organoleptik tahap II ini dilakukan perlakuan pengadukan setelah diencerkan yang membuat penampakan mouthwash lebih bening dibandingkan ketika tidak dilakuan perlakuan tersebut pada saat uji organoleptik I. Hasil organoleptik tahap II terhadap hasil dilusinya menunjukkan kejernihan dan warna sampel mouthwash yang paling disukai adalah imbang pada sampel formula 2 dan formula 3. Hasil uji menunjukkan kecenderungan panelis menyukai formula yang lebih bening dan berwarna lebih kuning. Hasil uji aroma, menunjukkan panelis menyukai sampel formula 1 dan formula 2, artinya panelis telah menerima aroma sirih dalam pengenceran yang lebih sedikit daripada ketika digunakan untuk organoleptik tahap I dan menyukai aroma minyak jahe yang digunakan pada formula 2. Hasil uji rasa yang paling

17

disukai adalah formula 2, formula 3, dan formula 1. Panelis lebih menyukai formulasi sampel yang memiliki tambahan rasa lain yakni dari minyak atsiri jahe dan minyak atsiri kayu putih (cajuput). Hasil pengujian aftertaste, tingkat kesukaan panelis tertinggi ada pada formula 2 yang menggunakan tambahan minyak atsiri jahe, kemudian formula 1 yang merupakan formula dasar, dan terakhir formula 3 yang menggunakan tambahan minyak atsiri cajuput. Dari hasil deskripsi, panelis mengatakan minyak atsiri jahe mampu menghilangkan aftertaste yang tidak diinginkan ketika dilakukan pengujian berkumur lebih baik dibandingkan kedua formula lain. Hasil uji kekentalan menunjukkan bahwa respon panelis hampir semuanya menyukai ketiga mouthwash dengan sampel yang paling disukai adalah formula 2 dan 3 yang cenderung lebih kental dari segi penampakannya. Penerimaan secara umum menunjukkan respon kesukaan panelis dari yang paling disukai secara berturut-turut adalah formula 2, formula 3, dan formula 1. Hasil rata-rata semua parameter uji organoleptik tahap II, didapatkan formula yang paling disukai oleh panelis pada sediaan konsentrat dan dilusi adalah formula 2 yang menggunakan minyak sirih, minyak cengkeh, dan minyak jahe. Uji organoleptik tahap II menunjukkan panelis memiliki respon yang baik pada ketiga formula dengan minimumnya penerimaan tidak disukai pada kebanyakan parameter, sehingga sampel produk ini dapat langsung dianalisa pH, viskositas, dan warnanya. Uji pH Uji pH dilakukan menggunakan alat pHmeter dengan nilai pH produk 5-6 (cenderung asam) pada konsentrat dan meningkat mendekati pH netral sebesar 7 pada pengenceran 1:20. Nilai pH keseluruhan jenis mouthwash dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Nilai pH berdasarkan jenis mouthwash yang berbeda Jenis mouthwash Sirih dan Cengkeh (Kode: Original)

Sirih, cengkeh jahe (Kode: Ginger)

dan

Dilusi Konsentrat 1:5 1:10 1:15 1:20 Konsentrat 1:5 1:10 1:15 1:20

Waktu 0 hari 5,26 5,26 5,38 5,47 5,53 5,99 6,01 6,24 6,40 6,67

7 hari 5,26 5,26 5,38 5,49*) 5,57*) 6,01*) 6,01 6,21 6,30 6,42

Sirih, cengkeh, dan kayu putih (Kode: Cajuput)

Konsentrat 5,84 5,61 1:5 5,98 5,67 1:10 6,12 6,04 1:15 6,29 6,22 1:20 6,37 6,26 *) Keterangan: mengalami peningkatan nilai pH daripada seminggu sebelumnya

Rentang nilai pH yang dapat diterima mulut adalah 3-18, sehingga pH seluruh sampel aman diterima oleh mulut saat berkumur. Nilai pH terkecil ada

18

pada formula 1 yang menggunakan minyak atsiri sirih dan cengkeh, sebesar 5,26 karena memiliki komposisi minyak atsiri sirih terbanyak. Hal ini dapat disebabkan oleh pH minyak atsiri sirih yang cenderung asam sekitar 4-4.5 satuan pH. Jenis dan konsentrasi pengujian pH pada 0 dan 7 hari berpengaruh signifikan terhadap pH dengan memperlihatkan kenaikan pH dalam setiap penurunan konsentrasi konsentrat uji. Hasil ini menunjukkan semakin besar jumlah dilusi atau pengenceran, pH yang didapatkan akan semakin besar atau semakin basa akibat banyaknya air yang ditambahkan karena air lebih bersifat basa dibandingkan larutan mouthwash yang asam sehingga meningkatkan pHnya. Setelah sampel hasil dilusi dan konsentrat didiamkan selama seminggu dan diuji (7 hari), beberapa sampel memiliki nilai pH yang tetap seperti pada konsentrat dan hasil dilusi 1:5 dari formula 1 dan formula 2. Beberapa sampel mengalami peningkatan nilai pH setelah didiamkan selama seminggu, yakni pada sampel hasil dilusi 1:15 dan 1:20 formula 1 serta konsentrat formula 2. Kebanyakan sampel memiliki nilai pH yang semakin kecil setelah didiamkan selama seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua sampel menjadi semakin asam setelah didiamkan selama seminggu, hanya beberapa sampel yang pHnya tetap. Menurut Mirhosseini H. et al. (2008), penurunan pH pada larutan newtonian memiliki korelasi terhadap peningkatan stabilitas emulsi sehingga dikatakan bahwa sampel mouthwash yang didiamkan selama seminggu meningkat stabilitasnya hingga tahap tertentu. Tiga sampel mengalami peningkatan nilai pH dari seminggu setelahnya (7 hari) atau menjadi lebih basa Namun, peningkatan pH yang menjadi semakin basa ini hanya berkisar 0,02-0,04, nilai yang dapat tak terdeteksi jika menggunakan alat lain yang memiliki ketelitian lebih rendah berkisar nol sampai satu angka desimal di belakang koma. Artinya hal ini dapat disebabkan karena kesalahan pengujian oleh alat karena perbedaannya hanya sedikit. Dapat dilakukan pengembangan untuk penelitian selanjutnya untuk mengetahui daya simpan dari mouthwash hingga batas pH yang masih dapat diterima mulut dan tetap stabil pada emulsi. Uji Viskositas Viskositas suatu formulasi mouthwash mempengaruhi tingkat kekentalan produk tersebut. Meskipun mouthwash yang dibuat merupakan emulsi, namun karena kadar total fase minyak dalam mouthwash hanya 2 % dan selebihnya merupakan fase air maka mouthwash ini dapat digolongkan sebagai larutan Newtonian yang masih bisa mengalir (Astuti P. et al. 2013). Pengujian viskositas pada mouthwash dilakukan pada suhu 25oC dalam jangka waktu 1 menit menggunakan alat viskosimeter Brookfield tipe V-III Ultra Programmable Rheometer. Semakin besar nilai viskositas, menunjukkan semakin kentalnya sampel yang diuji. Jenis mouthwash berpengaruh signifikan terhadap viskositasnya dengan sediaan konsentrat paling kental adalah formula 2 yang menggunakan minyak atsiri sirih, cengkeh, dan jahe, Nilai ini menunjukkan bahan-bahan yang terkandung di dalam formula 2 diperkirakan lebih pekat dibanding formula lain. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekentalan dari mouthwash adalah sorbitol, yakni gula alkohol yang menempati presentase paling banyak dalam konsentrat, serta perbedaan presentase dan jenis minyak atsiri yang

19

digunakan. Hasil analisis nilai viskositas produk mouthwash dinyatakan langsung dari alat dalam satuan centipoise atau cP dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Nilai viskositas mouthwash Jenis mouthwash

Dilusi

0 hari Sirih dan cengkeh Konsentrat 47,47 1:5 1,71 1:10 1,16 1:15 1,12 1:20 1,07 Sirih, cengkeh, dan jahe Konsentrat 129,98 1:5 1,33 1:10 1,17 1:15 1,07 1:20 1,08 Sirih, cengkeh, dan cajuput Konsentrat 74,62 1:5 1,37 1:10 1,21 1:15 1,10 1:20 1,08 *) Keterangan: viskositas meningkat dari seminggu sebelumnya

Waktu 7 hari 45,71 1,36 1,12 1,12 1,07 116,90 1,43*) 1,18*) 1,06 1,08 72,79 1,46*) 1,17 1,07 1,08

Menurut Pradewa (2008), semakin dekat tingkat viskositas suatu produk mouthwash dengan tingkat viskositas air, maka semakin mudah dan nyaman produk tersebut digunakan untuk berkumur. Pada uji viskositas, dapat dilihat perbandingannya terhadap air pada tiap hasil dilusi. Viskositas air adalah 1 centiPoise (cP) atau 8.90 Γ— 10βˆ’4 Pa.s atau 8.90 Γ— 10βˆ’3 dyn.s/cmΒ² pada suhu 25 Β°C. Hasil dilusi pada ketiga jenis mouthwash menunjukkan nilai viskositas sekitar 1cP dengan perbedaan pengaruh tidak signifikan, artinya seluruh hasil dilusi mendekati viskositas air/akuades sebesar 1 cP. Sampel yang memiliki viskositas tertinggi adalah dilusi 1:5 (1,33-1,76 cP) kemudian viskositasnya semakin menurun dengan semakin besarnya pengenceran hingga 1:20 yang memiliki nilai viskositas mendekati air (1,07-1,08 cP). Secara keseluruhan hasil dilusi menunjukkan viskositas sekitar 1 cP yang artinya semua nyaman untuk digunakan untuk berkumur dengan dilusi 1:20 pada tiap jenis mouthwash sebagai yang paling mendekati viskositas air. Semakin besar pengenceran yang dilakukan, maka nilai viskositasnya semakin kecil/sampel semakin encer, karena konsentrat memiliki kekentalan tinggi ketika ditambah pelarut akuades membuat sediaannya lebih encer. Namun terdapat beberapa sampel yang mengalami peningkatan nilai viskositas seperti pada formula 2 yang ketika diencerkan dari dilusi 1:15 menjadi 1:20 mengalami kenaikan viskositas dari 1,07 menjadi 1,08 dan setelah didiamkan seminggu juga mengalami kenaikan viskositas dari 1,06 menjadi 1,08. Kenaikan ini tidak signifikan, hanya sebesar 0,01-0,02, dapat terjadi akibat kekurangan ketelitian saat pengujian menggunakan alat. Setelah konsentrat dan hasil dilusi didiamkan selama seminggu dan diuji setelah 7 hari, nilai viskositas dari tiap sampel secara umum mengalami penurunan dan beberapa tetap konstan. Artinya setelah didiamkan selama seminggu produk menjadi lebih encer. Namun, terdapat beberapa sampel yang

20

mengalami peningkatan viskositas setelah didiamkan selama seminggu atau sediaannya menjadi lebih kental, seperti pada formula 2 dilusi 1:5 dan 1:10 dengan peningkatan secara berurutan sebesar 0,1 cP dan 0,01, dan pada formula 3 dilusi 1: dengan peningkatan sebesar 0,08 cP. Peningkatan ini juga hanya sedikit dan dapat terjadi akibat kesalahan ketelitian saat pengujian menggunakan alat. Pada umumnya, emulsi akan mengalami penurunan viskositas seiring dengan lamanya waktu, namun dapat sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Penurunan viskositas dapat terjadi akibat adanya peningkatan suhu ketika sampel didiamkan selama seminggu. Saat semua sampel didilusi, pengenceran dilakukan pada ruangan bertemperatur 25oC dan langsung diuji menggunakan alat viskosimeter pada suhu tersebut. Ketika dilakukan penyimpanan, sampel diletakkan pada botol dengan suhu ruangan yang tidak diatur dan mungkin dapat mencapai temperatur 27oC. Kemudian sampel diuji kembali hari ke-7 suhu 25oC, namun sampel telah mengalami penurunan viskositas dibanding jika suhunya diatur tetap konstan. Pada pembuatan produk nantinya, produk dapat disimpan dalam kemasan sachet dengan lapisan aluminium foil yang kedap udara sehingga dapat terhindar dari adanya kontak terhadap udara luar yang dapat mempengaruhi suhu kontak dan kekentalan sediaan produk. Uji Warna Warna ketiga jenis konsentrat mouthwash adalah kuning bening dan semakin kehilangan warna menjadi bening mendekati air semakin diencerkan. Sampel dilusi 1:15 dan 1:20 berwarna agak keruh ketika pertama diencerkan namun menjadi bening setelah didiamkan selama seminggu. Hasil warna mouthwash secara visual disajikan dalam tabel 9. Tabel 9 Hasil uji warna secara visual Perbedaan Dilusi Konsentrat

1:5 1:10 1:15 1:20

Formula 1 (Kode: Origin) Kuning – Kuning bening bening (++) (+++) Kuning bening (+) Bening Bening – Keruh (+) Bening – Keruh (++)

Formula 2 (Kode: Ginger) Kuning – Kuning bening bening (++) (+++) Kuning bening (++) Bening Bening Bening

Formula 3 (Kode: Cajuput) Kuning – Kuning bening bening (++) (+++) Kuning bening (+) Bening Bening Bening

Warna yang menjadi keruh saat dilusi 1:15 dan 1:20 ini dapat disebabkan karena jumlah air yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan pada pengenceran lain sehingga meningkatkan busa dari emulsifier dan menggerakkan medium pendispersi sehingga busa banyak yang terperangkap di antara medium terdispersinya (fase larut minyak/minyak atsiri). Pada penelitian ini, formula 1 memiliki jumlah persentase fase larut minyak terbanyak dibandingkan dua formula lainnya sehingga jarak antar medium terdispersinya lebih kecil dan padat, menyebabkan busa terperangkap dan lebih sulit untuk keluar. Untuk menurunkan jumlah busa yang ada agar tidak terperangkap, dapat dilakukan pengadukan saat pengenceran sehingga gelembung busa dapat langsung naik ke atas dan membuat sediaan menjadi lebih bening.

21

Setelah dilakukan pengujian warna secara visual/dilihat penampakannya dengan mata, dilakukan uji menggunakan alat spektrofotometer sebanyak dua kali yakni pada 0 hari dan 7 hari untuk mengetahui perbedaan warnanya. Pada awalnya dicari panjang gelombang maksimum pada saat pengenceran (0 hari) dengan menguji sampel yang terlihat secara visual paling keruh (formula 1 dilusi 1:20) dan yang paling berwarna (formula 2 dilusi 1:5) dengan blanko akuades (pelarut). Hasil pengujian menunjukkan besarnya nilai absorbansi atau cahaya yang dapat diserap ketika dilalui melewati mouthwash. Semakin besarnya nilai absorbansi menunjukkan bahwa sampel semakin berwarna dan sebaliknya, semakin kecil nilai absorbansi menunjukkan bahwa sampel semakin tidak berwarna/bening mengikuti warna blanko. Dalam hal ini, sampel yang berwarna kekuningan bening dikatakan berwarna walaupun bening, dan sampel yang putih keruh juga dapat dikatakan berwarna. Blanko yang digunakan dalam pengujian ini adalah pelarut dari mouthwash yakni akuades. Pengujian ini menentukan panjang gelombang maksimum yang digunakan setelahnya sehingga didapatkan range dari blanko yang dinyatakan sebagai titik nol sampai yang paling berwarna. Sampel yang kuning jernih memberikan hasil panjang gelombang lebih besar yakni sebesar 300 nm, dibandingkan yang paling keruh yakni sebesar 294 nm. Maka panjang gelombang 300 nm digunakan untuk setiap pengujian sampel yang telah diencerkan. Hasil analisis nilai absorbansi dari mouthwash dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Nilai absorbansi (uji warna) pada spektrofotometri dengan panjang gelombang 300 nm Jenis mouthwash

Dilusi

0 hari Konsentrat 1,018 1:5 0,994 1:10 0,843 1:15 0,804 1:20 0,740 Sirih, cengkeh, dan jahe Konsentrat 1,031 1:5 0,892 1:10 0,678 1:15 0,535 1:20 0,424 Sirih, cengkeh, dan cajuput Konsentrat 1,026 1:5 0,948 1:10 0,712 1:15 0,534 1:20 0,416 *) Keterangan: absorbansi menurun dari seminggu sebelumnya Sirih dan cengkeh

Waktu 7 hari 1,022 1,005 0,868 0,693*) 0,564*) 1,016*) 0,918 0,703 0,559 0,439 1,035 0,988 0,745 0,575 0,480

Semakin besar dilusi yang dilakukan, maka nilai absorbansi semakin kecil yang artinya sampel menjadi semakin bening atau tidak berwarna. Hal ini disebabkan karena konsentrasi konsentrat mouthwash yang berjumlah sedikit akan menyebabkan warnanya semakin bening mendekati warna dari blanko (dalam hal ini akuades). Dilakukan pengujian pada dua waktu yakni setelah produk

22

konsentrat mouthwash diencerkan dan setelah hasil pengenceran tersebut didiamkan selama seminggu. Ketaren (1985) mengatakan bahwa minyak atsiri akan berwarna gelap oleh aging, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat dan tahan lama. Terjadi kecenderungan keseluruhan sampel meningkat nilai absorbansi ujinya setelah didiamkan selama seminggu, yang artinya warna produk menjadi lebih pekat setelah didiamkan. Namun, terdapat perbedaan pada sampel formula 1 yang menggunakan minyak atsiri sirih dan cengkeh pada dilusi 1:15 dan 1:20 yang mengalami penurunan nilai absorbansi. Hal ini dikarenakan sampel awal ketika dilakukan pengenceran berwarna keruh dan setelah didiamkan seminggu memiliki warna yang kian bening dengan alasan yang telah dikemukakan saat pengujian warna secara visual. Pada jenis mouthwash yang diberi tambahan minyak atsiri lain selain bahan aktifnya memberi warna yang tidak berbeda nyata pada analisis ragam dengan alfa=0,05, dimungkinkan karena komposisinya bertambah dibandingkan yang hanya menggunakan bahan aktif saja. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya dapat diukur daya simpan dan pengaruh pemberian warna untuk memperbaiki kenampakan dalam jangka panjang.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengujian formula dasar mouthwash menggunakan bahan aktif sirih dan cengkeh mendapatkan formula terpilih dari hasil organoleptik tahap I yang paling disukai yakni formula 2 yang menggunakan perbandingan minyak sirih, minyak cengkeh, dan sorbitol sebesar 0,1 : 0,025 : 7,5 (v/v%). Hasil organoleptik II menunjukkan bahwa dari semua parameter uji, panelis dapat menerima dan paling menyukai sampel formula 2 yang menggunakan tambahan minyak jahe. Saran Dilusi 1:10 yang memiliki pengenceran terkecil dan masih dapat menghambat mikroba pada penelitian ini dapat menjadi acuan untuk SOP pemakaian produk nantinya dalam berkumur.

DAFTAR PUSTAKA Alma, M.H., M. Ertas, S. Nitz, H. Kollmannsberger. 2007. Chemical composition and content of essential oil from the bud of cultivated turkish clove (Syzygiumaromaticum L.). Jurnal Bio Resources 2(2): 265-269. Ardani Marisya, Pratiwi Sylvia, Hertiani Triana. 2010. Efek campuran minyak atsiri cengkeh dan kulit batang kayu manis sebagai antiplak gigi. Majalah Farmasi Indonesia. 21(3): 191-201. Astuti P., Ardiana Dewi Yosephine, Martha Purnamiwulanjati, Teuku Nanda Saifullah. 2013. Formulasi mouthwash minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) serta uji antibakteri dan antibiofilm terhadap bakteri

23

Streptococcus mutans secara in vitro. Traditional Medicine Journal. 18(2): 95102 Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 06- 2387-2006 tentang Minyak Cengkeh Bhuiyan M.Z.I., J. Begum, N.C. Nandi and F. Akter. 2010. Constituents of the essential oil from leaves and buds of clove (Syzigium caryophyllatum L.). African Journal of Plant Science 4(11): 451-454. Bhusita Wannissorn, Pattra Maneesin, Sirinan Tubtimted dan Gansuda Wangchanachai. 2009. Antimicrobial activity of essential oils extracted from Thai herbs and spices. Asian Journal of Food and Agroindustry 2(4): 677-689 Bria Maria Floriana. 2011. Isolasi Minyak Atsiri Sirih (Piper betle Linn), Karakterisasi dan Identifikasi Komponen-Komponennya dengan GC-MS. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Cahyanti Putu I. 2014. Penggunaan Pasta Gigi Herbal Daun Sirih Lebih Menurunkan Akumulasi Plak Gigi Daripada Pasta Gigi Non Herbal Flouride pada Siswa Kelas VIII SMPK 1 Harapan Denpasar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Mahasaraswati Denpasar Darwis S. N. 1992. Potensi sirih (Piper betle L.) sebagai tanaman obat. balai penelitian tanaman obat dan rempah bogor. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1(1): 9-11 . Davis, W.W. dan T.R. Stout. 1971. Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic Assay. Applied Microbiology 22(4): 659-665. Debjit Bhowmik, K.P. Sampath Kumar, Akhilesh Yadav, Shweta Srivastava, Shravan Paswan, Amit Sankar Dutta. 2012. Recent trends in indian traditional herbs Syzygium aromaticum and its health benefits. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 1(1): 13-15. Dwidjoseputro.2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan Fathilah A R, Z. H.A. Rahim, Y. Othman dan M. Yusoff. 2009. Bacteriostatic effect of Piper betle and Psidium guajava extracts on dental plaque bacteria. Pakistan Journal of Biological Sciences. 12(6): 518-521 Giertsen E., et al. 1999. Effects of mouthrinses with xylitol and fluoride on inflammation using a simple oral rinse technique. J Periodontol. 61(6): 339-42. Gunawan dan Mulyani. 2004. Ilmu obat alam (farmakognosi). Jakarta: Penebar Swadaya. Hosseini M, Asl MK, Rakhshandeh H. 2011. Analgesic effect of clove essential oil in mice. Avicenna J Phytomed 1: 1-6. Hoque, M.M., Rattila, S., Shishir, M.A., Bari, M.L., Inatsu, Y. and Kawamoto, S. 2011. Antibacterial activity of ethanol extract of betel leaf (Piper betle L.) against some foodborne pathogens. Bangladesh Journal of Microbiology 28(2): 58-63 Hunter Murray. 2009. The Application of Essential Oil. Malaysia: Nova Publisher. Jawetz, E, J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, & L. N. Ornston. 2008. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 27. Jakarta: EGC Juliantina R. dan Farida. 2009 . Manfaat sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen antibakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Vol.1 Ketaren, S.1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka.

24

Koensoemardiyah S. 2010. A to Z Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik, dan Aromaterapi. Yogyakarta: Andi Publisher. Kusmayati dan Agustini N. W. R. 2007. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari mikroalga (Porphyridium cruentum). Jurnal Biodiversitas. 8(1): 48-53 Li, R. C., Tang M. C. 2004. Post-antibiotic effect induced by an antibiotic combination: influence of mode.sequence and interval of exposure. Journal of Antimicrobial Chemotheraphy. 54(1): 904-908. Lindsay, R.C. 1996. Flavors O.R. Fennema (Ed.) Food Chemistry 3rd Ed. New York Basel: Marcel Dekker Inc. Malu S.P., G. O. Obochi, E. N. Tawo dan B. E. Nyong. 2009. Antibacterial activity and medicinal properties of ginger (Zingiber officinale). Global Journal of Pure and Applied Sciences 15(3): 365-368 McCullough M. dan Farah C. S. 2008. The role of alcohol in oral carcinogenesis with particular reference to alcohol-containing mouthwashes. Australian Dental Journal. 53(4): 302-305 Melisa R. T., Billy J. Kepel, Michael A. Leman. 2015. Uji daya hambat ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon Unsrat 4(4): 65-70 Mirhosseini Hamed, Chin Ping Tan, Nazimah S.A. Hamid, dan Salmah Yusof. 2008. Effect of Arabic gum, xanthan gum and orange oil contents on ΞΆpotential, conductivity, stability, size index and pH of orange beverage emulsion. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 315: 47–56 Mohd Sajjad, Ahmad Khan, dan Iqbal Ahmad. 2012. Biofilm inhibition by Cymbopogon citratus and Syzygium aromaticum essential oils in the strains of Candida albicans. Journal of Ethnopharmacology 140 (2012) 416– 423 Nahak, Helena Dwiyani. 2011. Isolasi Minyak Atsiri dari Batang Sirih (Piper betle Linn) Karakterisasi dan Identifikasi Komponen-komponennya dengan GC-MS. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Naini A. 2006. Pengaruh ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans. Journal of Dentistry Indonesia. 13(2): 95-98. Pradewa M. R. 2008. Formulasi Sediaan Obat Kumur Berbahan Dasar Gambir (Uncaria gambier Roxb.). Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor Praptiwi Y. H, Sukmasari S, Mulyani S. 2009. Daya anti bakteri ekstrak daun sisik naga dibandingkan dengan ekstrak daun saga, daun sirih, dan kayu manis terhadap isolat bakteri dari penderita periodontis kronis. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung. 2(1): 58-64 Purwani, E., S.W. N., Hapsari, dan R., Rauf. 2009. Respon hambatan bakteri gram positif dan negatif pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diawetkan dengan ekstrak jahe (Zingiber officinale). J. Kesehatan 2(1): 1979-7621. Raut J. S. dan S.M. Karuppayil. 2014. A status review on the medicinal properties of essential oils. Industrial Crops and Products Journal 62(1): 250–264 Redaksi Trubus.2009. Trubus Info Kit: Minyak Atsiri. Volume.07, juni 2009 www. trubus-online.co.id. ISSN 0216-7638. Depok: Trubus Swadaya

25

Retnowati Rurini, Prianto Henny, Juswono Unggul. 2013. Isolasi dan karakterisasi minyak bunga cengkeh (Syzgium aromaticum) kering hasil distilasi uap. Jurnal Mahasiswa Kimia Universitas Brawijaya. 1(2): 269-275 Rozie P. L., Regina T. C. Tandelilin, dan Juni Handajani. 2005. Efektivitas minyak atsiri lengkuas putih terhadap Staphylococcus aureus 302 yang resisten multiantibiotik. Indonesian Journal of Dentistry. 12(1): 24-29. Sagarin, E. dan S.D. Gershon. 1972. Cosmetics Science and Technology 1st volume 2nd. New York: John Wiley and Sons Inc. Sastrohamidjojo H. 2004. Kimia minyak atsiri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Setyaningsih Dwi, Apiyantono, Anton, dan Sari M. P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Smith A. J., M. S. Jackson, dan J. Bagg. 2001. The ecology of Staphylococcus aureus in oral cavity. J. Medical Microbiology 50: 940-946. Towaha Juniati. 2012. Manfaat Eugenol Cengkeh Pada Berbagai Industri Di Indonesia Perspektif. 1(2): 91 – 101. Wendy Voon, W. Y., Ghali, N. A., Rukayadi, dan Y. Meor Hussin, A. S. 2014. Application of betel leaves (Piper betle L.) extract for preservation of homemade chili bo. International Food Research Journal 21(6): 2399-2403

26

Lampiran 1 Metode Pengujian Analisa Mutu Organoleptik (Setyaningsih 2010) Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian formulasi mouthwash adalah uji hedonik atau uji kesukaan terhadap warna, rasa, aroma, dan kekentalan serta penerimaan umum.Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan), dan mengemukakan tingkatan-tingkatan kesukaannya yang disebut dengan skala hedonik.Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 (tidak suka), 2 (netral), 3 (agak suka), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).Formula mouthwash diujikan pada 30 orang panelis yang dipilih secara acak.Hasil mutu uji hedonik kemudian disajikan pada histogram yang merupakan persentase kesukaan panelis. Uji pH Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter handylab-11 dengan cara mencelupkan alat pHmeter ke dalam larutan buffer 11 dan 4 sebagai penetral. Kemudian dilakukan pengujian terhadap sampel dengan mencelupkan pHmeter hingga didapatkan nilai pH pada layar dengan hasil yang konstan/nilai tidak berubah lagi. Viskositas (SNI 01-2891-1992) Pengukuran viskositas (kekentalan) dilakukan dengan menggunakan alat viskosimeter Brookfield tipe V-III Ultra Programmable Rheometer. Sampel sebanyak +10 ml dimasukkan ke dalam gelas, kemudian spindel dicelupkan ke dalam sampel dengan kecepatan 30 rpm.Tombol ON ditekan untuk melakukan pengukuran.Biarkan rotor berputar selama 1 menit.Setelah 1 menit skala yang terbaca pada alat merupakan nilai kekentalan setelah dikalikan dengan faktor konversinya. Uji Warna Pengujian warna dilakukan menggunakan alat spektrofotometer merk Hitachi-U. Panjang gelombang dicari dengan menggunakan metode spectrum dipilih dari peak tertinggi hasil menguji sampel yang paling berwarna.Sampel diuji pada panjang gelombang tersebut dengan dimasukkan ke dalam kuvet hingga tanda batas yang dapat dibaca oleh alat, kuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometri dan ditutup bagian penutupnya. Ditekan tanda pembacaan hingga menampilkan hasilnya di layar.Dilakukan pembacaan hingga mendapat hasil yang konstan.Dilakukan dua kali pengujian untuk setiap sampel.

27

Lampiran 2 Anova dan Uji Duncan Daya Hambat, Absorbansi, pH, dan Viskositas 1. a.

Tabel Anova Anova indeks daya hambat S. aureus

Type III Sum Df of Squares Corrected Model 252.006a Intercept 119.720 Dilusi 251.228 Jenis_mouthwash .071 Dilusi * Jenis_mouthwash .707 Error .744 Total 372.471 Corrected Total 252.750 a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) Source

Mean Square 14 1 4 2 8 15 30 29

18.000 119.720 62.807 .036 .088 .050

F 362.912 2413.713 1266.269 .720 1.782

Sig. .000 .000 .000 .503 .159

b. Anova indeks daya hambat E. coli Source

Type III Sum of Squares

Df

Corrected Model 89.110a Intercept 59.319 Dilusi 73.871 Jenis_mouthwash 4.917 Dilusi * Jenis_mouthwash 10.322 Error 3.127 Total 151.556 Corrected Total 92.237 a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .934)

Mean Square 14 1 4 2 8 15 30 29

6.365 59.319 18.468 2.458 1.290 .208

F

Sig.

30.530 284.528 88.582 11.792 6.189

.000 .000 .000 .001 .001

F 24.483 4601.108 22.162 68.044 3.283

Sig. .000 .000 .000 .000 .023

c. Anova nilai absorbansi pengujian hari ke-0 Type III Sum Source of Squares Df a Corrected Model 1.334 Intercept 17.912 Jenis_mouthwash .173 Dilusi 1.060 Jenis_mouthwash * Dilusi .102 Error .058 Total 19.305 Corrected Total 1.393 a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .919)

14 1 2 4 8 15 30 29

Mean Square .095 17.912 .086 .265 .013 .004

28

d. Anova nilai absorbansi pengujian hari ke-7 Type III Sum Df of Squares Corrected Model 1.316a Intercept 17.963 Jenis_mouthwash .055 Dilusi 1.240 Jenis_mouthwash * Dilusi .021 Error .034 Total 19.313 Corrected Total 1.350 a. R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .951) Source

Mean Square 14 1 2 4 8 15 30 29

.094 17.963 .027 .310 .003 .002

F

Sig.

41.136 7862.643 12.006 135.673 1.149

.000 .000 .001 .000 .388

F

Sig.

e. Anova nilai pH pengujian hari ke-0 Source

Type III Sum of Squares

df

Corrected Model 5.635a 14 Intercept 1050.682 1 Jenis_mouthwash 4.478 2 Dilusi 1.029 4 Jenis_mouthwash * Dilusi .128 8 Error .000 15 Total 1056.317 30 Corrected Total 5.636 29 a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Mean Square

.403 15094.500 1050.682 39400564.500 2.239 83956.500 .257 9650.750 .016 600.875 2.667E-5

.000 .000 .000 .000 .000

f. Anova nilai pH pengujian hari ke-7 Source

Type III Sum of Squares

df

Corrected Model 4.564a 14 Intercept 1024.804 1 Jenis_mouthwash 3.393 2 Dilusi 1.041 4 Jenis_mouthwash * Dilusi .130 8 Error .000 15 Total 1029.368 30 Corrected Total 4.565 29 a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Mean Square

F

.326 16300.881 1024.804 51240192.667 1.696 84816.667 .260 13015.583 .016 814.583 2.000E-5

Sig. .000 .000 .000 .000 .000

29

g. Anova nilai viskositas pengujian hari ke-0 Source

Type III Sum of Squares

Df

Corrected Model 40029.966a 14 Intercept 9433.779 1 Jenis_mouthwash 1416.995 2 Dilusi 32956.552 4 Jenis_mouthwash * Dilusi 5656.419 8 Error .836 15 Total 49464.581 30 Corrected Total 40030.802 29 a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Mean Square 2859.283 9433.779 708.498 8239.138 707.052 .056

F 51318.277 169316.997 12716.081 147875.646 12690.141

Sig. .000 .000 .000 .000 .000

h. Anova viskositas pengujian hari ke-7 Type III Sum Df Mean Square of Squares Corrected Model 31490.012a 14 2249.287 Intercept 7915.376 1 7915.376 Jenis_mouthwash 858.187 2 429.093 Dilusi 27200.401 4 6800.100 Jenis_mouthwash * Dilusi 3431.425 8 428.928 Error .075 15 .005 Total 39405.464 30 Corrected Total 31490.087 29 a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Source

F 449857.318 1583075.267 85818.691 1360020.035 85785.617

Sig. .000 .000 .000 .000 .000

30

2. a.

Tabel Uji Duncan Uji Duncan indeks daya hambat S. aureus

KONSENTRASI

N

Subset

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

1 .00750 .23917

2

3

4

.72083 1.30417 .092

1.000

7.71667 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 b.

Uji Duncan indeks daya hambat E. coli

KONSENTRASI

N

Subset

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

1 .01000 .38333

2

3

4

.38333 .74167 1.51250

.177

.194

4.38333 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS

N

Subset 1

Ginger Original Cajuput Sig.

2

10 10 10

1.08850 1.15250 1.97750 1.000

.758

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 c.

Uji Duncan nilai absorbansi pengujian hari ke-0

KONSENTRASI

N

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

1 .52633

Subset 3

2

4

5

.62400 .74417 .94417 1.000

1.000

1.000

1.000

1.02483 1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS

N

Subset 1

Ginger Original Cajuput Sig.

10 10 10

2 .71170 .72680 .596

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05

.87960 1.000

31

d.

Uji Duncan nilai absorbansi pengujian hari ke-7

KONSENTRASI

N

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

Subset 6 6 6 6 6

2

1 .49417

3

4

.60883 .77167

1.000

1.000

.97033 1.02400 .071

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS

N

Subset 2

1 Ginger Original Cajuput Sig.

10 10 10

.72670 .76450 .83020 1.000

.097

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 e.

Uji Duncan nilai pH pengujian hari ke-0

KONSENTRASI

N

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

1 5.6917

2

Subset 3

4

5

5.7467 5.9117 6.0517 1.000

1.000

1.000

6.1883 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS

N

Subset 2

1 Ginger Original Cajuput Sig.

10 10 10

3

5.3780 6.1160 1.000

6.2600 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 f.

Uji Duncan nilai pH pengujian hari ke-7

KONSENTRASI Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

N 6 6 6 6 6

1 5.6200

2

Subset 3

4

5

5.6433 5.8750 6.0017 1.000

1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05

1.000

6.0833 1.000

32

JENIS

N

Subset 2

1 Ginger Original Cajuput Sig.

10 10 10

3

5.3880 5.9580 1.000

6.1880 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 g.

Uji Duncan nilai viskositas pengujian hari ke-0

KONSENTRASI

N

Subset 1

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

2 1.08167 1.10500 1.17333 1.28333 84.02167 1.000

.192

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS

N

Ginger Original Cajuput Sig.

10 10 10

1 10.40000

Subset 2

3

15.87500 1.000

1.000

26.92400 1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 h.

Uji Duncan nilai viskositas pengujian hari ke-7

KONSENTRASI

N

Dilusi 1:20 Dilusi 1:15 Dilusi 1:10 Dilusi 1:5 Konsentrat Sig.

6 6 6 6 6

1 1.07333 1.08333 1.15500

Subset 2

3

1.44000 .076

1.000

76.46500 1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05 JENIS Ginger Original Cajuput Sig.

N 10 10 10

1 10.08800

Subset 2

3

15.51400 1.000

1.000

*angka pada subset yang sama tidak berbeda nyata pada alfa=0.05

23.12800 1.000

33

Lampiran 3 Besar zona hambat mouthwash terhadap S. aureus dan E. coli 1. Zona hambat pada S. aureus Original Konsentrat (Original)

Ginger Konsentrat (Ginger)

Cajuput Konsentrat (Cajuput)

Dilusi 1:5 (Original)

Dilusi 1:5 (Ginger)

Dilusi 1:5 (Cajuput)

Dilusi 1:10 (Original)

Dilusi 1:10 (Ginger)

Dilusi 1:10 (Cajuput)

Dilusi 1:15 (Original)

Dilusi 1:15 (Ginger)

Dilusi 1:15 (Cajuput)

Dilusi 1:20 (Original)

Dilusi 1:20 (Ginger)

Dilusi 1:20 (Cajuput)

34

2. Zona hambat pada E.coli Original

Ginger

Cajuput

Konsentrat (Original)

Konsentrat (Ginger)

Konsentrat (Cajuput)

Dilusi 1:5 (Original)

Dilusi 1:5 (Ginger)

Dilusi 1:5 (Cajuput)

Dilusi 1:10 (Original)

Dilusi 1:10 (Ginger)

Dilusi 1:10 (Cajuput)

Dilusi 1:15 (Original)

Dilusi 1:15 (Ginger)

Dilusi 1:15 (Cajuput)

Dilusi 1:20 (Original)

Dilusi 1:20 (Ginger)

Dilusi 1:20 (Cajuput)

35

Lampiran 4 Hasil Perhitungan TPC (Total Plate Count) Bakteri

Jumlah

S. aureus 1

104 TBUD

105 + 157

S. aureus 2

+ 134

8

E. coli 1

> 300

42

E. coli 2

6

0

Gambar 104

105

36

Lampiran 5 Lembar Kuesioner Kuesioner Tanggal : Nama : No. HP : Penelitian ini mencoba membuat formulasi obat kumur alami konsentrat berbasis pelarut air dengan bahan aktif minyak atsiri sirih dan atsiri cengkeh. Berikan tanda ceklis (√) dan isilah sesuai jawaban Anda 1. Jenis kelamin Anda? ( ) laki-laki ( ) perempuan 2. Alasan apa yang membuat Anda menggunakan obat kumur? (boleh pilih lebih dari satu) ( ) Mulut lebih bersih ( ) Mengurangi penyakir (karies dan gigi berlubang) ( ) Nafas lebih segar ( ) Rasa dan wangi obat kumur yang enak 3. Berapa lama Anda telah menggunakan obat kumur*? ( ) < 3 tahun ( ) 7-10 tahun ( ) 3-5 tahun ( ) >10 tahun ( ) 5-7 tahun 4. Seberapa sering Anda menggunakan obat kumur*? ( ) Selalu (1-2 kali/hari) ( ) Rutin namun tidak sering (2-3 kali/minggu) ( ) Lainnya: ________________________________________ (isi jawaban Anda) 5. Jenis obat kumur apa yang Anda gunakan*? (Sebutkan merk, boleh lebih dari satu): ____________________________________ 6. Obat kumur seperti apa yang baik menurut Anda? ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________

37

Lampiran 6 Lembar Organoleptik Tahap I Lembar Uji Tanggal Nama Umur No. HP

: : : :

Nyatakan kesukaan Anda terhadap sampel, meliputi kenampakan, warna, aroma, rasa, kekentalan, dan penerimaan umum, dengan menuliskan angka sesuai penilaian Anda. Tuliskan penilaian Anda dalam tabel sebagai berikut: 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Netral 4 = Suka 5 = Sangat suka Setelah diencerkan Konsentrat Parameter 351 275 468 157 729 635 Kenampakan (kejernihan) Warna Aroma (wangi) Rasa Kekentalan Penerimaan umum (keseluruhan) 7. Apakah kelebihan sampel obat kumur yang Anda coba dengan obat kumur yang biasa Anda gunakan meliputi kategori di atas? ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ 8. Apakah kekurangan sampel obat kumur yang Anda coba dengan obat kumur yang biasa Anda gunakan* meliputi kategori di atas? ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ 9. Apa saran Anda untuk pengembangan sampel formula obat kumur yang Anda coba? ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________

38

Lampiran 7 Lembar Organoleptik Tahap II Lembar Uji Tanggal Nama Umur No. HP

: : : :

Nyatakan Kesukaan Anda terhadap sampel, meliputi kenampakan, warna, aroma, rasa, kekentalan, dan penerimaan umum, dengan menuliskan angka sesuai penilaian Anda. Tuliskan penilaian Anda dalam tabel sebagai berikut: 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Netral 4 = Suka 5 = Sangat suka Hasil Dilusi

Parameter 457

672

Konsentrat 293

524

723

382

Kenampakan (kejernihan) Warna Aroma (Wangi) Rasa Aftertaste (pahit) Kekentalan Penerimaan umum (keseluruhan) Saran: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________

39

RIWAYAT HIDUP Libna Salsabila lahir di Jakarta, 17 April 1992 yang merupakan putri kedua dari pasangan Be Helmi Hakkie dan Lucky Permana Lestari.Penulis bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok (SMAN 1 Depok) sebelum akhirnya berkuliah di Institut Pertanian Bogor Fakultas Teknologi Pertanian Departemen Teknologi Industri Pertanian dengan tahun masuk 2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif tergabung pada beberapa kepanitiaan acara-acara kemahasiswaan di IPB.Penulis juga sempat aktif tergabung sebagai anggota dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Karate (20112012), dan Organisasi Internasional AIESEC (2011-2013) sebagai anggota yang kemudian menjabat sebagai Vice President of Communication (20122013).Setelah itu, penulis aktif menjadi anggota pengurus di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai Staff Internal pada divisi Human Resource Development (HRD) (2014-2015). Penulis pernah menjadi peserta dalam lomba karya tulis UNICEF Challenge, dan peserta lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (2014) dengan judul β€œFISHBOS: Pangan Fungsional Kaya Kalsium” yang lolos didanai oleh Dikti. Saat mahasiswa, penulis berpraktik lapang di PT. Amanah Prima Indonesia, Tangerang dengan tema Mempelajari Pengawasan Mutu Produk Jus Buah Ready To Drink. Penulis melakukan penelitian tugas akhirnya yang berjudul Formulasi Konsentrat Water-Based Mouthwash dengan Bahan Dasar Minyak Atsiri Sirih dan Cengkeh di bawah bimbingan Dr Ir Sapta Raharja, DEA dan Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi.