1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Krisis ekonomi ... - ETD UGM

1 Jan 2012 ... A. Latar Belakang. Krisis ekonomi di Yunani pada tahun 2008 yang berefek domino pada negara Uni Eropa lainnya menarik perhatian dunia ...

6 downloads 528 Views 302KB Size
Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Krisis ekonomi di Yunani pada tahun 2008 yang berefek domino pada negara Uni Eropa lainnya menarik perhatian dunia internasional. Yunani tidak mampu membayar utang sebesar 4 miliar euro kepada Perancis, Jerman, Inggris, Portugal, Amerika, dan Itali. Banyaknya utang yang harus di bayar oleh Yunani merupakan akumulasi defisit yang telah lama terjadi dari tahun 1974. Selain itu, buruknya kinerja birokrasi Yunani menyebabkan permasalahan semakin kompleks. Korupsi, buruknya administrasi pajak, dan pemborosan anggaran membuat Yunani harus berhutang untuk menutupi kebutuhan belanja negara yang terus membengkak. Keanggotaan Yunani di Uni Eropa dan zona euro pada awalnya tidak diterima begitu saja. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti berada di wilayah Eropa, berada dalam kondisi politik yang stabil, dan memiliki kemampuan ekonomi sehingga tidak akan mengganggu stabilitas Uni Eropa. Meskipun Yunani tidak memiliki ekonomi yang mapan, namun Yunani terus berusaha untuk bergabung dengan Uni Eropa. Pada saat awal bergabung dengan Uni Eropa, Yunani mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kompetisi pasar industri Eropa Utara yang sudah lebih maju dan mapan. Pada saat akan bergabung dengan zona euro, Yunani tidak memenuhi persyaratan yang tercantum dalam perjanjian Maastricht karena inflasi, defisit anggaran, utang, dan suku bunga yang tinggi dan dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas zona euro.

1

1

Namun, pada Januari 2002 Yunani resmi

Terdapat empat kriteria utama untuk bergabung dalam euro zone, yaitu: a. Inflasi tidak boleh lebih dari 1,5% lebih tinggi daripada rata-rata tiga negara anggota dengan inflasi terendah di Uni Eropa; b. Rasio defisit pemerintah tahunan dengan produk domestik bruto (PDB) tidak boleh lebih dari 3% pada akhir tahun fiskal selanjutnya dan rasio utang pemerintah bruto dengan PDB tidak boleh lebih dari 60% pada akhir tahun fiskal selanjutnya;

1

menjadi anggota zona euro karena dianggap memenuhi persyaratan. Besarnya utang Yunani yang terus menumpuk tidak mendapat perhatian atau peringatan dari Uni Eropa, sampai akhirnya pada tahun 2010 diketahui bahwa Yunani telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari utang pemerintah. Akhirnya Uni Eropa mengetahui informasi tersebut karena kecurigaan terhadap pertumbuhan ekonomi Yunani. Pada tahun 2000 hingga 2007, Yunani mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4,2% per tahun dan merupakan angka tertinggi di zona Eropa. Pertumbuhan ekonomi di Yunani merupakan hasil dari membanjirnya modal asing ke negara tersebut.Namun, keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata dan perkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Lalu pada Mei 2010, Yunani ketahuan telah mengalami defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. 2 Pemalsuan laporan Yunani yang telah berhasil mengelabui Uni Eropa bertahun-tahun membuat masyarakat internasional meragukan kredibilitas Uni Eropa sebagai organisasi regional yang mapan. Padahal Uni Eropa memiliki Bank Sentral Eropa yang bekerja yang dikelola berdasarkan European System of Central Banks (ESCB) untuk menjaga stabilitas harga dalam Uni Eropa dengan cara menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan moneter negara anggota,

c. Negara pendaftar harus menjalani mekanisme nilai tukar di bawah Sistem Moneter Eropa selama dua tahun berturut-turut dan tidak boleh mendevaluasi mata uangnya selama periode tersebut; d. Tingkat suku bunga jangka panjang nominal tidak boleh lebih dari 2% lebih tinggi daripada di tiga negara anggota yang mengalami inflasi terendah. Astri Anaria Siburian. “Efek Domino Krisis Yunani Terhadap Stabilitas Perekonomian Di Uni Eropa.” Diakses dari: http://astrianariasiburian.blogspot.com/search?updatedmin=2012-01-01T00:00:00-08:00& updated-max=2013-01-01T00:00:00-08:00&maxresults=1 tanggal 24 April 2013 2

2

menentukan nilai tukar euro dengan mata uang nasional, memegang dan mengelola nilai tukar mata uang resmi negara anggota, dan mempromosikan kelancaran sistem pembayaran.3 Uni Eropa pada awalnya enggan melibatkan pihak eksternal untuk mengatasi permasalahan krisis ekonomi tersebut. Penolakan tersebut dinyatakan oleh Presiden European Central Bank saat itu, yaitu JeanClaude Trichet (Maret 2010) yang lebih memilih menjalankan kebijakan mekanisme keseimbangan pembayaran finansial dan aturan defisit dari Stability and Growth Pact Uni Eropa.4 Bank Sentral Eropa sebagai penentu kebijakan di zona euro dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Pilihan pertama yaitu membiarkan Yunani bangkrut atau gagal bayar dan dikeluarkan dari zona euro. Namun pilihan ini mempunyai satu resiko besar, bank-bank di zona euro akan mengalami kerugian besar yang bisa menimbulkan krisis keuangan besar yang pada akhirnya akan merugikan perekonomian zona euro dan perekonomian dunia karena banyak bank di dunia yang memegang obligasi pemerintah Yunani. Pilihan kedua adalah menolong Yunani dengan memberi dana talangan, dan disertai dengan jaminan untuk obligasi pemerintah Yunani. Namun, pilihan ini juga beresiko piutang dari negaranegara anggota yang menolong Yunani akan bertambah. Pada bulan Mei 2010, ketika krisis Yunani semakin genting, Angela Merkel konsuler dari Jerman mengatakan perlunya IMF dalam mengatasi krisis tersebut. Dengan keterlibatan IMF, maka dapat dikatakan Uni Eropa telah menemui jalan buntu dan tidak memiliki solusi lain untuk mengatasi krisis Yunani. Atas dasar tersebut, maka dibentuklah Troika yaitu IMF, Europe Commision, dan Europe Central Bank sebagai komite untuk mengelola krisis di Yunani. Troika mengambil keputusan untuk mengambil langkah penyelamatan

Europa Summaries of EU Legislation. “The European Central Bank (ECB)”. Diakses dari http://europa.eu/legislation_summaries/economic_and_monetary_affairs/institutional_and _economic_framework/o10001_en.htm Tanggal 09 April 2013 3

Franz Seitz dan Thomas Jost. 2012. “The Role of the IMF in the European Debt Crisis.” Hochschule Amberg Weiden: Diskussionspapier Nr.32. Hal. 10 4

3

dengan memberikan bail-out untuk menenangkan para investor dan pelaku bisnis global yang memiliki investasi di zona euro lainnya. Nilai tukar euro terhadap dolar melemah pada level rendah selama 10 bulan setelah pemimpin Prancis dan Jerman mengatakan bahwa paket bantuan untuk Yunani membutuhkan campur tangan Dana Moneter Internasional (IMF). Kenyataan ini menurunkan kepercayaan investor di kawasan Eropa. Nilai tukar mata uang euro ini juga jatuh terhadap yen dan poundsterling. Menurut Stuart Bennett yang merupakan ahli startegi mata uang senior di Credit Agricole Corporate and Investment Bank di London, jika Yunani mendapat paket bantuan dari IMF, maka ada sesuatu yang salah dalam proses politik Eropa. Hal ini menepis kepercayaan pada euro.5 Kebijakan bail-out dari Troika tersebut menimbulkan kontroversi baik bagi Yunani, maupun negara Uni Eropa. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa bail-out terhadap negara-negara Uni Eropa adalah ilegal. Pendapat ini didasarkan pada Maastricht Treaty yang secara eksplisit melarang bail-out terhadap suatu negara. Alasan utama dari larangan tersebut adalah ‘moral hazard’. Jika suatu pemerintahan mengetahui bahwa utangnya dapat dibayar oleh negara lain, maka lama kelamaan pemerintahan tersebut akan mengambil keuntungan dari hal tersebut.6 Ketika George Papandreou (perdana menteri Yunani) menyepakati paket bail-out yang ditawarkan oleh Strauss-Kahn (Managing Director IMF) dan Olli Rehn (European Union Economic and Monetary Affairs Commisioner) maka Yunani harus melakukan kewajiban sebagai konsekuensi atas pemberian dana talangan. Mengingat adanya moral hazard, Troika memutuskan tidak mencairkan bantuan sebelum Yunani membenahi kebijakan fiskalnya. Maka, berdasarkan negosiasi antara Yunani dan Troika disepakati Yunani harus melakukan 5

Waspada Online. Anggraini Lubis. 24 Maret 2010. “Nilai Tukar Euro Melemah Yunani beralih ke IMF.” Diakses dari: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view &id=99557&Itemid= tanggal 24 April 2013.

Sulistyoningsih. 5 Januari 2013. “Yunani Dalam Perangkap Krisis Euro.” Diakses dari: http://emeraldfromtheeast.wordpress.com/2013/01/05/yunani-dalam-perangkap-krisiseuro/ tanggal 25 April 2013 6

4

pemotongan anggaran, pengurangan upah dan penundaan pensiun selama tiga tahun, dan kenaikan pajak untuk mengatasi masalah fiskal dan utang Yunani, serta dengan reformasi yang dirancang untuk memulihkan perekonomian Yunani. 7 Alih-alih untuk memulihkan perekonomian Yunani, namun ternyata bailout direspon dengan protes besar, termasuk tiga kali pemogokan besar para pegawai negeri diiringi protes besar di jalan-jalan Yunani. Dua serikat pekerja utama Yunani juga tengah mempersiapkan aksi mogok kerja. Menteri Tenaga Kerja Yunani, Andreas Loverdos mengatakan aksi demonstrasi monumental merupakan pertanda para pekerja tidak mempersiapkan diri untuk pengetatan tersebut. Kondisi ekonomi Yunani semakin kacau ketika krisis sosial terjadi, pengangguran meningkat, aksi protes masyarakat, dan juga kondisi politik Yunani yang semakin memanas. Perdana Menteri Yunani, George Papandreou yang berasal dari Partai Sosialis mengalami banyak tekanan dari kabinet sehingga pada 11 November 2011 memilih untuk mengundurkan diri. Padahal masa jabatannya berakhir di tahun 2013. Sebagai gantinya maka posisi tersebut digantikan oleh Antonis Samaras, dari partai oposisi Nea Demokratia. Kondisi politik Yunani pasca bail-out diwarnai oleh partai yang pro bail-out (seperti Pasok dan Nea Demokratia) dan partai yang kontra dengan bail-out (Syriza). Krisis sosial sebagai efek dari pengelolaan krisis oleh Troika membuat warga Yunani tidak percaya lagi dengan Troika. Hal ini mempengaruhi kondisi perpolitikan di Yunani, dimana kekuatan Pasok dan ND yang selama 30 tahun lebih memperebutkan kekuasaan di Yunani mulai melemah, dan muncul kekuatan politik baru dari Partai Syriza yang anti bail-out. Hal ini dibuktikan dari pemilihan umum di Yunani pada tahun 2012 dengan perolehan suara yang menurun bagi Pasok, sementara Syiriza meningkat. Namun suara mayoritas masih dipegang oleh ND sehingga pengelolaan krisis di Yunani tetap akan pro terhadap Troika. Dari

International Monetary Fund. 02 Mei 2010. “Staff-Level Agreement: Europe and IMF Agree 110 Billion Euro Financing Plan With Greece.” Diakses dari: http://www.imf.org/external/pubs/ft/ survey/so/2010/ car050210a.htm tanggal 25 April 2013 7

5

pemaparan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk membahas implikasi politik domestik Yunani dari pengelolaan krisis yang dilakukan oleh Troika.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan dirumuskan menjadi: Bagaimana implikasi dari pengelolaan krisis oleh konsorsium Troika terhadap politik domestik Yunani??

C. Review Literatur Rezim sebagai suatu teori hubungan internasional menuai perdebatan dari berbagai perspektif pemikiran, yaitu conventional structuralism, modified structuralism, dan Grotian. Krasner mengatakan perbedaan dari ketiganya adalah “the conventional structural views the regime caoncept are useless, if not misleading; modified structural suggests that regime may metter, but only under fairly restrictive condition; Grotian see regimes as much more pervasive, as inherent attributes of any complex, persistent pattern of human behaviour”.8 Perspektif conventional structural yang diwakili oleh pemikiran Susan Strange yang menyatakan lima kritik terhadap rezim, yaitu a passing fad?, imprecision, value bias, too static a view, state-centerednes.9 Kritik passing fad yang dimaksud adalah Strange melihat gagasan rezim itu merupakan tren yang sudah lewat. Selain itu, rezim adalah suatu imperialisme baru dari Amerika dengan menguasai ekonomi,

militer, dan informasi. Sedangkan dalam

imprecision, rezim secara terminologi merupakan konsep yang tidak jelas dan kurang tepat, contohnya Keohane dan Nye menyebut rezim sebagai serangkaian norma, prinsip, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan. Namun media sering mengatikan rezim sebagai bentuk kepemimpinan sehingga konsep rezim sering menyesatkan dan banyak yang salah menginterpretasikan kata rezim. Stephen D. Krasner. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables.” The MIT Press Spring: International Organization. Vol. 36. No. 2. Pp.190. 8

Susan Strange. 1982. “Cave! Hic Dragones: A Critique of Regime Analysis.” The MIT Press Spring: International Organization, Vol. 36 No.2. Pp.480-491 9

6

Lalu rezim diniai sebagai value bias, yaitu menyiratkan muatan nilai yang tidak tentu karena banyak asumsi berbeda mengenai rezim. Contohnya di Prancis, penggunaan kata rezim biasanya digunakan oleh kalangan medis sebagai saran hidup sehat kepada pasien, sementara itu di ranah politik rezim didefinisikan sebagai pemerintahan yang memiliki kekuasaan. Kemudian Strange melihat rezim terlalu statis sebagai sebuah pandangan karena mengesampingkan perubahan dinamis dalam hubungan internasional, mengabaikan elemen-elemen dinamis yang mempengaruhi perubahan, dan terlalu berfokus pada negara. Para pemikir perspektif modified structuralism seperti Arthur Steine dan Robert Keohane melihat rezim dalam beberapa kondisi masih memiliki pengaruh yang cukup kuat pada keadaan anarki. Berangkat dari perspektif realis, mereka sama-sama beranggapan bahwa dunia yang didalamnya terdapat negara-negara yang berdaulat saling berusaha untuk memaksimalkan kekuasaan dan kepentingan mereka. Keohane berpendapat bahwa sistem rezim internasional berangkat dari kesepakatan sukarela dari aktor-aktor yang sejajar secara juridiksi. Sedangkan Stein mengatakan bahwa konseptualisasi dari rezim yang berkembang sekarang ini

berakar

dari

entitas

preservation mereka sendiri,

berdaulat

yang

tergantung pada

berdedikasi diri

kepada self-

mereka sendiri,

dan

mempersiapkan kekuatan. Keohane dan Stein melihat bahwa negara yang berdaulat hanya mencari cara untuk bagaimana memaksimalkan kepentingan dan power mereka. Sehingga fungsi rezim dalam negara berdaulat yaitu untuk mengkoordinasikan tindakan negara supaya mencapai hasil yang diinginkan dalam berbagai kepentingannya. Namun rezim menjadi tidak relevan dalam situasi dimana negara memiliki perbedaan antara kepentingan mereka dengan yang lain. Maka rezim hanya berpengaruh pada kondisi tertentu saja. Pada perspektif ketiga, yaitu Grotian dengan pendapat dari Raymond Hopkins, dan Donald Puchala mengemukakan bahwa rezim mutlak diperlukan dalam sistem internasional. Bahkan perilaku manusia pun terkait erat dengan rezim yang ada dan komponen-komponen pembentuknya. Hopkin dan Puchala mengatakan: “regime exist in all areas of international relations, even those, such

7

as major power rivalry that are traditionally looked upon as clear-cut examples of anarchy. Statesmen nearly always perceive themselves as constrained by principles, norms, and rules that prescribe and proscribe varieties of behaviour.10 Perspektif Grrotian melihat rezim hadir di semua area hubungan internasional karena rezim merupakan sesuatu yang fundamental dan penting dalam pola interaksi manusia termasuk dalam interaksi sistem internasional. Negara hampir selalu menganggap mereka dibatasi oleh prinsip-prinsip dan norma-norma dan aturan mengenai perilaku. Hal ini menunjukkan adanya rezim internasional, sehingga hal-hal tersebut dapat diatur dalam rezim yang pada akhirnya mampu mengatasi masalah-masalah bersama. Demikian perdebatan konseptual mengenai rezim, selanjutnya dalam penelitian mengenai peran konsorsium Troika dalam mengatasi krisis Yunani sarat akan perdebatan pula. Hal yang diperdebatkan yaitu keterlibatan IMF dalam pengelolaan krisis Yunani dan kebijakan bail-out yang ditempuh untuk pengelolaan krisis. Pihak yang kontra dengan bail-out seperti Sally Mc Namara (Senior Policy Analyst European Affairs) dan J.D. Foster (Senior Fellow in the Economic Fiscal Policy) menyatakan bahwa bail-out itu illegal bagi Uni Eropa, karena telah melanggar Perjanjian Maastricht yang secara eksplisit pada Pasal 104 menyatakan tidak ada bail-out, karena setiap negara harus bertanggung jawab terhadap semua kegiatan negaranya. Namun, menurut Antonio Lettieri, (Presiden Center of International Social Studies Roma) menyatakan bail-out itu legal jika berdasar pada perjanjian Lisbon, dimana pada pasal 122 menyatakann bahwa jika negara anggota sedang kesulitan, baik karena bencana alam atau karena kejadian yang diluar kendali maka Uni Eropa diperbolehnkan membantu negara tersebut dengan persetujuan komisi Eropa. Terlepas dari kontroversi pemberian bail-out terhadap Yunani yang diberikan oleh Troika, maka keterlibatan IMF dalam krisis Yunani di Uni Eropa

Donald J. Puchala dan Raymond F. Hopkins. 1982. “International Regimes: Lessons from Inductive Analysis.” Spring: International Organization Vol. 36. No.2. Pp. 270. 10

8

menimbulkan kontoversi pula. Keterlibatan IMF dalam mengelola krisis mengundang berbagai respon dari para pemerhati ekonomi dan politik. Pihak yang pro terhadap kebijakan IMF menilai bahwa yang ditawarkan IMF itu baik mengingat upayanya sangat mulia, yaitu untuk membantu negara-negara Uni Eropa (Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Siprus) menyelesaikan permasalahan krisis ekonomi yang melanda negaranya. Namun, pihak yang kontra dengan kebijakan IMF menilai bahwa yang dilakukan IMF tidak membantu negara tersebut. Kebijakan IMF dinilai memperkeruh krisis ekonomi di negaranegara Uni Eropa karena menimbulkan masalah baru yaitu krisis sosial dan instabilitas dari integritas Uni Eropa. Stanley Fisher menyebutkan IMF sangat membantu krisis moneter seperti yang tertulis dalam tulisannya The IMF and the Asian Crisis menyebutkan: “to promote international monetary cooperation through a permanent institution with which provides the machinery for consultation and collaboration on international monetary problems.”11 Dengan adanya IMF sebagai sebuah institusi moneter internasional maka negara-negara yang mengalami permasalahan moneter memiliki tempat untuk berkonsultasi dan ada sebuah lembaga yang profesional untuk mengatasi permasalahan moneter. Sementara itu Milton Friedman, Walter Wriston, George Schultz, dan William Simon mengatakan “IMF was ineffective and obsolete and should be abolished”.12 Menurut Friedman, intervensionisme IMF mendorong negaranegara untuk terus mengejar kebijakan ekonomi yang tidak bijaksana dan tidak berkelanjutan. Sehingga keterlibatan IMF dalam memberikan bail-out yang disertai syarat-syarat kebijakan ekonomi dianggap sebagai hal yang melanggar kedaulatan negara. Kritik keterlibatan IMF muncul dari berbagai kalangan baik serikat buruh, organisasi non pemerintah, anggota kongres, dan bahkan dari Amerika Serikat Stanley Fisher. 20 Maret 1998. “The IMF and Asian Crisis.” Diaksses dari: http://www. petersoninstitute. org/fischer/pdf/Fischer136.pdf Hal 3 tanggal 25 April 2013 11

Robert Gilpin. 2001. “Global Political Economy Understanding International Economic Order.” New Jersey: Pinceton University Press. P. 272 12

9

sendiri. Agenda IMF cenderung terpusat pada pengetatan anggaran negara, liberalisasi sektor keuangan, liberalisasi sektor perdagangan, dan privatisasi perusahaan milik negara. Agenda IMF yang tidak populer tersebut menyebabkan terpuruknya kondisi kehidupan rakyat, dan mendorong dikorbankannya kepentingan rakyat untuk menyelamatkan para bankir, meluasnya pengangguran, merosotnya upah buruh, dan memperparah krisis ekonomi. Joseph Stiglitz menyebut IMF sebagai International Massacre Fund (Dana Pembantaian Internasional) dan program privatisasi IMF dinilai sebagai rampokisasi. Cottarelli mengatakan kelemahan dari kebijakan IMF adalah bahwa ia mencoba membantu negara yang terkena krisis untuk menghindari default. Sementara itu, tidak ada prosedur untuk mengatasi default jika posisi fiskal suatu negara itu stagnan. Hal ini menunjukkan bahwa IMF meremehkan masalah keberlanjutan utang fiskal dan risiko default atau restrukturisasi utang, terutama dalam kasus Yunani. Sachs mengusulkan bahwa IMF harus bekerja diluar modelnya untuk mengatasi default dan mengawasi pengurangan utang publik.13

D. Kerangka Konseptual Untuk menganalisis mengenai peran konsorsium Troika dalam mengelola krisis Yunani, terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan konsorsium Troika. Konsorsium secara etimologi berasal dari bahasa latin “con-“ (together) dan “sors” (fate). Dengan demikian dapat diartikan bahwa “konsorsium” adalah sebuah asosiasi dari dua atau lebih individu, perusahaan, organisasi atau pemerintah (atau kombinasi dari entitas tersebut) yang bersepakat dan berkomitmen dalam suatu kegiatan serta secara bersama-sama memberdayakan sumber daya mereka untuk mencapai tujuan bersama. 14 Troika dalam penelitian ini merupakan istilah yang Franz Seitz dan Thomas Jost. 2012. “The Role of the IMF in the European Debt Crisis.” Hochschule Amberg Weiden: Diskussionspapier Nr.32. Pp. 21 13

LIPI. “Mendorong Inovasi Domestik Melalui Kebijakan Lintas Lembaga.” Diakses dari: http://www.opi. lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321317974943.makalah.pdf tanggal 23 Juni 2013.Pp.2. 14

10

biasa digunakan untuk menyebut lembaga-lembaga Europe Comission, Europe Central Bank, dan IMF yang tergabung dalam pengelolaan krisis Yunani. Secara etimologi Troika berasal dari bahasa Rusia yang berarti tiga serangkai. Maka, konsorsium Troika adalah gabungan tiga lembaga yaitu Europe Comission, Europe Central Bank, dan IMF yang berkomitmen untuk mengelola krisis Yunani. Peneliti berasumsi bahwa konsorsium Troika adalah rezim internasional karena jika dilihat dari masing-masing lembaga tersebut merupakan instrumen dari sistem internasional yang dibentuk untuk mengelola suatu issu internasional yaitu krisis Yunani. Krasner mengatakan bahwa rezim adalah seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan yang eksplisit maupun implisit yang melibatkan para aktor dalam hubungan internasional. Prinsip adalah keyakinan atas suatu fakta, sebab akibat, yang dianggap betul. Norma adalah standar dari perilaku yang terlihat dari hak dan kewajiban. Peraturan adalah hal apa saja yang diperbolehkan dan dilarang untuk dilakukan. Prosedur pengambilan keputusan adalah aturan yang berlaku dalam membuat keputusan dan mengimlementasikannya secara kolektif. 15 Sementara itu Puchala dan Hopkins mengatakan bahwa rezim adalah seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur yang mempertemukan para aktor. Rezim berfungsi untuk menyalurkan aksi politik dalam sistem dan memberikan makna. Rezim membatasi dan mengatur perilaku peserta, yang mempengaruhi kegiatan, dan pengaruh apakah, kapan, dan bagaimana konflik diselesaikan. Dari kedua definisi tersebut, maka dapat dikatakan rezim adalah seperangkat prinsip, norma, aturan, proses pembuatan keputusan baik yang bersifat eksplisit maupun implisit yang memuat kepentingan para aktor untuk menangani suatu isu atau permasalahan dalam hubungan internasional. Maka, konsorsium Troika sebagai rezim internasional merupakan gabungan dari lembaga-lembaga yang memiliki fungsi yang dibutuhkan dalam Stephen D. Krasner. 1982. “Structural causes and regime consequences: Regimes as intervening variables.” Spring: International Organization. Vol. 36 No.2. Pp.185 15

11

mengelola krisis Yunani. Kebijakan yang dibuat oleh konsorsium Troika akan mengakomodir

keputusan

IMF

sebagai

lembaga

internasional

yang

berpengalaman mengatasi krisis, Bank Sentral Eropa sebagai penentu kebijakan moneter yang mana kebijakan tersebut akan dipertimbangkan bersama dan dikawal oleh Komisi Eropa. Konsorsium Troika yang terdiri dari Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF bukan merupakan gabungan organisasi internasional semata, namun merupakan suatu rezim. Peneliti akan menganalisis konsorsium Troika sebagai suatu rezim dilihat dari empat hal yang disebutkan oleh Krasner, yaitu principles, norms, rules, dan decision–making procedure untuk mengelola krisis Yunani.

a. Principles Krasner mengatakan prinsip adalah keyakinan akan suatu fakta, hubungan sebab akibat, dan kebenaran. Maka, yang menjadi prinsip dari keterlibatan Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF untuk turut serta dalam pengelolaan krisis Yunani adalah perlunya kerjasama untuk mengelola krisis Yunani. Troika samasama memiliki keyakinan bahwa krisis tersebut sudah parah dan Yunani harus dibantu supaya bisa bangkit dari krisis. Hubungan sebab akibat atas keterlibatan Troika dalam krisis Yunani karena Yunani merupakan anggota dari eurozone dan Uni Eropa sehingga Bank Sentral Eropa dan Komisi Eropa harus membantu Yunani melihat efek domino yang ditimbulkan oleh krisis tersebut yang cepat menular ke negara eurozone lainnya. Hal ini karena hubungan internasional saat ini berpola interdependence dimana setiap negara menjadi saling tergantung, dan jika ada negara yang sedang dilanda masalah maka negara lain juga akan terkena dampaknya. Eurozone merupakan suatu integrasi ekonomi yang cukup diperhitungkan di dunia internasional. Adanya globalisasi dan open market membuat setiap negara melakukan kerjasama perdagangan, begitupula dengan Yunani ikut serta terlibat dalam kerjasama perdagangan dan investasi dengan negara eurozone dan negara lainnya. Maka, ketika krisis melanda Yunani dan merembet ke eurozone ternyata mempengaruhi kondisi ekonomi internasional, terutama perdagangan

12

barang dan jasa terutama pasar finansial. Padatnya lalu lintas pasar finansial dan tingginya arus investasi di eurozone membuat dunia panik saat mengetahui Yunani terkena krisis. Sehingga pada saat itu terjadi pelarian modal besar-besaran yang mengakibatkan turunnya harga saham di eurozone dan jatuhnya nilai euro. Masalah krisis Yunani menarik perhatian internasional, hal ini membuat IMF sebagai lembaga internasional yang memiliki tugas menjaga stabilisasi keuangan global diminta oleh Bank Sentral Eropa dan Komisi Eropa untuk membantu mengelola krisis Yunani. IMF melihat krisis Yunani merupakan masalah yang cukup pelik dan efek domino yang ditimbulkannya harus diminimalisir supaya tidak terjadi depresi global. Maka dari itu Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF memutuskan untuk mengelola krisis Yunani dengan cara segera memberikan dana talangan untuk membayar utang Yunani yang akan jatuh tempo.

b. Norms Krasner mengatakan norma adalah standar dari perilaku yang dituangkan atas hak dan kewajiban. Norma sebagai standar perilaku merupakan pembatas tindakan aktor agar tidak keluar dari sebuah tatanan yang telah ada. Tatanan tersebut merepresentasikan seperangkat aturan yang yang telah disepakati atau dilegitimasi aktor tersebut, sebagai sesuatu yang dianggap baik. Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF merupakan institusi berbeda yang memiliki aturan mengenai hak dan kewajiban negara anggota. Namun, pada dasarnya setiap institusi internasional pasti sudah merupakan keharusan untuk membantu negara anggotanya yang sedang dalam kesulitan. Sehingga peneliti mengidentifikasi bahwa yang menjadi norma dari konsorsium Troika untuk mengelola krisis Yunani adalah sudah keharusan dari ketiga lembaga tersebut untuk membantu Yunani. Kondisi internasional yang masih bersifat anarki membuat institusi internasional berperan untuk mengurangi ketidakpercayaan antarnegara sehingga kerjasama akan terbentuk. Norma dalam institusi internasional tercipta karena negara-negara melakukan universalisasi norma. Sehingga “keharusan” Troika

13

dalam membantu Yunani merupakan norma yang universal dalam upaya kerjasama untuk mengelola krisis demi menyelamatkan kondisi finansial global. Selain itu, kerjasama merupakan alternatif tindakan yang akan dipilih untuk menghadapi permasalahan karena satu aktor dengan yang lainnya saling ketergantungan. Kemudian,Yunani sebagai bagian dari Uni Eropa yang menjunjung integrasi tidak akan dibiarkan kesulitan sendiri karena adanya integrasi tersebut. Institusi internasional yang didalamnya terdiri dari perwakilan antar negara dan antar aktor yang berkepentingan dan kompeten sebagai wadah dan mereka akan memainkan peranan sebagai regulator dan fasilitator dalam hubungan antar negara. Interaksi antar aktor dalam hubungan internasional akan menjadi semakin intensif, sehingga jika ada masalah maka akan ada upaya penyelesaian permasalahan bersama. Hak dan kewajiban konsorsium Troika dalam mengelola krisis Yunani tertuang dalam Memorandum of Economic and Financial Policies pertama yaitu pada Mei 2010. MEFP secara singkat dijelaskan dalam jawaban IMF atas Request for Stand By Arrangement dari Menteri Keuangan Yunani dan Gubernur Bank Sentral Yunani. Dalam kerangka kerjasama antara IMF, Komisi Eropa, dan Bank Sentral Eropa disebutkan kerjasama Troika dalam pengelolaan krisis Yunani meliputi tiga hal, yaitu: 16 1. Program Design Program yang di desain harus mewakili kerangka yang terkoordinasi atas penyesuaian kebijakan dan pendanaan yang didukung oleh Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa dan IMF. Program diatur dalam Memorandum of Economic and Financial Policies dan Technical Momorandum of Understanding dari IMF dan Memorandum of Economic and Financial Policies dan Memorandim of Understanding dari Komisi Eropa. MEFP ini berfokus pada kebijakan makroekonomi dan langkah-langkah struktural yang dipilih, sedangkan MoU meliputi agenda reformasi struktural penuh disepakati antara pemerintah dan EC. 2. Program Monitoring 16

IMF. 2010. Greece: Staff Report on Request for Stand By-Arrangement. P.5.

14

Tinjauan IMF atas program pengelolaan krisis berdasar pada kerangka kuartal standar kriteria kinerja dan tolok ukur struktural. Tinjauan Komisi Eropa didasarkan pada penilaian secara keseluruhan terhadap kemajuan agenda struktural dalam MoU serta target makroekonomi. Komisi Eropa melakukan penilaian ini bersama Bank Sentral Eropa, dan kemudian membuat rekomendasi kepada menteri keuangan eurozone untuk menyetujui pengeluaran bantuan. Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa dan IMF mengeluarkan bantuan dengan proporsi 3:8 antara IMF dan mekanisme pembiayaan Eropa. 3. Financing Arrangement Pinjaman Yunani akan diatur oleh perjanjian pinjaman tunggal antara Yunani dan negara-negara euro, ditandatangani oleh Komisi Eropa atas nama eurozone yang mencakup tiga tahun penuh program. Pinjaman memiliki jatuh tempo yang sama dengan pinjaman IMF dengan tingkat suku bunga mengambang. Yunani mendapat bantuan dari Troika dengan rasio konstan 3:8 antara IMF dan Komisi Eropa sepanjang periode program.

c. Rules Rules adalah bentuk ketentuan dan larangan yang spesifik berkenaan dengan perilaku tadi. Konsorsium Troika dan Pemerintah Yunani harus mematuhi apa yang sudah menjadi kesepakatan yang tertuang dalam Memorandum of Economic and Financian Policies (MEFP) yang terus diperbarui. Troika mempunyai ketentuan dalam pemberian dana talangan kepada Yunani, serta memonitor kebijakan yang diterapkan oleh Yunani. Sementara Yunani mempunyai kewajiban untuk menerapkan kebijakan yang dirumuskan oleh Troika. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan fiskal, kebijakan struktural, dan kebijakan sektor keuangan. Namun, ketentuan mengenai kemungkinan adanya penyimpangan yang dilakukan baik oleh Troika maupun oleh Yunani tidak secara tegas disebutkan dalam MEFP tersebut. Meskipun begitu, baik konsorsium Troika maupun pemerintah Yunani sama-sama berkomitmen mematuhi MEFP untuk mengakhiri krisis karena masyarakat internasional pun ikut memantau pengelolaan krisis ini.

15

Sehingga masing-masing aktor berperan aktif dalam menjalankan tugasnya demi menjaga kredibilitasnya di mata internasional. Kerangka kerjasama antara Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF tertulis jelas dalam beberapa point yang tertulis dalam MEFP. Salah satunya dalam point ke 13 tertera akan ada technical assistance dari konsorsium Troika untuk mendampingi Yunani melaksanakan program yang telah disepakati bersama. Dalam kebijakan sektor fiskal pada MEFP disebutkan bahwa Yunani harus melakukan penyesuaian fiskal dan reformasi struktur fiskal seperti pensiun, kesehatan, pajak, administrasi pajak, manajemen keuangan publik dan fiskal, manajemen utang, laporan fiskal dan informasi publik lainnya. Kemudian dalam kebijakan sektor finansial dalam MEFP menyinggung kinerja bank sentral Yunani yang harus ditingkatkan untuk mendukung sektor finansial yang akan dibantu oleh Troika dalam suatu Financial Stability Fund (FSF). Lalu dalam kebijakan struktural disebutkan bahwa Yunani perlu melakukan modernisasi administrasi publik, penguatan pasar tenaga kerja dan kebijakan pendapatan, memperbaiki lingkungan bisnis dan memperkuat pasar yang kompetitif, mengelola dan divestasi BUMN, meningkatkan penyerapan dana struktural dan kohesi Uni Eropa.

d. Decision-Making Procedure Keputusan dalam membuat kebijakan untuk pengelolaan krisis Yunani melibatkan Troika, Gubernur Bank Sentral Yunani, Menteri Keuangan Yunani, dan Perdana Menteri Yunani. Kebijakan yang tertuang dalam MEFP telah melalui proses yang panjang dari negosiasi antara Yunani dan Troika untuk menentukan pengelolaan krisis. Ketika Yunani membuat Letter of Intent untuk permintaan program pengelolaan krisis di bawah Stand-By Arrangement IMF untuk periode 36 bulan, Yunani telah menyiapkan Memorandum of Economic and Fiscal Policies dan Technical Memorandum of Understanding yang sudah dirancang bersama dengan Troika. Banyaknya aktor yang terlibat dalam krisis Yunani membuat prosedur pengambilan keputusan tidaklah mudah. Meskipun dalam MEFP dan TMU tidak

16

disebutkan secara tertulis bagaimana prosedur pengambilan keputusan dalam pengelolaan krisis Yunani, namun dalam letter of intent dengan adanya keterlibatan Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF dapat diinterpretasikan bahwa keputusan yang di ambil harus mengakomodasi persetujuan kesemua aktor tersebut. Tentunya harus disetujui pula oleh objek dalam pengelolaan krisis ini, yaitu pemerintah Yunani yang terlibat (Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral Yunani, dan Perdana Menteri). Namun, dengan adanya request of Stand-By Arrangement pada IMF yang tertulis dalam letter of intent dapat dianalisis bahwa dalam keputusan pengelolaan krisis pada rezim konsorsium Troika ini didominasi oleh IMF. Sehingga kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan krisis ini merupakan kebijakan yang biasa IMF terapkan pada negara-negara yang meminta bantuan IMF untuk mengelola krisis. Dari ke empat indikator yang sudah dianalisis di atas, maka peneliti berasumsi bahwa Troika merupakan sebuah rezim internasional. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Krasner, rezim merupakan seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan oleh para aktor dalam area hubungan internasional. Jadi, Troika sebagai rezim internasional memiliki seperangkat prinsip, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan yang melibatkan para aktor yaitu Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF yang merupakan bagian dari sistem internasional untuk mengelola suatu issu internasional, yaitu krisis Yunani. Analisis bahwa konsorsium Troika merupakan sebuah rezim internasional selain dari ke empat indikator diatas dapat pula dianalisis dari pernyataan Ruggie. Ruggie mengatakan: “apparently some influential issue-area specific factors “intervened” between the structure of the international system and political outcomes, they were labelled “international regimes” 17 Peneliti melihat bahwa konsorsium Troika yang terdiri dari Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF merupakan struktur dari sistem internasional yang terlibat dalam issu pengelolaan Ruggie dalam Thomas Gehring. 1994. “Dynamic International Regimes: Institutions For International Governance.” Frankfurt: Peter Lang GmbH. Pp 29. 17

17

krisis Yunani. Kebijakan yang dibuat oleh konsorsium Troika untuk mengelola krisis Yunani berarti merupakan sebuah intervensi dari sistem dan politik internasional dalam internal pemerintah Yunani. Kemudian, sebagaimana definisi rezim yang dipaparkan oleh Puchala dan Hopkins yaitu seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur dimana para aktor-aktor yang terlibat berkumpul. Maka adanya perkumpulan Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF dalam wadah konsorsium Troika merupakan sebuah bentuk rezim dimana setiap aktor memiliki fungsi berbeda dan penting bagi pengelolaan krisis di Yunani. Pengelolaan krisis oleh Troika yang memberikan bail-out dan disertai persyaratan lainnya (seperti penghapusan subsidi, privatisasi, dan peningkatan pajak) banyak mendapat protes dari warga Yunani. Pengelolaan krisis dianggap tidak menyelesaikan masalah, namun menimbulkan masalah baru yaitu krisis sosial. Kondisi krisis yang semakin parah membuat beberapa partai politik yang anti-bail out semakin mendapat dukungan dari warga Yunani, sementara itu dua partai politik yang telah lama bergantian berkuasa mulai menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan krisis oleh Troika memiliki implikasi terhadap kondisi politik domestik Yunani. Berdasarkan pemaparan diatas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Komisi Eropa

Bank Sentral Eropa

IMF

REZIM TROIKA Krisis Yunani Implikasi Politik Domestik Yunani E. Hipotesis Pengelolaan krisis oleh konsorsium Troika sebagai rezim internasional telah mengubah politik domestik Yunani. Kebijakan pengelolaan krisis yang dilakukan Troika dinilai memberatkan masyarakat Yunani. Kekecewaan atas pengelolaan krisis Troika membuat dukungan terhadap Pasok dan ND yang pro18

bail-out berpindah pada Syriza yang anti-bail-out. Hal ini memunculkan kekuatan politik baru yaitu Syriza yang menjadi lawan politik dari Pasok dan ND. Pengelolaan krisis oleh rezim konsorsium Troika terus memicu protes dari masyarakat Yunani, sehingga dukungan dan kekuatan politik Syriza semakin kuat. Disisi lain, Pasok dan ND mulai kehilangan dukungan masyarakat yang berdampak pada lemahnya kekuatan politik dalam pemerintahan.

F. Metode Penelitian Dalam

penelitian

ini

“bagaimana”, maka peneliti

berawal

dari

perumusan

masalah dengan

menggunakan metode penelitian kualitiatif yang

besifat deskriptif. Punch menyebutkan “Qualitative research not only uses nonnumerical and unstructured data, but also typically, has research questions and methods which are more general at the start and become more focussed as the study progresses.”

18

Maka dari pernyataan Punch tersebut dapat disimpulkan

ternyata data penelitian kualitatif tidak hanya disajikan dalam bentuk bukan angka, tetapi juga pertanyaan dan metode penelitian dimulai dari hal yang umum kemudian mengerucut dan terfokus. Alasan menggunakan metode ini karena peneliti ingin menjelaskan pengelolaan krisis oleh rezim konsorsium Troika yang memiliki implikasi terhadap politik domestik Yunani secara deskriptif. Data dalam peneltian ini tidak hanya tersaji dalam angka. Kemudian pada penelitian ini awalnya membahas mengenai krisis Yunani dan pengelolaan krisis oleh rezim Troika secara umum, yang kemudian terfokus pada implikasi politik domestik di Yunani.

Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka. Satori menyebutkan: “Pustaka yang penting diperhatikan oleh peneliti berupa jurnal profesional, undang-undang, kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, laporan, 18

F. Punch. 1998. “Introduction to Social Research, Quantitative abd Qualitative Research.” London: Sage Publications International and Profesional Publisher. P.29.

19

risalah, dan buku-buku sekolah, dokumen pemerintah, disertasi, dan sumber elektronik serta hasil penelitian sebelumnya, dan teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.” 19 Peneliti mengumpulkan data mengenai kebijakan konsorsium Troika dalam mengelola krisis Yunani melalui buku, jurnal, majalah, sumber elektronik, dan hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dan dapat membantu peneliti dalam memaparkan argumen.

Teknis Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknis analisis data kualitatif tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi seperti yang disebutkan oleh Miles. 20 Untuk lebih jelasnya tahap-tahap tersebut dijelaskan di bawah ini:

a. Data reduction (Reduksi data) Karena dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Reduksi data yaitu proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Data display (Penyajian data) Tahap kedua dalam menganalisis data yaitu menyajikan data. Data yang paling banyak dalam kualitatif yaitu teks naratif. Tetapi, penyajian data berupa diagram, matriks, grafik dan sebagainya diperbolehkan. Yang terpenting adalah penyajian data merupakan bagian dari analisis data, sebagaimana yang 19

D. Satori. 2010. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” Bandung: Alfabeta. Pp. 89

20

M. Mile. 1984. “Qualitative Data Analysis A Sourcebook Of New Methods.” Beverly Hills California: Sage Publications. Pp.15-21

20

diungkapkan Miles: “as with data reduction, the creation and use of displays is not something separate from analysis. Designing the rows and columns of a matrix for qualitative data and deciding with data, in which form, should be entered in the cells are analytic activities.” 21 Penyajian data yang baik memudahkan peneliti untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan dalam penelitian.

c. Conclusion Drawing/ Verification Selanjutnya langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

G. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan ditulis dalam lima bab dengan sistematika berikut: Bab I

Pendahuluan. Pada bab ini merupakan pengantar singkat mengenai penelitian yang terdiri dari latar belakang, yaitu deskripsi singkat krisis yang terjadi di Yunani dan menggambarkan terbentuknya rezim Troika dalam pengelolaan krisis yang berimplikasi pada politik domestik Yunani.

Selanjutnya perumusan masalah,

review literatur,

kerangka pemikiran, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II

Kondisi Ekonomi, Sistem Pemerintahan dan Politik Yunani

21

M. Mile. 1984. Qualitative Data Analysis A Sourcebook Of New Methods. Beverly Hills California: Sage Publications. Pp.22

21

Bab ini memaparkan kondisi ekonomi Yunani secara umum. Kemudian menggambarkan sistem pemerintahan dan politik Yunani.

Bab III

Konsorsium Troika sebagai Rezim Moneter Internasional. Bab ini berisi gambaran umum Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF. Selanjutnya, peneliti akan menganalisis konsorsium Troika merupakan sebuah rezim internasional. Lalu, peneliti akan membahas pengelolaan krisis Yunani oleh rezim Troika secara umum.

Bab IV

Implikasi Politik Domestik dari Pengelolaan krisis Yunani yang dilakukan oleh Konsorsium Troika. Bab ini berisi analisis tentang implikasi politik dalam negeri Yunani atas pengelolaan krisis yang dilakukan oleh Troika yang berdampak pada jatuh bangunnya pemerintahan di Yunani.

Bab V

Penutup Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan dari tesis ini.

22