BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH 1. Permasalahan Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh
banyak bakteria,
serangga maupun tumbuhan. Kloning dalam
bioteknologi, merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel atau organisme. Kloning dalam arti lain digunakan pula diluar ilmu-ilmu hayati. Kata ini diturunkan dari kata clone atau clon, dalam bahasa Inggris, yang juga dibentuk dari kata bahasa Yunani, klonos yang berarti cabang atau ranting, merujuk pada penggunaan pertama dalam bidang hortikultura sebagai bahan tanam dalam perbanyakan vegetatif (Kusmaryanto, 2001: 1-2). Kusmaryanto (2001: 6-9), sekitar satu abad lalu Gregor Mendel merumuskan aturan-aturan yang menerangkan pewarisan sifat-sifat biologis. Sifat-sifat organisme yang dapat diwariskan diatur oleh suatu faktor yang disebut gen, yaitu suatu partikel yang berada di dalam suatu sel, tepatnya di dalam kromosom. Gen menjadi dasar dalam perkembangan penelitian genetika meliputi pemetaan gen, menganalisis posisi gen pada kromosom. Hasil penelitian lebih berkembang baik setelah diketahuinya DNA sebagai material
1
genetik beserta strukturnya, kode-kode genetik, serta proses transkripsi dan translasi dapat dijabarkan. Suatu penelitian rekomendasi atau rekayasa genetika yang inti prosesnya adalah kloning gen, yaitu suatu prosedur untuk memperoleh replika yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal (Sudjadi, 2008: 73). Media
massa
(televisi,
koran,
internet)
belakangan
ini
kerap
memberitakan tentang kloning manusia. Tetapi karena belum ditemukan rujukan dari kitab-kitab hukum terdahulu, maka para ahli hukum sekarang masih memperdebatkan masalah ini dan belum ditemukan kesepakatan final dalam kasus yang menyeluruh, sehingga persoalan tentang kloning masih dalam penyelidikan hingga saat ini di dalam diskursus berbagai bidang kajian ilmiah. Kloning, sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan (pro dan kontra) di berbagai bidang, termasuk bidang etika, sehingga etika dijadikan sebagai sudut pandang dalam menganalisis kasus praktek kloning. Namun, penelitian ini hanya terfokus pada etika utilitarianisme. Etika, secara etimologis berasal dari kebiasaan. Etika dalam arti ini berkaitan dengan kebaiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat (Keraf, 2006 : 2). Burharudin Salam mengatakan: “Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional tentang nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun secara kelompok” (Salam, 1997: 1). Etika dalam pengertian moralitas merupakan ajaran mengenai aturan tentang bagaimana seharusnya manusia hidup sebagaimana manusia hidup,
2
yang berisikan perintah dan larangan dan dijadikan pedoman bagi kehidupan manusia (Keraf, 2006: 2-3). Etika utilitarianisme memandang kloning sebagai suatu tindakan yang dapat dibenarkan atau baik secara moral. Etika utilitarianisme memandang bahwa kloning merupakan tindakan yang memiliki tujuan baik untuk kehidupan generasi umat manusia dimasa depan. Tujuan ini memberikan keuntungan bagi kehidupan banyak umat manusia. Manfaat baik dari kloning akan dirasakan bagi banyak orang yang membutuhkan “suku cadang” untuk dirinya sendiri dan keuntungan mendapatkan generasi yang unggul dengan pembuangan sifat buruk pada gen manusia (Kusmaryanto, 2001: 22). Seekor anak domba—sebagai contoh kasus—yang berhasil diklon dari sel domba dewasa, segera timbul pertanyaan di masyarakat terutama para ahli, apakah nantinya manusia juga akan diklon? Teknologi ini dapat diterapkan pada semua mamalia termasuk juga manusia. Kloning tidak hanya memunculkan masalah dibidang agama saja tetapi juga memunculkan masalah pada tataran etika, yang didasari berbagai pertanyaan seperti apakah yang telah dilakukan dengan hewan ini boleh dilakukan pada manusia? Sejauh manakah manusia
dapat
dan
boleh
malangkah
ke
depan
tanpa
kehilangan
kemanusiaanya? Para ilmuwan berpendapat dan memiliki keyakinan yang besar akan hal ini dapat membantu pasangan yang infertil yang tidak bisa dibantu dengan metode lain untuk bisa mendapatkan keturunan (Musbikin, 2010: 275).
3
Tujuan kloning reproduktif yaitu penciptaan manusia baru maka, kloning manusia dapat dikatakan tidak etis karena tentu saja hal ini melampaui kekuasaan Tuhan. Tujuan kloning dikatakan etis apabila digunakan untuk tujuan kesehatan atau tujuan klinik. Penelitian yang berlangsung menyangkut diri manusia harus bertujuan untuk menyempurnakan tata cara diagnostic, terapeutik dan pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan tatogenesis. Kloning tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dari pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan tindakan-tindakan kriminal (Kusmaryanto, 2001: 52). Kloning, sejauh ini dipahami sebagai suatu tindakan yang tidak baik secara moral. Kloning dianggap sebagai sebuah tindakan pembunuhan dengan menggugurkan hasil-hasil klon yang gagal demi mencapai kesempurnaan gen (generasi unggul), sehingga sebagian besar orang menolak atau tidak setuju dengan praktik kloning. Gambaran umum tentang kloning inilah yang mendorong
peneliti
untuk
melakukan
penelitian
ini.
Peneliti
ingin
menyampaikan bahwa praktik kloning manusia dapat dimaknai sebagai tindakan yang baik secara moral dipandang dari etika teleologis, khususnya melalui sudut pandang etika utilitarianisme. 2. Perumusan Masalah Penelitian ini diarahkan pada persoalan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apa persoalan etis dalam praktik kloning? b. Bagaimana konsep etika teleologis-utilitarianisme?
4
c. Bagaimana perspektif teori etika utilitarianisme dalam memandang praktik kloning? 3. Keaslian Penelitan Sejauh pengamatan dan penelusuran peneliti, terdapat beberapa skripsi yang menjadikan etika utillitarianisme sebagai objek formal, namun hanya terdapat beberapa judul skripsi yang secara fokus membahas tentang praktik kloning sebagai objek material penelitian, yaitu sebagai berkut: a.
Skripsi tahun 2012 dengan judul Konsep Hidup Abadi dalam Penelitian Kloning Manusia Ditinjau dari Aksiologi Ilmu karya Deri Trivandian Wardani, Fakultas Filsafat UGM. Skripsi ini membahas tentang konsep keabadaian yang dicapai melalui kloning manusia dipandang dari segi aksiologi ilmu.
b.
Skripsi dengan judul Martabat Manusia dalam Kloning Manusia (Tinjauan Etika Rekayasa) karya Yenny Susanti, Fakultas Filsafat UGM. Skripsi ini membahas tentang perkembangan teknologi terutama dalam bidang kedokteran yang makin berkembang pesat dan bertujuan guna kesejahteraan manusia namun makin lama makin dipertanyakan akan fungsi, guna, manfaat dan sisi etis dari perkembangan tersebut bagi manusia yang menentukan posisi kedudukan manusia dalam praktik kloning tersebut. Berikut ini beberapa judul skripsi yang ditemukan oleh peneliti yang
memiliki kesamaan objek formal:
5
a. Skripsi tahun 2007 dengan judul CSR (Corporate Social Responsibilty) dalam Tinjauan Etika Utilitarianisme John Stuart Mill, karya Muhammad Danyal, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. b. Skripsi tahun 2007 dengan judul Tindak Kekerasan Fisik terhadap Anak dalam Rumah Tangga Dijinjau dari Konsep Kebebasan John Stuart Mill, karya Astri Oktavia, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. c. Skripsi tahun 2012
dengan
judul Euthanasia dalam
Perspektif
Utilitarianisme John Stuart Mill, karya Bonang Adi Saputro, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. d. Skripsi tahun 2010 dengan judul Transplantasi Ginjal di Indonesia Ditinjau dari Pendekatan Bioetika: Deontologi dan Utilitarianisme, Karya Sri Yulita Pramulia Panani, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan
penelusuran
yang
telah
dilakukan,
penulis
belum
menemukan tulisan skripsi baik di Fakultas Filsafat maupun di fakultas lain di Universitas Gadjah Mada yang meneliti tentang “Praktik Kloning Manusia dalam Perspektif Etika Teleologis-Utilitarianisme”. Di media lain pun seperti media internet, memang ada beberapa situs yang berisikan tentang kloning, namun belum ada yang secara spesifik mengkajinya dengan menggunakan kacamata etika, khususnya etika utilitarianisme sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. 4. Manfaat Penelitian
6
Penelitian tentang “Praktik Kloning Manusia dalam Perspektif Etika Teleologis-Utilitarianisme” diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah intelektual baru bagi ilmu pengetahuan tentang praktek kloning. Di Indonesia belum terlalu banyak buku yang membahas mengenai praktik kloning secara khusus. Sebagian besar buku-buku yang membahas kloning merupakan sub judul dalam buku-buku tertentu. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi tulisan yang cukup membahas tentang praktik kloning secara khusus. b. Bagi filsafat Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan serta
menambah
perbendaharaan informasi tentang kajian etika di Fakultas Filsafat UGM tentang praktik kloning. Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi baru dalam memahami etika, khususnya aliran teleologis utillitarisme, terutama dalam menanggapi persoalan tentang kasus kloning. Peneliti juga berharap, dengan semakin banyak dilakukan studi kasus di bidang etika dapat mengasah ketajaman dan kekritisan mahasiswa. c. Bagi bangsa Indonesia Masyarakat awam menilai bahwa praktik kloning bertentangan dengan etika secara umum, agama, dan hukum positif yang ada di Indonesia. Sehingga praktik kloning secara aktif dilarang di Indonesia. Penelitian ini
7
diharapkan memberikan wawasan baru bagi masyarakat tentang tujuan yang baik dibalik tindakan praktik kloning.
B. TUJUAN PENELITIAN Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan yang terdapat dalam rumusan masalah, yaitu: 1. Merumuskan secara deskriptif tentang persoalan etis praktik kloning. 2. Mendeskripsikan secara analitis tentang teori etika teleologis - utilitarianisme. 3. Merumuskan
secara
reflektif
tentang
perspektif
etika
teleologis-
utillitarianisme dalam memandang praktik kloning.
C. TINJAUAN PUSTAKA Kloning berasal dari kata Klon dalam bahasa Yunani yang berarti “ranting yang dapat mereplikasi sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi pohon”. Kloning terjadi secara alami dalam banyak jenis tanaman yaitu dengan cara vegetatif. Kloning adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid ke dalam oosit (Musbikin, 2010: 21). American Medical Association mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi
8
jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Musbikin, 2010: 19). Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa genetik individu identik yang terjadi di alam saat organisme seperti bakteri, serangga atau tanaman bereproduksi secara a-seksual. Klon secara definisi adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi aseksual yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut memiliki jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar fenotifnya juga sama (Sudjadi, 2008: 151). Negara-negara yang gagal untuk penelitian kloning manusia akan menderita kerugian secara ekonomi. Revolusi industri dan perkembangan pesat media internet memperkaya Amerika Serikat. Bioteknologi akan memimpin revolusi ekonomi berikutnya. Negara-negara yang melompat pertama akan menuai hasilnya, sedangkan negara yang gagal untuk memulai penelitian segera akan jatuh di belakang (Smith. 1998: 24). Kloning bagi manusia adalah jalan keluar untuk mengatasi masalah infertilitas, untuk operasi plastik dan rekonstruksi wajah, mengatasi masalah implan payudara (tidak menggunakan silikon), mencegah penyakit akibat cacat genetik, mengatasi berbagai penyakit seperti down syndrome, gagal hati, gagal ginjal, leukimia dan kanker (Kusmaryanto, 2001: 18-28). Kloning Internasional pada konferensi tanggal 9 Maret 2001 di Roma, Italia, mengumumkan konsorsium bahwa dengan kloning akan sangat mengurangi jumlah abnormal kelahiran. Para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan
9
masyarakat umumnya telah menyetujui bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi (reproductive cloning) dengan menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik, yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic cloning) dianggap etis (Musbikin, 2010: 291). Kebanyakan ilmuwan setuju bahwa reproduksi manusia dengan cara kloning memang dimungkinkan, namun harus ditekankan bahwa eksperimen seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tingginya resiko kematian dan gangguan pasca kelahiran. Rudolf Jaenisch, seorang ahli kloning dari Massachusetts Institute of Technonogy berpendapat bahwa: “Upaya mengkloning manusia adalah tindakan tidak bertanggung jawab yang mengabaikan dari bukti ilmiah mamalia yang sudah diklon sejauh ini” (Musbikin, 2010: 301). Ian Wilmut, Ilmuwan dari Roslins’s Institute, yang berperan dalam kelahiran Dolly sebagaimana dikutip oleh Musbikin menegaskan, kloning pada manusia amat mengejutkan karena jumlah kegagalan yang sangat tinggi dan kematian bayi yang baru lahir (Musbikin, 2010: 31). Marquis sebagaimana dikutip oleh Kusmaryanto menjelaskan bahwa janin sudah cukup menyerupai manusia untuk menegaskan bahwa membunuh janin adalah sama salahnya dengan membunuh manusia pada umunya. Membunuh adalah salah karena merupakan perampasan terhadap masa depan yang berharga (Kusmaryanto, 2001: 57). Yenny Susanti dalam skripsinya menyatakan bahwa kloning manusia merupakan hal yang membahayakan karena penuh resiko dan melecehkan martabat kemanusiaan. Hak dan kewajiban manusia yang terdapat dalam rekayasa
10
kloning harus dipertimbangkan, pihak perusahaan bioteknologi pun berkewajiban untuk menjaga keselamatan dan martabat manusia (Susanti, : ). Deri Trivandian Wardani dalam skripsinya tahun 2012 juga menyatakan bahwa kloning manusia merupakan penemuan besar dalam ilmu pengetahuan manusia, akan tetapi para ilmuwan harus memperhatikan hal lain yang berada di luar kepentingannya. Apabila ilmuwan tetap melakukan kloning manusia dan tidak mempedulikan tanggapan serta sanggahan yang dikemukakan oleh tiap agama, maka hal ini akan menjadi perdebatan yang semakin besar. Ilmuwan pun harus mempertimbangkan dan mengetahui konsekuensi moral dan sosial masyarakat apabila penelitian ini tetap dilakukan, terutama pada masa depan struktur dan kedudukan individu kloning terhadap para pendonornya secara khusus dan masyarakat secara luas (Wardani, 2012: ).
D. LANDASAN TEORI Etika didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis yang berkaitan dengan pola perilaku manusia dari segi-segi norma. Pembahasan yang kritis, metodis dan sistematis dalam etika dinamakan ilmu. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi norma-norma maupun dari segi baik-buruk (Bertens, 2007: 24-25). Etika juga merupakan filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengkaji persoalan benar dan salah secara kritis secara moral bagaimana seseorang harus bertindak dalam situasi konrket (Keraf, 2006: 3-5). Etika maupun moralitas memiliki konsep minimum dalam membimbing tindakan seseorang dengan menggunakan akal, yaitu dengan
11
melakukan apa yang dianggap paling baik menurut akal, seraya memberikan penilaian sama menyangkut kepentingan-kepentingan setiap individu yang akan terkena dampak maupun akibat dari tindakan yang dilakukan (Rachels, 2003: 40). Teleologis berasal dari bahasa Yunani dengan kata Telos berarti “tujuan” yaitu menjelaskan bahwa benar salahnya tindakan tersebut justru tergantung dari tujuan yang hendak dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau berakibat atau bertujuan mencapai sesuatu yang baik pula (Keraf, 1993 : 29-30). Teleologi dalam dunia etika bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Teleologi mengerti tiap tindakan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Teleologi lebih menitikberatkan pada tujuan dan akibat, betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Tujuan yang baik dengan demikian harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Perbincangan baik dan buruk harus diimbangi dengan benar dan salah lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi yang baik bagi kepentingan dirinya sendiri (Keraf, 1993: 29-30). Utilitarianisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa sebuah tindakan dapat dinilai benar atau salah secara moral berdasarkan konsekuensi tindakan yang ditimbulkan bagi kebahagiaan manusia (Garvey. 2006: 223). Para pemikir utilitarian berpendapat bahwa suatu tindakan dinilai benar secara moral bila
12
memberikan banyak kebahagiaan dan manfaat bagi masyarakat. Tindakan yang benar secara moral adalah tindakan yang memaksimalkan kebahagiaan bagi banyak masyarakat (Bertens, 2011: 246). Utilitarianisme berangkat dari situasi ketika individu berhadapan dengan berbagai kemungkinan untuk bertindak dan tidak mengetahui alternatif mana yang harus dipilih. Prinsip utilitarianisme dapat dirumuskan sebagai berikut: ‘tindakan atau peraturan tindakan secara moral betul adalah yang paling menunjang kebahagiaan semua yang bersangkutan’ atau, ‘bertindaklah sedemikian rupa sehingga
akibat
tindakanmu
paling
menguntungkan bagi
semua
yang
bersangkutan’ (Suseno, 1997: 178-179). Utilitarianisme dikenal dengan teori kebahagiaan terbesarnya yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan terbesar untuk orang banyak. Kebahagiaan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik. Bentham sebagaimana dikutip Shomali mengungkapkan bahwa hal yang paling utama bagi manusia adalah selalu bertindak dengan tujuan menghasilkan kebahagiaan sebanyak mungkin dan sebisa mungkin menghindari penderitaan. Kebahagiaan merupakan sesuatu yang baik dan penderitaan adalah sesuatu yang buruk (Shomali, 2005:11). Utilitarianisme berdasarkan konsekuensialis, atau etika tujuan dari memaksimalkan ‘utilitas’, atau pencapaian terbesar (Dossetor, 2005: 2). Prinsip Utilitarianisme adalah suatu tindakan dapat dibenarkan secara moral apabila akibat-akibatnya menunjang kebahagiaan semua yang bersangkutan dengan sebaik mungkin (Suseno, 1997: 195).
13
John Stuart Mill berpendapat sebagaimana dikutip Jalahudin Rackhmat (2004) bahwa Utilitarianisme adalah prinsip moral yang menggunakan prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moralnya. Mill berpendapat suatu tindakan dikatakan benar selama tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu menghasilkan penderitaan. Kebahagiaan adalah kesenangan dan hilangnya derita, sedangkan penderitaan adalah sengsara dan hilangnya kesenangan (Rakhmat, 2004: 54).
E. METODE PENELITIAN 1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk kualitatif bidang filsafat yang bersumber dari studi kepustakaan dengan menggunakan metode pengambilan data melalui berbagai literatur buku yang relevan dengan objek kajian. Setelah diperoleh data pustaka, kemudian pustaka terbagi menjadi dua yaitu pustaka primer dan pustaka sekunder. Kepustakaan primer merupakan sumber-sumber utama dari bahan dan objek material penelitian. Pustaka primer yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Buku karya Imam Musbikin, 2001. Manusia Kloning yang Pertama Telah Lahir. Jogjakarta: DIVA Press. b. Buku karya Sudjadi, 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
14
c. Buku Karya C.B. Kusmaryanto, SCJ. 2001. Problem Etis Kloning Manusia. Jakarta: PT Grasindo. d. Buku karya Silja Voneky dan Rudiger Wolfrum, 2004. Human Dignity and Human Cloning. Netherlands: Martinus Nitjhoff Publisher. e. Buku Karya John Stuart Mill. 1954. Utilitarianism, Liberty and Respresentative Government. London: J. M. Dent and Sons Ltd. Pustaka sekunder berupa buku-buku, artikel, jurnal dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Sumber data yang lain yakni; beberapa literatur tentang kloning manusia sehubungannya dengan etika dan beberapa artikel yang berhubungan dengan kloning, etika maupun etika rekayasa, dan teori teleologis-utilitarian. 2. Jalannya Penelitian Penulis dalam penelitian ini mencoba untuk memahami objek materi baik
secara
tekstual
maupun
kontekstual,
kemudian
penulis
akan
menganalisisnya menggunakan objek formal dan menyampaikannya kembali. Langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap yaitu sebagai berikut: a. Tahap persiapan, diawali dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek yang akan dikaji. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan kesesuaian dengan objek material dan objek formal. b. Tahap pembahasan, mencakup penguraian masalah sesuai dengan objek material dan objek formal yang kemudian dideskripsikan.
15
c. Tahap akhir merupakan penulisan yang yang akan dilakukan secara sistematis dan koreksi penelitian. 3. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode dan unsur-unsur metodis mengacu pada buku yang ditulis oleh Anton Bakker dan Ahmad Chariz Zubair (1990: 114-119), yaitu dengan menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut: a. Kesinambungan historis: yaitu usaha untuk memahami perkembangan historis yang ditemukan dalam objek material dan objek formal, serta mencari konsepsi yang tersembunyi selain data historis. b. Deskripsi: peneliti melakukan deskripsi sedemikian rupa sehingga terus menerus ada referensi pada pertimbangan-pertimbangan oleh penelitan ilmiah atau teori dengan detail-detailnya. c. Analisis: usaha untuk menguraikan yang sifatnya umum untuk mengetahui unsur-unsur yang sifatnya khusus sehingga diperoleh pengertian yang sifatnya komprehensif. d. Interpretasi: penulis berusaha menerobos hasil penelitian ilmu lain atau teori ilmiah problematis, untuk mengungkap filsafat tersembunyi, yaitu struktur hakiki dan norma dasar yang melatarbelakanginya. e. Hermeneutika: proses interpretasi dilanjutkan dengan proses analisis hermeneutika untuk menagkap makna esensial dengan melakukan penafsiran terhadap data. Sehingga esensi data dapat dipahami sesuai dengan waktu dan konteks keadaan sekarang (Kaelan, 2005: 272).
16
F. SISTEMATIKA PENULISAN Hasil penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab pertama berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan metode yang digunakan dalam melakukan sistematika penulisan. Bab kedua berisi uraian tentang praktik kloning. Dalam bab ini diuraikan tentang lingkup kajian kloning diantaranya pengertian kloning, jenis-jenis kloning, sejarah praktik kloning dan beberapa contoh kasus tentang praktik kloning. Bab ketiga berisi uraian tentang ruang lingkup etika yang di dalamnya diuraikan tentang pengertian etika, hati nurani dan teori etika teleologisutiliarianisme Bab keempat berisi analisis tentang tinjauan etika dalam memandang praktik kloning. Di dalam bab ini akan diuraikan tentang persoalan pentingnya suatu tujuan yang baik dalam suatu tindakan praktik kloning, serta diuraikan aliran etika teleologis-utilitarianisme dalam praktik kloning. Bab kelima berisi tentang kesimpulan yang merupakan ringkasan dari babbab sebelumnya serta saran dari peneliti.
17