7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 ASAL USUL DOMBA GARUT KERAGAMAN

Download Garut diyakini berasal dari domba asli Garut, yaitu dari Daerah Cibuluh dan. Cikeris di Kecamatan ... dan umur (Shirzeyli dkk., 2013), dala...

0 downloads 507 Views 329KB Size
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1

Asal usul Domba Garut Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun yang telah diidentifikasi dengan cukup baik, sehingga dari sisi performa fisik berupa sifat-sifat kuantitatif maupun sifat-sifat kualitatif dapat dibedakan antara satu rumpun dengan rumpun lainnya (Heriyadi, 2011). Pemeliharaan domba di Indonesia dimulai sejak beberapa abad sebelum Masehi. Keterangan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya relief Domba di Candi Borobudur (circa 800 SM) (Ryder, 1983). Asal-usul perkembangan Domba Garut diyakini berasal dari domba asli Garut, yaitu dari Daerah Cibuluh dan Cikeris di Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja. Keyakinan tersebut dilandasi oleh teori genetik bahwa Domba Garut merupakan rumpun domba tersendiri, terutama banyak di daerah Priangan dan sekitarnya (Atmadilaga, 1958). Tahun 1864 pemerintah Belanda mulai memasukkan domba Merino yang pemeliharaannya diserahkan pada KF Holle. domba

tersebut dipindahkan

penyebaran

ke

ke

Garut

dan

secara

Tahun 1869 dombabertahap

dilakukan

beberapa penggemar domba, antara lain kepada Bupati

Limbangan (satu pasang) dan Van Nispen seekor pejantan Merino yang pada saat itu kebetulan memiliki seekor domba Kaapstad, serta disebarkan ke beberapa daerah lain seperti Kabupaten Sumedang, Garut, dan Bandung (Heriyadi, 2011 yang mensitasi Merkens dan Soemirat, 1926).

8 Asal-usul perkembangan Domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut sebagai Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris di Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja. Keyakinan ini telah cukup lama berkembang di kalangan peternak di Kecamatan Cikajang dan Wanaraja. Keyakinan yang berkembang pada masyarakat peternak di Kecamatan Cikajang dan Wanaraja tersebut, sampai saat ini cukup sesuai dengan fakta sejarah dan perkembangan Domba Garut. Di samping itu, dari sisi logika yang dilandasi oleh teori genetika dapat diterima bahwa Domba Garut yang berkembang saat ini merupakan domba asli dari Kecamatan Cikajang khususnya domba-domba yang memiliki warna dominan hitam pada bagian muka (Heriyadi, 2011). Domba Garut adalah domba yang memiliki kombinasi daun telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong. Domba Garut diyakini berasal dari kabupaten Garut sebagai Sumber Daya Genetik Ternak Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang dan Cikeris di Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja (Heriyadi, 2011). Domba Garut merupakan salah satu aset Sumber Daya Genetik Ternak asli yang sangat penting di Provinsi Jawa Barat sehingga perlu dilestarikan, dibudidayakan dan dikembangkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang optimum

agar

petani/peternak

dapat

mendongkrak

khususnya

peternak

dan Domba

mensejahterakan

kehidupan

Garut (Heriyadi, 2011). Hal

tersebut yang menjadi sikap optimisme muncul untuk mengembangkan Domba Garut. 2.2

Karakteristik Domba Garut

9 2.2.1 Sifat Kualitatif Domba Garut Domba Garut adalah rumpun domba asli Jawa Barat, dengan ciri khas memiliki kuping rumpung ( < 4 cm) atau ngadaun hiris ( 4 – 8 cm ) dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong (Heriyadi, 2001). Daun telinga rumpung merupakan bentuk telinga yang tumbuh kecil panjangnya kurang dari 4 cm, sedangkan daun telinga ngadaun hiris merupakan bentuk daun telinga yang menyerupai daun hiris atau kacang gude (Cajanus cajan) dengan panjang 4-8 cm. Ekor ngabuntut beurit merupakan bentuk ekor domba yang menyerupai segi tiga tanpa timbunan lemak dengan bentuk yang mengecil pada ujung ekor, sedangkan ekor ngabuntut bagong merupakan bentuk ekor domba yang menyerupai segi tiga dengan timbunan lemak pada pangkal ekor dengan lebar lebih dari 11 cm dan mengecil pada ujung ekor ( Heriyadi, 2011). 2.2.2 Sifat Kuantitatif Domba Garut Jantan Ukuran-ukuran tubuh ternak merupakan sifat kuantitatif yang dapat digunakan ataupun

untuk seleksi.

mengetahui Ukuran

perbedaan-perbedaan

tubuh

ternak

sering

antara

jenis

ternak

juga digunakan untuk

mengevaluasi pertumbuhan karena ukuran merupakan indikator penting

dari

pertumbuhan (Suhaima, 1999). Ukuran tubuh dapat digunakan untuk menaksir bobot tubuh dan berat karkas (Erfan, 2004), serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas atau standar suatu bangsa ternak tertentu (Shirzeyli dkk., 2013 yang mensitasi Riva dkk., 2002), dan penting dalam memberikan informasi tentang struktur morfologi dan perkembangan dalam hewan ternak. Perbedaan ukuran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bangsa, jenis kelamin,

10 dan umur (Shirzeyli dkk., 2013), dalam hal ini Domba Garut jantan mempunyai ciri khas bentuk tubuh yang dikenal dengan “Ngabuah randu/baji” yaitu bentuk badan Domba Garut yang lebih besar ke bagian depan (anterior) dan mengecil ke arah ke belakang (pos-terior) (Heriyadi, 2011). Standarisasi benih dan atau bibit adalah proses spesifikasi teknis benih dan atau bibit yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat mutu genetik, syarat-syarat kesehatan hewan dan masyarakat

veteriner,

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh (Permentan Nomor 36 OT.140/8/2006). Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Permentan Nomor 48

OT.140/9/2011).

Berdasarkan definisi

tersebut

diperlukan adanya

standardisasi bibit Domba Garut menurut SNI 7532 :1: 2015 di antaranya untuk bobot badan dan panjang badan pada kelompok umur 8-12 bulan berurutan adalah 22 kg dan 49 cm, untuk bobot badan dan panjang badan kelompok umur > 12 – 18 bulan berurutan adalah 29 kg dan 51 cm, sedangkan untuk kelompok umur > 18 – 24 bulan berurutan adalah 31 kg dan 56 cm. Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur dan dapat mempengaruhi produksi secara langsung, misalnya pertumbuhan berat harian, ukuran tubuh dan sebagainya (Audisi, 2016 yang mensitasi Harjosubroto, 1994). Sifat kuantitatif pada ternak dapat dinyatakan dengan bobot badan, panjang badan dan lingkar pinggang. Pertumbuhan Domba Garut dapat diukur melalui sifat kuantitatif tersebut.

11 Bobot badan dapat diketahui untuk mengetahui produktivitas Domba Garut dengan melakukan penimbangan dilakukan dengan timbangan digital dan dinyatakan dalam kilogram (kg) (Heriyadi, 2012). Panjang badan adalah jarak garis lurus dari tulang pocessus spinosus dari vertebrae thoracalis tertinggi sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk), diukur dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm (Heriyadi dkk, 2006), sedangkan pengukuran Lingkar Pinggang dapat diukur melalui tonjolan tuber coxae, melewati bagian flank di depan kaki belakang dengan menggunakan pita ukur, dinyatakan dalam (cm). 2.3

Pertumbuhan dan Perkembangan Domba Garut Jantan Pertumbuhan adalah pertambahan dari urat daging, tulang, organ-organ

internal serta bagian lain pada tubuh (Ensminger, 1991). Perkembangan yaitu kemajuan gradual dari kompleksitas yang lebih rendah menjadi kompleksitas yang lebih tinggi, dan ekspansi atau perubahan bentuk atau konformasi tubuh termasuk perubahan struktur tubuh, perubahan kemampuan dan komposisi (Soeparno, 2005). Kelompok umur

3 – 7

bulan

ukuran-ukuran tubuh

mengalami

pertumbuhan dimulai dari berkembangnya jaringan otot, terutama pada bagian dada yang kemudian disusul oleh pertambahan ukuran panjang badan, sehingga variabel tersebut mempunyai nilai korelasi yang kuat terhadap bobot badan. Kelompok umur 7 – 12 bulan variabel ukuran tubuh mempunyai korelasi kuat dengan bobot badan dibandingkan ukuran tubuh lainnya yaitu lingkar dada dan panjang badan. Hal ini disebabkan ukuran lingkar dada bertambah mengikuti pertumbuhan dan perkembangan jaringan otot yang ada di daerah dada, sedangkan kuatnya nilai korelasi antara ukuran panjang badan dengan bobot

12 badan merupakan cerminan

masih

adanya

pertumbuhan tulang

belakang

(Trisnawanto dkk., 2012). Kelompok umur >12 – 24 bulan variabel yang mempunyai korelasi paling kuat dengan bobot badan adalah lingkar dada, disusul panjang badan, lebar pinggul dan tinggi pinggul yang mempunyai korelasi kuat.

Kelompok umur >48 bulan hampir semua

mempunyai korelasi yang

sangat

signifikan (Pratama dkk, 2016).

variabel

ukuran

tubuh

kuat terhadap bobot badan tetapi tidak Salah satu faktor penting dalam periode

pertumbuhan adalah tulang.

Gambar 1.

Kurva Pertumbuhan Ternak dari Lahir Sampai Mati (Sumber : Brody, 1945)

Keterangan : C = Conception (Pembuahan), B = Birth (Kelahiran), P = Puberty (Pubertas), M = Maturity (Dewasa), D = Dead (Kematian). Domba jantan muda memiliki potensi untuk lebih cepat daripada domba betina, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan yang lebih efisien

13 untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1994), hal ini dikarenakan adanya hormon kelamin jantan yaitu testosteron. Sekresi testosteron pada jantan menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan (Soeparno, 2005).

Performa atau penampilan individu ditentukan oleh dua

faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh

susunan

gen

dan kromosom

yang

dimiliki

individu

tersebut

(Hardjosubroto, 1994). 2.4

Pewilayahan Sumber Bibit Pewilayahan Sumber Bibit adalah serangkaian kegiatan untuk memetakan

suatu wilayah dengan agroekosistem tertentu sebagai wilayah sumber bibit. Wilayah Sumber Bibit adalah suatu wilayah agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis, rumpun, atau galur ternak tertentu. Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan

tertentu

untuk

dikembangbiakkan

(Permentan

Nomor

48

OT.140/9/2011). Aspek utama dalam mengelola wilayah sumber bibit adalah program pemuliaan yang dilaksanakan dan implementasi pedoman pembibitan ternak yang baik (Good Breeding Practice/GBP) untuk menjadikan wilayah terpilih sebagai wilayah sumber bibit ternak.

Oleh karena itu, dalam wilayah sumber bibit

ternak asli/lokal, maka program pemuliaan yang terstruktur dan terarah harus dilakukan melalui partisipasi aktif kelompok peternak untuk secara bersama dan bertanggung jawab mewujudkan dan mempertahankan wilayah sumber bibit

14 secara berkelanjutan (Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2015). 1. Jenis Ternak Jenis ternak yang diusulkan dalam satu kabupaten/kota harus memiliki populasi dominan (>80%) dibandingkan dengan jenis ternak lainnya. Apabila jenis ternak yang diusulkan lebih dari satu, maka dominasi dari masing-masing jenis ternak tersebut berada pada kecamatan yang berbeda (Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2015). 2. Rumpun atau Galur Ternak Rumpun atau galur ternak yang diusulkan dalam satu kabupaten/kota harus memiliki populasi dominan (>80%) dibandingkan dengan rumpun atau galur ternak lainnya. Rumpun atau galur ternak yang diusulkan dalam wilayah sumber bibit, diutamakan rumpun/galur ternak yang telah ditetapkan atau dilepas berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian. 3. Agroklimat Agroklimat yang dipersyaratkan dalam penetapan wilayah sumber bibit meliputi sumber dan daya dukung pakan, kesesuaian lahan, curah hujan, temperatur, kelembaban, topografi dan kapasitas tampung. (1) Sumber dan daya dukung pakan merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pakan atau pakan beserta ketersediaannya dalam wilayah sumber bibit yang diusulkan, antara lain: 1) HPT: rumput gajah, rumput raja; 2) Leguminosa: lamtoro, kaliandra; 3) Hasil samping tanaman pertanian: jerami, dedak, dedak jagung;

15 4) Hasil samping industri pertanian: ampas tahu, bungkil kelapa sawit, tepung ikan. (2) Kesesuaian lahan di wilayah sumber bibit menggambarkan kondisi tanah (pH dan jenis), lahan, dan iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban). (3) Topografi di wilayah sumber bibit menggambarkan profil wilayah yang dapat berupa dataran, berbukit, pegunungan atau rawa. (4) Kapasitas tampung di wilayah sumber bibit menggambarkan kemampuan wilayah tersebut berdasarkan ketersediaan pakan dan luas lahan dalam mendukung perkembangbiakan ternak yang diunggulkan. 4. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk di wilayah sumber bibit dibagi dalam dua kategori yaitu di Pulau Jawa sebagai representasi daerah padat penduduk dan di luar Pulau Jawa sebagai representasi daerah jarang penduduk. Kepadatan penduduk dapat direpresentasikan dalam bentuk proporsi antara jumlah jiwa (semua umur) dengan luas wilayah dalam wilayah sumber bibit yang diusulkan, dalam satuan orang/km2, selain itu, untuk menggambarkan secara lengkap kondisi penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dilengkapi pula dengan data-data jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, serta rumah tangga peternak. 5. Sosial ekonomi Sosial ekonomi di wilayah sumber bibit harus menggambarkan dinamika masyarakat dalam menjalankan roda ekonominya, yang dapat

ditunjukkan

dengan ketersediaan kelembagaan ekonomi seperti perbankan, koperasi, lembaga perkreditan rakyat, pasar hewan, kelembagaan sosial (kelompok peternak, gabungan kelompok peternak), dan lain-lain. Untuk melengkapi informasi sosial

16 ekonomi, diperlukan juga data tentang tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga per tahun.