MDGs - ETD UGM

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan keempat Millennium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak, dengan target menuru...

21 downloads 745 Views 86KB Size
   

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan keempat Millennium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian balita sebesar 2/3 antara 1990 dan 2015. Oleh karena itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak di bawah 5 tahun (balita). Tahun 1990 jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Target saat ini adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Indikator kedua adalah proporsi anak usia 1 tahun yang mendapat imunisasi campak. Angka ini telah meningkat, menjadi 72% untuk bayi dan 76% untuk anak di bawah 23 bulan pada 2006. Tujuan kelima MDGs adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan targetnya yang pertama menurunkan angka kematian ibu sebesar 3/4 nya antara 1990 dan 2015, yang kedua mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada tahun 2015 (BAPPENAS, 2008). Dalam memberikan pelayanan kesehatan dan gizi yang optimal, Kementrian Kesehatan menetapkan visi yaitu “ Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan”, dengan salah satu misi “Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, diperlukan berbagai kegiatan di antaranya adalah menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan posyandu sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan dasar yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (Kemenkes RI, 2012). Pos pelayanan terpadu atau disingkat posyandu, merupakan lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang melalui prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat yang diharapkan sebagai wadah yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dan sosial dasar masyarakat. Posyandu sebagai perwujudan dari peran serta masyarakat tidak serta merta hadir dan bergerak dengan sendirinya, dukungan pemerintah terhadap keberadaan dan kesinambungan posyandu terus diupayakan. Berbagai kebijakan telah dibuat, bermacam-macam

1

2  

kegiatan dan program telah dilaksanakan agar posyandu tetap eksis dan menjadi gerbang depan pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2012). Sejak dicanangkan posyandu balita pada tahun 1986 dan posyandu lansia pada tahun 2004, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan serta umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika pada tahun 2007 angka kematian bayi (AKB) sebesar 34/1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007), maka pada tahun 2012 angka kematian bayi (AKB) mengalami penurunan, yaitu 32/1.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Sementara itu, umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 70,5 tahun pada tahun 2007 menjadi 72 tahun pada tahun 2014 (RPJMN 20102014) (Kemenkes RI, 2012). Secara

kuantitas,

perkembangan

jumlah

posyandu

sangat

menggembirakan, karena di setiap desa ditemukan sekitar 3-4 posyandu. Pada saat posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25.000, sedangkan pada tahun 2009, meningkat menjadi 266.827 posyandu. Namun, bila ditinjau dari aspek kualitas, masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Kemenkes RI, 2012). Hasil Riskesdas menunjukkan secara nasional cakupan penimbangan balita (anak pernah ditimbang ke posyandu sekurang-kurangnya 1 kali selama sebulan terakhir) di posyandu sebesar 74,5%. Provinsi dengan cakupan penimbangan balita di posyandu yang tertinggi adalah DIY (95%), Sulawesi Utara (91,5%), dan Gorontalo (91,1%), sedangkan provinsi yang cakupannya rendah adalah Sumatra Utara (54,7%), Sumatra Selatan (60,4%) dan Sulawesi Tenggara (61,7%). Frekuensi kunjungan balita ke posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak (Kemenkes RI, 2010b). Upaya meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu menjadi kepedulian semua pihak, sehingga keberhasilan posyandu menjadi tanggung jawab bersama. Salah satu permasalahan posyandu yang paling mendasar adalah rendahnya tingkat pengetahuan kader, baik dari sisi akademis maupun teknis. Seperti diketahui bersama, kader adalah ujung tombak dari seluruh kegiatan yang

 

3  

dilaksanakan di posyandu. Keberadaan kader menjadi penting dan strategis, ketika pelayanan yang diberikan mendapat simpati dari masyarakat yang pada akhirnya akan memberikan implikasi positif terhadap kepedulian dan partisipasi masyarakat (Kemenkes RI, 2012). Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang revitalisasi posyandu, yaitu suatu upaya untuk meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu. Secara garis besar, tujuan revitalisasi posyandu adalah: (1) terselenggaranya kegiatan posyandu secara rutin dan berkesinambungan, (2) tercapainya pemberdayaan tokoh masyarakat dan kader melalui advokasi, orientasi, pelatihan atau penyegaran, dan (3) tercapainya pemantapan kelembagaan posyandu. Secara menyeluruh, kegiatan revitalisasi posyandu, tertuang dalam Surat Edaran Mendagri di atas. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010a), salah satu indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi balita (keberhasilan pelaksanaan posyandu) di antaranya dapat diukur dengan jumlah balita yang ditimbang (D) dibandingkan dengan jumlah sasaran atau balita (S) yang dikenal dengan istilah (D/S). Indikator keluaran yang harus dicapai sebesar 85% balita ditimbang berat badannya.

Cakupan D/S ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur peran serta

masyarakat untuk memanfaatkan posyandu. Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan program gizi masyarakat, khususnya pelaksanaan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu Provinsi Jambi tahun 2010, cakupan balita yang ditimbang sebesar 64,8% (189.967 balita) dari 293.043 balita yang ada (Dinkes Provinsi Jambi, 2010). Untuk tahun 2011, dari 315.562 balita, jumlah balita yang ditimbang sebesar 65,3% (206.183 balita) (Dinkes Provinsi Jambi, 2011). Hasil laporan situasi gizi Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2010, dari 46.733 balita, yang ditimbang ada 25.240 (54,01%) balita. Untuk tahun 2011, sebesar 63,20% dari jumlah balita yang ada, yaitu 42.591. Artinya, selama tahun 2010 dan 2011 cakupan partisipasi masyarakat (D/S) belum mencapai target, yaitu 85% sesuai dengan indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat. Selanjutnya,

 

4  

cakupan kunjungan balita dari 20 puskesmas di Kota Jambi pada tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Cakupan 5 besar terendah kunjungan balita ke posyandu di puskesmas wilayah Kota Jambi Tahun 2010 – 2011 No

Puskesmas Sasaran

2010 Kunjungan

D/S

(S)

(D)

(%)

Sasaran

2011 Kunjungan

D/S

(S)

(D)

(%)

1.

Kebun Kopi

1601

683

42,6

1826

474

25,96

2.

Paal Merah II

1041

554

53,2

1489

569

38,21

3.

Rawasari

5090

1153

22,6

3076

1183

38,4

4.

Paal Merah I

1915

1203

62,8

2079

1014

48,77

5.

Simp. Kawat

1542

684

44,3

1444

705

48,82

11.189

4277

38,2

9.914

3.945

63,20

Jumlah

Sumber : Dinkes Kota Jambi 2010/2011. Berdasar Tabel 1, diketahui bahwa jumlah kunjungan balita terendah pada tahun 2010 terdapat di Puskesmas Rawasari dengan sasaran 5.090 balita, yang menimbang hanya 1.153 dengan persentase 22,6%. Pada tahun 2011 persentase terendah adalah di Puskesmas Kebun Kopi sebesar 25,9% dari 1826 balita artinya jumlah balita yang datang menimbang ke posyandu sebanyak 474 balita. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan kunjungan balita (D/S) di Puskesmas Kebun Kopi belum sesuai dengan target yang dinginkan, yaitu 85%, dari tahun 2010 ke 2011 cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan registrasi terakhir jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi adalah 15.310 jiwa, dengan sebagian besar mata pencarian penduduknya buruh 47,2%, dan tingkat pendidikannya adalah SD 30,9%. Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi sebanyak 13 posyandu, dengan rincian 8 posyandu yang membuka layanan pagi hari pukul 09.00 WIB setiap bulannya, dan 5 posyandu membuka layanan pada sore hari pukul 15.30 WIB (Puskesmas Kebun Kopi, 2011).

 

 

5  

Tabel 2. Tingkat perkembangan posyandu perkecamatan/puskesmas Kota Jambi Tahun 2011

NO

KECAMATAN / PUSKESMAS

JUMLAH POSYANDU

PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI 1 JAMBI SELATAN 0 0,0% 64 71,9% 18 20,2% 7 7,9% 1. Pakuan Baru 0 0,0% 14 46,7% 13 43,3% 3 10,0% 2. Talang Bakung 0 0,0% 15 83,3% 1 5,6% 2 11,1% 3. Kebun Kopi 0 0,0% 11 84,6% 1 7,7% 1 7,7% 4. Paal Merah I 0 0,0% 12 92,3% 1 7,7% 0 0,0% 5. Paal Merah II 0 0,0% 12 80,0% 2 13,3% 1 6,7% 2 JELUTUNG 0 0,0% 43 87,8% 5 10,2% 1 2,0% 1. Simpang Kawat 0 0,0% 23 92,0% 2 8,0% 0 0,0% 2. Kebun Handil 0 0,0% 20 83,3% 3 12,5% 1 4,2% 3 KOTABARU 42 43,3% 22 22,7% 20 20,6% 13 13,4% 0 0,0% 11 100,0% 6 30,0% 3 15,0%    1 .Paal V 0 0,0% 6 37,5% 5 31,3% 5 31,3%    2. Paal X 4 20,0% 5 25,0% 7 35,0% 4 20,0%    3. Kenali Besar 38 92,7% 0 0,0% 2 4,9% 1 2,4%    4. Rawasari Kota Jambi 42 17,9% 129 54,9% 43 18,3% 21 8,9% Sumber : Dinkes Kota Jambi 2011

TOTAL 89 30 18 13 13 15 49 25 24 97 20 16 20 41 235

Berdasar tabel di atas, Puskesmas Rawasari mempunyai strata posyandu yang paling rendah dari 41 posyandu, hanya 1 (2,4%) strata posyandu mandiri, 2 (4,9%) strata posyandu purnama dan 38 (92.7%) strata posyandu pratama. Hal ini tidak sebanding dengan jumlah kader 210 orang, Rendahnya strata posyandu tidak terlepas dari tingkat partisipasi masyarakat di wilayah tersebut dan dorongan dari petugas puskesmas. Dari hasil studi pendahuluan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi didapat kurangnya keinginan ibu balita ke posyandu disebabkan kegiatan yang tidak menarik, hanya menimbang tanpa ada kegiatan lain, dan lingkungan tempat posyandu kurang mendukung. “…Kalau sayo jarang ke posyandu, menurut sayo, kito kadang sibuk ini la ,sudah tu pulo kan nimbang bae, nda kate (tidak ada) yang lain macam itu la cuma”. “Berkaitan dengan kesadaran masyarakat yang kurang..,mungkin faktor keinginan dan pendidikan masyarakat yang rendah……, ketika

 

6  

kami ngasih tahu mereka tidak ado,….informasi yang diberikan sedikit, jadi kami sabar bae la”. “…..Kalo sayo ngasih tahu ibu-ibu akan ada kegiatan posyandu, mereka sering menanyakan apo menu yang disediakan untuk PMT…, sayo bingung la karena dananyo nda kate ( tidak ada), kalo ado dana tetapnyo kito biso menyusun menu untuk setiap kegiatan dengan menu berbeda”. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2007) di 4 provinsi di Indonesia yang mengatakan bahwa beberapa faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam program kesehatan antara lain karena tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah, kesibukan karena pekerjaan masing-masing, respon masyarakat terhadap program kesehatan masih kurang, dan pemahaman petugas yang belum menguasai konsep program. Dampak rendahnya kunjungam ke posyandu terhadap kesehatan ibu adalah ibu hamil kurang gizi, gondok, anemia, bengkak kaki muka dan tangan, pusing dan muntah-muntah, keluar cairan dan kematian ibu, sedangkan masalah-masalah pada kesehatan balita adalah balita kurang gizi, kematian bayi, diare, kerdil, lumpuh layu (polio), batuk, tetanus, campak, sakit kulit, kurang vitamin A, serta kurang energi protein (KEP) (Depkes, 2005). Menurut Uno (2012) motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang mempunyai indikator, adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, adanya harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, adanya lingkungan yang baik, dan adanya kegiatan yang menarik. Menurut Kanfer (1999 cit. Mbindyo, et al., 2009) motivasi terbagi atas faktor internal, yaitu demografi, ketrampilan, pelatihan, pengetahuan, filosofi dan nilai individu, dan faktor eksternal, yaitu : nilai-nilai sosial, harapan masyarakat, kebijakan terhadap sumber daya manusia, misi, tujuan dan nilai-nilai organisasi, insentif, struktur organisasi, budaya dan kemampuan untuk berubah dapat mempengaruhi motivasi seseorang, sehingga dapat mengubah perilaku individu atau petugas.

 

7  

Menurut Mc Clelland, (cit. Siagian, 2012) dalam teori kebutuhan, untuk mencapai prestasi atau need for achievement, motivasi seorang berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Tiga kelompok kebutuhan

need for achievement, adalah adanya seseorang yang mempunyai

dorongan yang kuat untuk berhasil; need for affiliation, yaitu kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam kehidupan atau hubungan dengan orang lain, need for power, yaitu adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain. Tiga kebutuhan motivasi tersebut menjadi dorongan bagi ibu balita dan petugas kesehatan untuk berpatisipasi dalam meningkatkan kunjungan

ke

posyandu di Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bilsky & Schwartz. (2008) yang berjudul Measuring motivations integrating content and method, menyatakan bahwa affililation, achievement, power berhubungan erat dengan motivasi. B. Perumusan Masalah Berdasar uraian latar belakang masalah di atas, dapat dilihat bahwa keberhasilan peningkatan kunjungan ibu balita ke posyandu sangat ditentukan oleh motivasi ibu balita itu sendiri. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimana motivasi ibu balita dalam rangka meningkatkan kunjungan ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengeksplorasi motivasi ibu balita dalam rangka kunjungan ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi faktor internal motivasi ibu balita dalam rangka kunjungan ke posyandu. b. Mengidentifikasi faktor eksternal motivasi ibu balita dalam rangka kunjungan ke posyandu.

 

8  

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Manfaat bagi peneliti, menambah wawasan peneliti dalam bidang ilmiah khususnya dalam pemberdayaan kesehatan masyarakat. 2. Manfaat ilmiah, penelitian ini dapat dijadikan referensi atau masukan bagi peneliti selanjutnya yang akan melaksanakan penelitian serupa. 3. Manfaat praktis, sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam rangka pembinaan kunjungan ibu balita ke posyandu. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang relevan antara lain : Nama dan judul penelitian Persamaan Juliawan. (2009), Subjek, metode Evaluasi program kualitatif pencegahan gizi buruk melalui promosi dan pemantauan pertumbuhan anak balita di posyandu di Kota Mataram.

Safei (2008), Pemberdayaan kader dalam revitalisasi posyandu di Kabupaten Batanghari.

Perbedaan Variabel yang diteliti, sumber daya, dana, keterampilan kader, sarana kader. Hasil penelitian : Kinerja kader petugas masih rendah, kurang dana, kurang peralatan dan pembinaan yang intensif, sebagai penyebab belum dilaksanakannya program promosi dan pemantauan pertumbuhan anak balita di posyandu Subjek, metode Variabel yang diteliti, kualitatif insentif, sarana posyandu dan pelatihan kader dengan partisipasi. Hasil penelitian : insentif yang rendah sarana prasarana yang kurang serta pelatihan yang kurang sesuai menjadi penyebab masih rendahnya partisipasi kader

 

9  

Syarifuddin (2008), Motivasi kader posyandu di Puskesmas Rassanae Timur Kota Bima

Subjek, metode kualitatif

Azhar (2007), Pelaksanaan desa siaga percontohan di Puskesmas Cibatu Kabupaten Purwakarta

Meneliti pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dengan cara deskriptif, rancangan studi kasus dan metode kualitatif

Kurniasih (2002), Hubungan antara program revitalisasi posyandu dengan kinerja posyandu di Kecamatan Bagelan Purworejo

Subjek penelitian, yaitu : posyandu, partisipasi masyarakat dan kader

Suryatin (2001), Beberapa faktor yang berhubungan dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu di wilayah Puskesmas Magelang Selatan

Fokus penelitian partisipasi kader posyandu

Khotimah (2002), Subjek Evaluasi keaktifan kader penelitian dalam pelayanan program gizi di posyandu tahun 2000 di Kota Palembang

di

Variabel yang diteliti, Hasil penelitian : motivasi kader posyandu dari segi fisiologi, sosial dan pengembangan saling terkait Fokus desa siaga lebih konfrenhensif terutama program KIA, informasi lebih luas termasuk masyarakat dan LSM. Hasil penelitian : partisipasi masyarakat pasif karena informasi yang diterima tidak jelas, pelaksanaan promosi kesehatan masih pada tatanan atas, belum sampai ke masyarakat. Rancangan penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, hasil penelitian : Proses pelayanan pada posyandu akan lebih baik apabila input seperti sarana dan prasarananya diperbaiki dan disiapkan Metode kuantitatif dengan rancangan cross sectional, variabel, sosial ekonomi, kedudukan kader dalam keluarga, peran puskesmas dan PKK Hasil penelitian : partisipasi kader tidak berbeda dari segi ekonomi ,kecuali kedudukan dalam keluarga dan peran PKK dan puskesmas. Tujuan , metode dan variabel penelitian Hasil penelitian : sarana prasarana dan pembinaan berhubungan dengan keaktifan kader juga berhubungan dengan cakupan program gizi.

 

10  

Berdasarkan penelitian yang sudah ada di atas, peneliti mencoba melakukakan penelitiaan kualitatif dengan judul Motivasi ibu balita dalam rangka meningkatkan kunjungan ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi. Dengan penelitian ini peneliti nantinya akan memaparkan hal-hal yang baru dari penelitian sebelumnya, seperti : faktor internal dan ekstenal dari ibu balita dalam rangka meningkatkan kunjungan ke posyandu.