1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization (WHO) menunjukkan angka mortalitas mencapai 300.000 pertahun untuk seluruh dunia (Mitsunaga Jr dkk, 2012; Pereira dkk, 2012). Pada luka bakar karena kalor, proses kerusakan akan terus berlanjut walaupun sumber panas sudah tidak kontak lagi dengan kulit. Konduksi kalor melewati kulit akan merusak struktur-struktur dermis, diantaranya jejaring pembuluh darah kapiler kulit dan kelenjar bahkan sampai otot dan tulang. Tergantung pada tingkat kedalaman kerusakan jaringan yang terlibat maka luka bakar, berturut-turut dari kondisi ringan ke berat, terbagi dalam derajat I, II, dan III (Evers dkk, 2010). Luka bakar derajat II adalah luka bakar yang meliputi epidermis dan dermis. Luka bakar derajat II menyembuh dengan cenderung diikuti tumbuhnya skar. Oleh karena itu sebagian besar dokter bedah menganut prinsip tatalaksana debridemant langsung untuk luka bakar derajat II yang diikuti dengan tandur kulit (DeSanti dkk, 2005). Kerusakan jaringan akibat luka bakar mengakibatkan gangguan suplai nutrisi, oksigen, serta proses regulasi cairan tubuh dan suhu pada kulit. Kondisi ini menjadikan durasi penyembuhan luka bakar berlangsung lama (DeSanti dkk, 2005). Penyembuhan luka yang lama dapat membawa konsekuensi peningkatan risiko infeksi, keloid, dan keganasan. Oleh karena itu modifikasi re-vaskularisasi jejaring kapiler dan re-
2
epitelialisasi kulit banyak diteliti pada kasus luka bakar untuk memperpendek durasi penyembuhan luka (Jurjus dkk, 2006; Chen dkk, 2011; Sun dkk, 2011). Metode yang sedang banyak diteliti untuk modifikasi re-vaskularisasi dan reepitelialisasi adalah penggunaan faktor pertumbuhan dan/atau sel punca mesenkim (Chan dkk, 2012; van der Veen dkk, 2012). Pengaruh faktor pertumbuhan, substansi agonis dan antagonis faktor pertumbuhan, antibodi-anti faktor pertumbuhan dalam memodulasi proliferasi, diferensiasi, dan migrasi sel-sel yang terkait dengan proses penyembuhan luka membuka cara baru dalam tatalaksana luka. Sampai dengan saat ini sudah ada beberapa faktor pertumbuhan rekombinan diperbolehkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati luka akut pasca operasi bedah mulut, luka kronis pada pasien diabetes dan ulkus kornea. Contoh sediaan topikal faktor pertumbuhan rekombinan yang sudah beredar adalah Fibroblast Growth Factor (FGF) yang diproduksi Kaken Pharmaceutical Jepang dan Regranex® buatan Novartis dengan harga yang cukup mahal (Okabe dkk, 2013). Faktor pertumbuhan dan sel punca mesenkim bisa dipanen dari tubuh pasien sendiri cukup murah untuk diterapkan (Choukroun dkk, 2006; Choi dkk, 2012). Salah satu sumber faktor pertumbuhan otolog adalah platelet-rich plasma (PRP) yang dibuat dengan mengaktifkan konsentrat trombosit pasien sendiri. Studi literatur terhadap riset terkait penggunaan faktor pertumbuhan yang diperoleh dari PRP untuk terapi luka bakar yang dilakukan oleh Pallua dan kawan-kawan menunjukkan hasil penyembuhan yang lebih cepat dibandingkan kontrol (Pallua dkk, 2010; Lee dkk, 2011). Platelet-rich Fibrin (PRF) adalah PRP generasi kedua. Sediaan PRF berupa konsentrat trombosit yang tersimpan dalam matrik fibrin (Dohan dkk, 2006). Hal ini menjadikan PRF juga
3
merupakan sumber faktor pertumbuhan otolog yang murah dan mudah didapat (Choukroun dkk, 2006). Telur merupakan bahan yang kini mudah dan murah didapat. Pemanfaatan telur untuk mengobati luka secara topikal sudah dikenal sejak dahulu. Kitab pengobatan yang ditulis Avisena meresepkan putih telur untuk campuran obat oles luka bakar (Aliasl dkk, 2013). Setelah sempat ditinggalkan karena ada metode pengobatan baru, pemanfaatan telur dalam penyembuhan luka belakangan kembali diteliti. Sebagian besar berhasil mengungkapkan kemampuan antimikroba yang dimiliki ovalbumin dari putih telur (Abdou dkk, 2013). Selain mengandung albumin dalam jumlah besar, putih telur juga mengandung lipida yang mempunyai kemampuan seperti faktor pertumbuhan (Nakane dkk, 2001). Selain merupakan protein yang bisa segera digunakan oleh sel, albumin ayam pada penelitian bertindak sebagai protein asing bagi subyek. Pada penelitianpenelitian tentang obat anti-pirai, albumin dari telur ayam kerap dipakai sebagai pemicu inflamasi dengan jalan diinjeksikan pada telapak kaki tikus (Yamini dkk, 2010). Tikus merupakan hewan coba yang lazim dipakai dalam penelitian penyembuhan luka, termasuk diantaranya luka bakar. Tanda-tanda penyembuhan yang sering dijadikan acuan diantaranya epitelialisasi dan pertumbuhan bulu, yang keduanya bisa diamati secara klinis dan mikroskopis (Wang dkk, 2009; Pereira dkk, 2012).
4
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pemberian lisat PRF akan mempengaruhi penyembuhan luka bakar pada tikus ? 2. Apakah pemberian putih telur akan mempengaruhi penyembuhan luka bakar pada tikus ? 3. Apakah terdapat perbedaan penyembuhan antara luka bakar pada tikus yang diberikan lisat PRF dan putih telur ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : 1. Mengetahui pengaruh pemberian lisat PRF pada penyembuhan luka bakar tikus 2. Mengetahui pengaruh pemberian putih telur pada penyembuhan luka bakar tikus 3. Mengetahui perbedaan penyembuhan luka bakar pada tikus antara yang diberi lisat PRF dengan putih telur Tujuan Khusus : 1. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada penurunan luas luka bakar derajat II pada tikus dibandingkan dengan kontrol 2. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian putih telur pada penurunan luas luka bakar derajat II pada tikus dibandingkan dengan kontrol 3. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada penurunan luas luka bakar derajat II pada tikus dibandingkan dengan putih telur
5
4. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada persentase penutupan luka bakar derajat II secara histologis pada tikus dibandingkan dengan kontrol 5. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian putih telur pada persentase penutupan luka bakar derajat II secara histologis pada tikus dibandingkan dengan kontrol 6. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada persentase penutupan luka bakar derajat II secara histologis pada tikus dibandingkan dengan putih telur 7. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada pertumbuhan kembali bulu pada tikus dengan luka bakar derajat II dibandingkan dengan kontrol 8. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian putih telur pada pertumbuhan kembali bulu pada tikus dengan luka bakar derajat II dibandingkan dengan kontrol 9. Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian lisat PRF pada pertumbuhan kembali bulu pada tikus dengan luka bakar derajat II dibandingkan dengan putih telur
D. Manfaat Penelitian Memperoleh dasar ilmiah bagi pemanfaatan PRF dan putih telur untuk penyembuhan luka bakar.
6
E. Keaslian Penelitian Penulis
melakukan
penelusuran
terhadap
publikasi
ilmiah
melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed dengan kata kunci platelet-rich fibrin, lysate, egg white, albumen, rat, mouse, mice, dan burn. Tidak didapatkan hasil.