4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMILIHAN BAKALAN KRITERIA PEMILIHAN

Download A. Pemilihan Bakalan. Kriteria pemilihan bakalan sapi potong yang baik yang akan digemukkan adalah, sapi dengan jenis kelamin jantan atau j...

0 downloads 365 Views 237KB Size
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemilihan Bakalan Kriteria pemilihan bakalan sapi potong yang baik yang akan digemukkan adalah, sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1.5-2.5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, tempramen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik. Bila mungkin sangat dianjurkan mengetahui sejarah sapi yang berkaitan dengan penyakit namun secara praktis pada umumnya dipergunakan dalam penilaian individual adalah pengamatan bentuk luar yakni bentuk tubuh umum dan normal tidaknya pertumbuhan organ kelamin (Murtidjo, 1990). Siregar (2010) menyatakan, bahwa pada dasarnya sapi jantan maupun sapi betina dapat digunakan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan sapi, namun sapi jantan lebih diminati dari pada sapi betina karena pertambahan bobot badannya lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina. Selain itu, di Indonesia ada peraturan mengenai larangan memotong sapi betina produktif. Sumber sapi bakalan yang dapat digunakan untuk usaha penggemukan yaitu sapi lokal, sapi impor dan jenis sapi dari persilangan. Bakalan merupakan faktor yang penting karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Pengadaan bakalan dapat dilakukan dengan mengawinkan indukan sapi sendiri atau dengan membeli anak sapi. Keuntungan pengadaan bakalan sapi dari pembibitan sapi sendiri adalah peternak dapat langsung menentukan jenis sapi yang diinginkan (Yulianto dan Saparinto, 2010). Menurut Sarwono dan Arianto (2006), bahwa keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bakalan yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang

4

5

dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan, yaitu kondisi kurus, berusia muda, tetapi sehat. Pengaruh jenis kelamin terhadap pertambahan bobot badan adalah bahwa jantan lebih cepat tumbuh atau mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi-sapi betina, karena itulah para peternak lebih menyukai sapi jantan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan. Pengaruh ransum atau pakan terhadap pertambahan bobot badan sudah ditunjukkan oleh berbagai hasil penelitian. Sapi yang digemukkan hanya dengan pemberian hijauan saja tidak akan mampu mencapai pertambahan bobot badan yang tinggi dengan waktu penggemukan yang relatif singkat. Pemberian konsentrat disamping pemberian hijauan pada penggemukan sapi tidak hanya meningkatkan pertambahan bobot badan, tetapi juga akan meningkatkan produksi karkas. Peningkatan produksi karkas akan berakibat pada harga penjualan sapi yang lebih mahal (Siregar, 2008). Pemilihan sapi bakalan yang tepat sesuai dengan kondisi daerah sangat penting demi keberhasilan usaha penggemukan sapi, karena apabila salah memilih sapi bakalan maka akan mengakibatkan kerugian dalam usaha penggemukan sapi. Sebenarnya tujuan utama dari penggemukan sapi yaitu untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas dagingnya. Sistem penggemukan sapi kereman yang dilakukan pada sapi jantan dewasa atau yang telah cukup umur, sehat dan tidak dipekerjakan selama masa penggemukan. Tujuan awal dari sistem ini adalah untuk memperoleh pupuk kandang yang sangat dibutuhkan untuk sayur-sayuran dan tanaman tembakau. Adapun sarana utama dari usaha sapi kereman yaitu adalah sapi bakalan atau sapi setengah kurus tetapi sehat (Mahardika, 2009). B. Manajemen Perkandangan Kandang merupakan tempat tinggal ternak selama dipelihara oleh pemiliknya. Tujuan pembuatan kandang adalah untuk melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol

6

agar sapi tidak merusak tanaman di sekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan sapi tersebut (Abidin, 2006). Secara umum kontruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, bersirkulasi udara baik, dan ternak terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Oleh karena itu, sehubungan dengan kontruksi ini yang perlu mendapat perhatian terutama mengenai arah kandang, ventilasi, atap, dinding dan lantai (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Menurut Murtidjo (1993), lokasi perkandangan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Kandang dibuat di daerah yang relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya, tidak lembab, serta jauh dari kebisingan. b. Aliran udara segar, terhindar dari aliran udara yang kencang. c. Sinar matahari pagi bebas masuk kandang, tetapi pada siang hari tidak sampai masuk ke dalam kandang. d. Agak jauh dari pemukiman dan masyarakat tidak merasa terganggu. e. Lokasi dianjurkan jauh dari sumber air minum yang dipergunakan oleh masyarakat sekitar sehingga kotoran ternak tidak mencemari, baik secara langsung maupun lewat rembesan. Usahakan lokasi kandang jauh dari tempat keramaian seperti jalan raya, pasar dan pabrik agar ketenangan ternak dapat terjaga, sedangkan menurut Purbowati dan Rianto (2009), pembangunan kandang atau perkandangan diperlukan perencanaan yang seksama, yakni dipertimbangkan persyaratan-persyaratan

yang harus dipenuhi dari sebuah bangunan

perkandangan sebagai berikut: 1. Letak kandang terpisah dari rumah dengan jarak lebih dari 10 meter. 2. Kandang harus berada di lokasi yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya, untuk menghindari genangan air pada saat musim penghujan. 3. Dibelakang kandang dibuatkan lobang untuk menampung kotoran ternak. 4. Ventilasi kandang cukup baik. 5. Usahakan lokasi kandang dekat dengan sumber air.

7

6. Bahan bangunan kandang terbuat dari kayu, bambu atau bahan lain yang kuat. Konstruksi kandang dirancang sesuai dengan keadaan iklim setempat, jenis ternak dan tujuan pemeliharaan sapi itu sendiri. Perancangan kandang ternak yang penting untuk diperhatikan adalah tinggi bangunan, kedudukan atap dan bayangan atap, serta lantai kandang. Lantai kandang untuk penggemukan sebaiknya disemen dengan kemiringan 4-5dengan tujuan agar air kencing, air siraman pembersihan kandang atau cairan lain di dalam kandang dapat mengalir ke keluar kandang dengan mudah (Sarwono dan Arianto, 2002). Atap kandang terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia dan asbes. Daerah panas sebaiknya menggunakan bahan genting sebagai atap kandang. Kemiringan atap untuk bahan genting adalah 30-45%, asbes atau seng sebesar 15-20% dan rumbia sebesar 25-30%. Ketinggian atap di dataran tinggi yaitu 2.5-3.5 meter dan 3.5-4.5 untuk dataran rendah. Bentuk dan modelatap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang memberikan kenyamanan ternak (Reksohadiprojo, 1984). Lantai kandang terbuat dari beton dan kemiringan lantai mencapai 4o dan kandang dapat disinari sinar matahari. Selokan merupakan saluran pembuangan kotoran dan air kencing. Ukuran selokan kandang disesuaikan dengan kondisi kandang dan tujuan pemeliharaan. Ukuran selokan lebar 30 – 40 cm dan kedalaman 5 – 10 cm (Abidin, 2002). Bangunan kandang tunggal dan kandang ganda dibangun menghadap ketimur dan membujur ke arah utara selatan sehingga hal ini memungkinkan sinar pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang secara leluasa. Ventilasi merupakan keluar masuknya udara dari dan ke dalam kandang, dimana ventilasi yang sempurna akan sangat berguna untuk mengeluarkan udara kotor dari dalam kandang dan menggantikan udara bersih dari luar kandang. Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga

8

kehangatan ternak di waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh ternak itu sendiri. Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah atau tempat berpijak dan berbaring pada ternak sepanjang waktu, maka pembuatan lantai kandang harus memenuhi syarat yakni rata, tidak licin, tidak mudah lembab, tahan injakan dan awet (Setiadi, 2006). Ukuran kandang individu disesuaikan dengan tubuh sapi yakni 2.5x1.5 m untuk tiap ekor, dimana pada kandang individu digunakan sekat pemisah, hal ini bertujuan untuk menjaga konsumsi sapi agar sama. Sekat pemisah diutamakan pada bagian palung pakan sampai batas pinggul sapi. Tinggi sekat pemisah sekitar 1 meter sesuai dengan tinggi sapi (Siregar, 1999). C. Manajemen Pakan Tujuan pemberian pakan dalam suatu usaha penggemukan sapi potong adalah untuk memperoleh pertambahan bobot badan secara maksimal. Dengan demikian diperlukan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak baik dari segi kuantítas maupun kualitasnya. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan pemotongan rumput, kemudian diberikan pada ternak sapi yang ada di dalam kandang. Pemberian pakan seperti ini disebut cut and carry. Selain itu, rumput juga dapat dikonsumsi langsung oleh sapi di areal padang penggembalaan berdasarkan pada stocking rate (daya tampung) padang penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap Unit Ternak (Santosa, 2005). Menurut Murtidjo (1990), bahwa bahan pakan digolongkan menjadi 3 yaitu pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan

yang termasuk hijauan adalah rumput, leguminosa dan

tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan untuk ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering. Pakan penguat yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes yang berfungsi untuk meningkatkan dan

9

memperkaya nilai nutrien pada bahan pakan lain yang nilai nutriennya rendah. Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut dapat berupa vitamin A dan D, serta mineral terutama Ca dan P. Hijauan adalah bahan pakan yang berbentuk daun daunan, kadang kadang bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan pakan ternak terutama ternak ruminansia terdiri dari hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya diambil untuk kebutuhan manusia. Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang terdiri dari legume dan hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1995). Pakan ternak sapi potong yang dianjurkan terdiri dari 60 % hijauan dan 40 % konsentrat. Pakan berupa hijauan segar bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dan jerami padi 2%-3% dari bobot badan. Pakan penguat yang diberikan sebesar 1%-2% dari bobot badan (Soekardono, 2009). Menyusun ransum untuk penggemukan sapi sebaiknya terdiri dari pakan kasar/hijauan dan pakan konsentrat, tujuannya adalah untuk saling melengkapi kekurangan zat gizi satu sama lain dari bahan-bahan pakan sehingga penampilan ternak dapat optimal. Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya. Perbandingan pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial antara 30% : 70% atau maksimal 20% : 80%. Namun secara finansial pemberian konsentrat dianggap ekonomis apabila penambahan pendapatan lebih tinggi atau setara dengan penambahan biaya dari jumlah pemberian konsentrat yang diberikan (Nuschati, 2003). Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan

10

sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tampa tambahan substabsi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun konsentrat dicampur secara homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan menggunakan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000). D. Manajemen Kesehatan Salah satu penghambat yang sering dihadapi dalam pemeliharaan ternak adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meingkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan atau pengobatan pada ternak yang sakit. Namun demikian usaha pencegahan dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan (Jahja dan Retno, 1993). Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara namun juga pada. Perawatan dan pengawasan, sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga perawatan dan pengobatan pada ternak sapi juga memerlukan pertimbangan dari berbagai segi baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular atau menular) maupun dari segi ekonomi. Pengobatan dan perawatan ternak sakit harus dilakukan secara efektif dan efisien (Murtidjo, 1990). Menurut Samad (1980) bahwa untuk mencegah masuknya penyakit pada ternak sapi dapat dilakukan tindakan-tindakan antara lain: 1. Bilamana ingin memasukkan sapi baru ke dalam peternakan, maka sapi bebas dari semua penyakit dan parasit, dan sebelumnya harus dikarantina terlebih dahulu selama 14 hari atau 2 minggu 2. Mengisolasi ternak yang sakit dari kelompok ternak yang sehat.

11

3. Air yang tergenang baik di dalam maupun di luar kandang harus dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup cacing. 4. Mengadakan program testing setiap waktu terhadap Brucellosis, Tubercollusis dan penyakit lain guna mengetahui adanya sapi-sapi reactor. 5. Mengadakan program vaksinasi, pemberian multivitamin dan obat cacing secara rutin. 6. Adakan desinveksi pada kandang dan peralatan kandang secara teratur. Menurut Rahardjo (2009), bahwa penerapan biosecurity pada peternakan dibagi menjadi 3 yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas, dan sanitasi serta desinfeksi. Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharan hewan di dalam lingkungan yang terkendali. Pagar kandang akan menjaga dan melindungi ternak serta akan mencegah masuknya hewan lain ke dalam kandang. Isolasi ini juga untuk memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur, karena ternak muda lebih rentan terhadap serangan penyakit dibandingkan yang tua. Pengendalian lalu lintas dilakukan terhadap lalu lintas menuju area peternakan dan lalu lintas di dalam area peternakan. Pengendalian lalu lintas diterapkan pada manusia, peralatan, barang, pakan dan ternak. Tindakan pengendalian berupa penyediaan fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kandaraan, penyemprotan desinfektan terhadap kandang dan peralatannya, sopir, penjual serta petugas lain dengan mengganti pakaian dengan pakaian khusus. Sanitasi

adalah

upaya

pencegahan

terhadap

kemungkinan

berkembang biaknya mikroba pembusuk dan patogen dalam pakan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan membahayakan kesehatan manusia. Sanitasi berkaitan erat dengan desinfeksi. Tindakan sanitasi berupa desinfeksi kandang, bahan, manusia dan peralatan yang masuk ke area peternakan serta kebersihan pegawai di peternakan. Sanitasi meliputi pembersihan dan desinfeksi secara teratur terhadap kandang, bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke area

12

peternakan. Pengertian desinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari mikroba secara fisik dan kimia, antara lain alkohol, NaOH, Fenol dan lain-lain. Sanitasi peternakan meliputi kebersihan kandang, sampah, feses dan air yang digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi ternak dan kebutuhan lainnya harus memenuhi persyaratan air bersih. Jika menggunakan air tanah atau dari sumber lainnya, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan air bersih. Vaksinasi pencegahan hendaknya dianggap sebagai perlindungan tambahan

dibandingkan

dengan

pentingnya

menjaga

kebersihan.

Keberhasilan vaksinasi jarang mencapai 100% dan hewan muda mungkin peka, jadi hendaknya hati-hati untuk mengurangi resiko intensitas dan penyebaran infeksi.Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax. Beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang sapi potong adalah cacingan, penyakit mulut dan kuku, kembung dan lain-lain (Deptan, 2002). E. Pemasaran Pengembangan agribisnis peternakan memilliki prospek yang baik. Hal ini dikarenakan perlunya usaha memenuhi permintaan pasar domestik yang masih akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan urbanisasi. Produk daging pada tahun 2020 diproyeksikan akan mencapai angka cukup besar yaitu 2.7 juta ton (Simatupang, 2004). Daging sapi merupakan pilihan utama konsumen, sehingga pemasaran daging sapi mudah menembus pasar. Sebagai ternak potong daging sapi juga memiliki persentase karkas yang lebih baik dibandingkan ternak lain seperti kerbau. Sapi-sapi Indonesia meski digolongkan sebagai tipe potong dari potensinya seperti sapi Bali dikenal sebagai sapi yang memiliki persentase karkas cukup tinggi, rata-rata mencapai 57%. Oleh karena itu, alasan inilah usaha peternakan sapi potong dalam batas kelayakan masih dianggap memberi

13

keuntungan ekonomis, meski hanya memelihara dalam jumlah sedikit (Murtidjo, 1990). Sistem pemasaran merupakan bagian yang penting dari mata rantai barang sejak diproduksi sampai ke tangan konsumen. Sistem pemasaran juga dapat menentukan efisiensi pasar suatu tata niaga barang termasuk pangan. Pemasaran yang menimbulkan biaya tinggi akan berdampak bukan saja mengurangi surplus produsen, tetapi juga akan membebani konsumen. Terdapat berbagai variasi dalam jumlah agen-agen atau panjangnya rantai pemasaran, dari yang sederhana dengan rantai yang pendek sampai pemasaran yang melibatkan mata rantai yang panjang dalam pemasaran pangan (Mardianto, 2003). Peternak menjual sapi disarankan berdasar bobot badan atau bobot karkas (sapi dihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar. Sebaiknya dihindari penjualan sistem taksir atau perkiraan harga, terkecuali bila peternak sudah sangat berpengalaman sehingga tidak merugi. Selain penjualan hasil penggemukan, pupuk organik dari kotoran ternak dan sisa pakan merupakan hasil ikutan yang sangat bermanfaat sebagai pupuk tanaman dan dapat menjadi tambahan pendapatan para peternak (Sugeng, 2001). Sebelum waktu penggemukan selesai, peternak sebaiknya telah mengetahui sasaran pemasaran serta harga sapi yang akan dijualnya. Penaksiran harga itu didasarkan pada bobot badan dan harga sapi yang sedang berlaku dipasaran. Akan lebih baik apabila penjualan sapi dapat diatur pada saat harga sapi sedang baik. Setiap peternak yang melakukan penggemukan sapi hendaknya selalu memonitor harga sapi di pasaran agar jangan sampai tertipu oleh harga penawaran pedagang-pedagang ternak (Siregar, 2008). Setiap usaha apapun dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, termasuk juga usaha ternak sapi potong. Keuntungan dan kerugian usaha peternakan ternak sapi potog bisa diketahui apabila seluruh ongkos dan biaya produksi bisa diperhitungkan. Semuanya akan mudah dilaksanakan asalkan peternakan memiliki data-data lengkap mengenai pengeluaran maupun pemasukannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya

14

produksi meliputi penyediaan bibit atau sapi bakalan, ongkos ransum, tenaga kerja, penyusutan penggunaan bangunan kandang dan peralatan lain-lain serta hasil penjualan produksi meliputi sapi siap potong atau karkas dan hasil ikutan berupa pupuk (Sugeng, 2003). F. Pengelolaan Limbah Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain-lain. Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain-lain (Sihombing, 2000). Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak), limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urin, air pencucian alat-alat), sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas (Soehadji, 1992), Mahida (1992) menjelaskan bahwa, limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai manfaat lagi bagi masyarakat. Untuk mencegah pencemaran atau untuk memanfaatkan kembali diperlukan biaya dan teknologi. Dengan demikian diperlukan suatu penanganan yang serius terhadap limbah itu sendiri agar dapat dimanfaatkan. Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tata laksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat dalam proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang

15

dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan beberapa waktu sampai kirakira terlihat kering dan setelah itu dapat dimanfaatkan (Farida, 2000). Penanganan limbah menjadikan energi gas bio adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Proses produksi gas bio akan dihasilkan sludge atau lumpur yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian. Jenis reaktor gas bio yang dikembangkan diantaranya adalah reaktor jenis kubah tetap (fixed-dome), reaktor terapung (floating drum), reaktor jenis balon, jenis horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement, dari keenam jenis digester gas bio yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap dan jenis drum mengambang (Hambali, 2007). G. Analisis Usaha Besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak maka harus ada keseimbangan antara penerimaan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan suatu alat analisis yaitu π = TR – TB dimana π adalah pendapatan (keuntungan), TR adalah Total Revenue atau total penerimaan adalah pendapatan (keuntungan), TR adalah total revenue atau total penerimaan peternak dan TC adalah total cost atau total biaya-biaya. Namun sebelum menggunakan alat analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan pemisahan biaya dan penerimaan (Hoddi, 2011). Benefit cost ratio analysis merupakan metode untuk membandingkan manfaat (benefit) dan dana yang dibutuhkan (cost). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan keputusan dalam memilih beberapa alternatif, termasuk perlu layak atau tidaknya memilih investasi yang lebih besar dengan pemasukan lebih besar (analisis incremental). Metode ini juga dapat diterapkan pada proyek dengan jangka waktu akhir yang tidak ditentukan, serta memiliki kemampuan analisis incremental yang baik. Faktor-faktor dalam metode analisis ini menjadikan benefit-cost ratio analysis sering digunakan pada analisis untuk pemilihan opsi di bidang infrastruktur (Akbary, 2004).

16

Payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga diperhitungkan. Tujuan studi kelayakan untuk mengetahui berapa lama proyek atau usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi (Ibrahim, 2009). Analisis Break Even Point sangat bermanfaat untuk merencanakan laba operasi dan volume penjualan suatu perusahaan. Mengetahui informasi besarnya hasil titik impas yang dicapai, maka industri dapat melakukan kebijakan. Kebijakan yang dilakukan yaitu menentukan berapa jumlah produk yang harus dijual (budget sales), harga jualnya (sales price) apabila indutri menginginkan laba tertentu dan dapat meminimalkan kerugian yang akan terjadi (Retno, 2011). Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Rasio likuiditas yang sering digunakan adalah quick ratio dan bangking ratio (Kasmir, 2008). Solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan rasio solvabilitas. Rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang (dana pihak luar). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan perusahaan sehingga memperbesar resiko yang ditanggung perusahaan. Rasio solvabilitas dapat menggunakan dua ukuran, yaitu rasio hutang total terhadap total aktiva (debt ratio/DR) dan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) (Warsono, 2003). Rentabilitas adalah perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Kata lain rentabilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan atau koperasi telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan

17

membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan kata lainnya ialah menghitung rentabilitasnya (Riyanto, 2001). Asset turn over menggambarkan rasio perputaran total aktiva dipergunakan

untuk

mengukur

tingkat

efisiensi

perusahaan

dalam

menggunakan keseluruhan aktiva yang dimiliki guna menghasilkan penjualan tertentu. Asset harus dikelola dengan baik yaitu dapat digunakan seefektif dan seefisien mungkin dalam menghasilkan laba. Perputaran aktiva (asset turn over) yang tinggi menunjukkan return on asset yang baik. Jadi jika semakin efektif aktiva digunakan maka penjualan yang ada juga semakin meningkat (Brigham dan Houston, 2001). Menurut Sutrisno (2001), menyatakan dalam memilih alternatif sumber dananya tersebut, perlu diketahui pada tingkat profit sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and Tax) berapa apabila dibelanjai dengan modal sendiri atau hutang menghasilkan EPS yang sama. Bahwa tingkat laba bersih

sebelum

bunga

dan

pajak

(EBIT)

merupakan

faktor

yang

mempengaruhi besarnya laba per lembar saham. Menurut Jumingan (2008), menyatakan bahwa profit margin adalah rasio laba usaha dengan penjualan neto. pengukuran profit margin yang digunakan adalah merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan operasional yang diperoleh perusahaan dari setiap penjualan bersih, karena bertujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari hasil operasinya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba operasional cukup tinggi, sehingga dapat melaksanakan kegiatan perusahaan dengan lancar dan perusahaan dapat mencapai tujuan utama perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya yaitu kinerja perusahaan yang efektif dan efisien. Keuntungan memperhitungkan

dengan nilai

menggunakan

waktu

uang

metode

(time

value

NPV

adalah

of

money),

mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi

18

tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut dan model ini memungkinkan perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda dengan menggunakan tingkat diskonto yang sama yang ditetapkan sebelumnya. Kelemahan dari metode ini adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kualitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup dan asumsi pemilihan discount rate adalah sulit untuk sebagian individu (Klammer et al., 2000). Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat nilai sekarang (present value) dari ekspektasi arus kas masa akan datang (future cash flow) dari proyek tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain discount rate yang menyebabkan Adjusted Present Value (APV) sama dengan nol. Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) dan akan ditolak jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto (discount rate) (Ross et al., 2008). Return on investment adalah merupakan rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan

secara

keseluruhan

didalam

menghasilkan

keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan. Return on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva. Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan (Syamsuddin, 2009).