BAB I PENDAHULUAN

Download Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka Kematian ... eklamsi/eklamsia, ketuban p...

0 downloads 272 Views 312KB Size
BAB I PENDAH ULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahw a pelayanan maternal neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut. 1 Pemerintah telah menyiapkan target perbaikan gizi masyarakat. Sejumlah target itu, antara lain menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup, dari 359 menjadi 306 pada tahun 2019; M enurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup dari 32 per 1000 kelahiran hidup menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2019; M enurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak balita, dari 19,6% menjadi 17% pada tahun 2019; dan menurunkan prevalensi stunting pada anak di bawah 2 tahun, dari 33% menjadi 28% pada tahun 2019. 2 Salah satu penyebab Kematian neonatus tersering adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) baik cukup bulan m aupun kurang bulan (prematur). 3 Bayi yang lahir dengan berat badan rendah berisiko kematian 35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan diatas 2500 gram. 4 Penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan penyebab yang mempengaruhi terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah multifaktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, periksa

1

2

hamil (perinatal care), gizi, riwayat o bstetri, faktor janin, dan faktor lingkungan. Faktor ibu meliputi hamil dengan hidramnion, perdarahan antepartum, pre eklamsi/eklamsia, ketuban pecah dini, dan hipertensi. Faktor dari janin antara lain disebabkan karena adanya cacat bawaan (kelainan kongen ital), infeksi dalam rahim, serta kehamilan ganda. Periksa hamil meliputi kualitas antenatal care, pemenuhan gizi selama hamil. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan meliputi paparan radiasi, paparan zat beracun (asap rokok, alkohol), dan kondisi sosial ekonomi. 5 Kejadian BBLR tidak dapat dibiarkan begitu saja karena berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas bangsa di masa depan. Berdasarkan berbagai akibat yang ditimbulkan BBLR di atas, maka perlu upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR dan me ngantisipasi angka BBLR yang turun agar tidak meningkat lagi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya BBLR adalah melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur. Pemeriksaan rutin saat hamil atau antenatal care salah satu satu cara mencegah terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal minimal dilakukan 4 kali selama kehamilan. Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali trimester kedua (antara minggu 14 -28), dan dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36, dan setelah minggu 36), dan pemeriksaan khusus bila terjadi keluhan-keluhan tertentu. Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan adalah suatu cara untuk menyiapkan baik fisik maupun mental ibu dalam menghadapi masa kehamilan dan kelahiran serta me nemukan kelainan dalam kehamilan dalam waktu dini sehingga dapat ditangani

3

secepatnya. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian baik ibu maupun janin, juga memantau berat badan janin. 6 Faktor–faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR, antara lain adalah karakteristik sosial demografi ibu (umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun, ras kulit hitam, status sosial ekonomi yang kurang, status perkaw inan yang tidah sah, tingkat pe ndidikan yang rendah). Risiko medis ibu sebelum hamil juga berperan terhadap kejadian BBLR (paritas, berat badan dan tinggi badan, pernah melahirkan BBLR, jarak kelahiran). Status kesehatan reproduksi ibu berisiko terhadap BBLR (status gizi ibu, infeksi dan penyakit selama kehamilan, riwayat kehamilan dan komplikasi kehamilan). Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan) juga dapat be risiko untuk melahirkan BBLR. 7 Dari hasil penelitian yang berjudul “hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang tanda bahaya kehamilan dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan di BPS Ernawati Boyolali” pada tahun 2013, menunjukkan bahwa pengetahuan

ibu

hamil

tentang

tanda

bahaya

kehamilan

mayoritas

dikategorikan tinggi. Sebagian besar ibu hamil yang patuh melakukan pemeriksaan kehamilan memahami pengetahuan

yang tinggi tentang tanda

bahaya kehamilan. Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang tanda bahaya

kehamilan maka

akan semakin patuh melakukan pemeriksaan

4

kehamilan. 38 Pada penelitian “Faktor-Faktor Yang M empengaruhi Kepatuhan Antenatal Caree (ANC) Pada Ibu Hamil Trimester III Di W ilayah Kerja UPTD Puskesmas Tunggangri Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulu ngagung” pada tahun 2013, menyimpulkan bahwa faktor faktor pengetahuan mempengaruhi kepatuhan ANC pada ibu hamil trimester III. 39 Pada penelitian tentang “FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Bayi Berat Lahir Rendah D i Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh tahun 2013”, mengatakan bahwa ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR. 40 Sebagai faktor pemicu, karakteristik ibu hamil yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan nomor kehamilan tidak berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pencarian pelayanan antenatal tepat waktu. Pengetahuan kesehatan ibu tentang kehamilan berpengaruh terhadap perilaku ibu untuk lebih memperhatikan kesehata nnya, makan teratur dan memeriksakan kehamilan sejak dini, meskipun kunjungan pertama kali tidak di puskesmas. 42 Ibu hamil yang menderita edema tungkai dan anemia mempunyai risiko 18 kali lebih besar untuk terjadi BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak mempunyai gangguan selama kehamilan. Adanya penyakit selama hamil meningkatkan risiko 6 kali lebih besar untuk terjadi BBLR dibandingkan tidak ada penyakit. Pada ibu yang jarang atau tidak melakukan kunjungan antenatal care memiliki risiko 1,5 hingga 5 kali lebih tinggi terjadi BBLR, dan pada ibu yang memiliki jarak kelahiran kurang dari 2 tahun juga meningkatkan risiko melahirkan BBLR 2,04 kali lebih besar daripada jarak kelahiran lebih dari 2 tahun. 8

5

Upaya pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya empat kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12 -24 minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Capaian

pelayanan

kesehatan

ibu

hamil

dapat

dinilai

dengan

menggunakan indikator cakupan K1 dan K 4. Cakupan K 1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali o leh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu w ilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu w ilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke te naga kesehatan. Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2014 belum mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan di tahun yang sama, yakni sebesar 95%. M eski demikian, terdapat dua provins i yang telah mencapai target tersebut. Kedua provinsi tersebut yaitu Sulawesi U tara dan DKI Jakarta. Terdapat tiga provinsi yang memiliki cakupan pelayanan ibu hamil K4 yang kurang dari 50%, yakni Papua Barat (39,74%), M aluku (47,87%), dan

6

Papua (49,67%). Di Provinsi DIY Capaian K 4 mencapai 92,59%. Provinsi DIY memeiliki lima kabupaten yang memiliki cakupan K4 beragam yang meliputi Kota Yogyakarta mencapai 91,79%, Kabupaten Sleman mencapai 96,77%, Kabupaten Gunung Kidul mencapai 89.83%, Kabupaten Bantul me ncapai 90,98%, Kabupaten Kulon Progo mencapai 90,24% pencapaina K 1 pada tahun 2015 di puskesmas Turi sebesar 100% dan pelayanan K4 sebanyak 96,98% . Di Kabupaten Sleman memiliki tingkat kepatuhan yang tertinggi dari beberapa puskesmas yang berada di Provinsi DIY akan tetapi untuk kejadian BBLR Kabupaten S leman memiliki tingkat kejadian BBLR yang tinggi dengan kasus mencapai 823 kasus (5,8%). 10 Sebuah laporan oleh UNICEF menyebutkan angka BBLR di Indonesia adalah sekitar 11,1% pada tahun 2011, termasuk tin ggi jika dibandingkan angka BBLR di negara tetangga seperti V ietnam (5,3%) dan Thailand (6,6%). Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0 -59 bulan) dengan BBLR sebesar 10,2%. Persentase BBLR tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera U tara (7,2%). Kejadian BBLR yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (9%) pada tahun 2013. 9 M enurut hasil Survey D inas Kesehatan Provinsi D.I.Yogyakarta tahun 2015, jum lah kasus BBLR di Kabupaten Sleman mencapai 823 ka sus (5,8%) kasus BBLR. 10 Kabupaten Sleman memiliki beberapa puskesmas yang melakukan pemantauan BBLR yang terjadi. Puskesmas tersebut diantaranya meliputi Puskesmas Turi dengan jumlah 10% dari jumlah kelahiran bayi di Puskesmas Turi, Puskesmas Pakem memiliki presentasi 9,95% dari jumlah

7

keliharan di wilayah puskesmas, Puskesmas N gemplak II sebanyak 8,60%, Puskesmas Tempel I sebanyak 7,79%, Puskesmas Seyegan sebanyak 7,70%, Puskesmas N gemplak I sebanyak 7,67%, Puskesmas M oyudan sebanyak 6,97%, Puskesmas Pram banan sebanyak 6,59%. Dari beberapa puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman Puskesmas Turi merupakan puskesmas yang memiliki jumlah kejadian BBLR yang paling tinggi dai daerah Sleman. Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan kepatuhan Antenatal Care (ANC) dengan kejadian bayi berat lahir rendah yang terjadi di Puskesmas Turi Kabupaten Sleman pada tahun 2015. B. Rumusan masalah Rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah adakah hubungan antara kepatuhan antenatal care dengan kejadian bayi berat lahir rendah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum M engetahui hubungan antara Antenatal Care dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. 2. Tujuan Khusus a.

Diketahuinya karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur ibu, paritas, dan pendidikan.

b.

Diketahuinya tingkat kepatuhan ibu dalam Antenatal Care.

c.

Diketahuinya distribusi kejadian bayi berat lahir rendah di Puskesmas Turi Kabupaten Sleman.

8

D. Manfaat Penelitian 1. M anfaat Teoritis Bagi peneliti sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan terkait bidang epidimiologi serta kesehatan ibu dan anak serta menambah pengalaman dari penelitian sendiri. 2. M anfaat Praktis a.

Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan

program

dalam

meningkatkan kualitas pelayanan A NC di wilayah Kabupaten Sleman. b.

Bagi Puskesmas Penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak, khususnya terhadap upaya pencegahan terjainya BBLR.

c.

Bagi Bidan di Puskesmas Sebagai bahan rujukan dalam melakukan pemantauan kejadian BBLR sebagai upaya peningkatan kompetensi atau profesionalisme bidan.

E. Keaslian Penelitian 1.

Noor Latifah tahun 2012 melakukan penelitian dengan judul hubunga n frekuensi kunjungan A NC selama kehamilan dengan kejadian kematian neonatal (analisis data SDKI 2007). Persamaan letak tema penelitian ini frekuensi ANC, pengambilan data pada penelitian ini dan penelitian yang dilakukan dilakukan dengan menggunakan data, serta terdapat

9

beberapa variable yang sama seperti sosil ekonom i, pendidikan dan kunjungan ANC. Perbedaan terletak pada wilayah penelitian, waktu penelitian, rumusan masalah dan desain studi pada penelitian Noor Latifah

menggunakan

sistematik

sampling.

Hasil

penelitian

ini

menunjukan frekuensi kunjungan A NC selama kehamilan, umur ibu (≥35 tahun), paritas, riwayat komplikasi kehamilan, periksa neonatul dini dan berat bayi lahir mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian kematian neonatal. 2.

Brown pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul a trend analysis on the risk factor low birth wight. Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown memiliki beberapa persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan meliputi tema penelitian mengenai faktor risiko berat lahir rendah pada penelitian Bro wn juga mengkaji mengenai faktor-faktor risiko pada bayi berat lahir rendah, serta terdapat beberapa variable yang sama seperti sosil ekonomi, pendidikan dan kunjungan ANC. Perbedaan pada penelitian ini dan penelitian Brown terletak pada wilayah penelitian dan desain studi menggunakan kuantitatif deksriptif korelasi sedangkan penelitian ini terletakenggunakan desain studi cross sectional. Pada penelitian Brow menunjukan sosial ekonami, tingkat pendidikan memiliki peran yang cukup tinggi terhadap kejadian b ayi berat lahir rendah yang terjadi.

3.

Hasil penelitian Cein Tamaka pada tahun 2013, tentang hubungan pengetahuan ibu hamil dengan keteraturan pemeriksaan antenatal care

10

di Puskesmas Bahu Kecamatan M alalayang K ota M anado. Persamaan pada penelitian ini terletak pada tema penelitian mengenai faktor keteraturan pemeriksaan antenatal care, serta terdapat beberapa variable yang mempengaruhi seperti sosil ekonomi, pendidikan dan kunjungan ANC. Perbedaan penelitian ini adalah pemilihan sampel yang dilakukan oleh Cien Tamaka dengan menggunakan total sampling dan desain studi case control. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuisioner yang dibuat oleh peneliti dan diisi oleh subyek penelitian. Hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan keteraturan pemeriksaan antenatal care selama kehamilan yang berada di Puskesmas Bahu Kecamatan M alalayang K ota M anado.