BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1569 dan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Banten. Pada
tahun 1610 mereka membangun benteng
sebagai tempat pertahanan dan gudang yang terletak di dekat pelabuhan Banten bernama Jayakarta. Tahun 1619 Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai pusat perdagangan oleh Belanda. Hal tersebut menjadi latar belakang berdirinya kongsi dagang Belanda bernama VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie ). VOC berkeinginan untuk memonopoli perdagangan dari bangsa Portugis dan bangsa Eropa lainnya di Nusantara. Namun Belanda datang ke Indonesia tidak hanya bertujuan untuk berdagang, tetapi Belanda juga menyebarkan agama Kristen di Indonesia. VOC dalam hal penyebaran agama Kristen di Indonesia bertanggung jawab atas kemajuan gereja. VOC mendatangkan pendeta dari Belanda, mendirikan sekolah Kristen, dan membiayai percetakan Alkitab. VOC pun bertugas untuk menggaji pendeta sehingga
1
Arsip Nasional Republik Indonesia. Kota Batavia dan Kawasan Sekitarnya. https://sejarahnusantara.anri.go.id/id/hartakarunmaincategory/4/ (diakses pada tanggal 23 Oktober 2016, pukul 13.27).
1
pendeta termasuk ke dalam pegawai VOC. Sejak zaman VOC sudah terdapat jemaat Kristen yang berbahasa Melayu di Batavia 2. Selama abad ke-19 di Batavia, terdapat lembaga perkabaran Injil (Zending) dan orang-orang (di luar keanggotaan lembaga) yang giat mengabarkan Injil. Di antaranya terdapat Mr. F.L. Anthing yang menjabat sebagai wakil ketua Mahkamah Agung di Batavia. Antara tahun 1851-1873 seorang penginjil dari daratan Tiongkok bernama Gan Kwee, Gan Kwee bekerja di kalangan orang-orang Tionghoa di Batavia3. Gan Kwee adalah seorang zendeling (Perkabar Injil) dari Amoy, Tiongkok Selatan (sekarang Xiàmén) beliau mengabarkan Injil menggunakan bahasa Hokkian, beliau juga sempat bekerja di antara orang-orang Tionghoa di Batavia dan kota-kota lain selama tahun 1851-1873 4. Penyebaran injil yang dilakukan oleh Gan Kwee akhirnya melahirkan jemaat Patekoan dan beberapa kelompok Kristen di luar Batavia (Jakarta). Pelayanan Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Khu Hwee West Java kepada masyarakat Tionghoa di Jakarta, bermula di tengah-tengah jemaat Patekoan di mana pada tahun 1868 telah dibaptiskan 17 (tujuh belas) orang dewasa yang pertama oleh Ds de Gaay Fortman dan ketujuh belas orang inilah yang mula-mula menjadi anggota
2
Dr. Th. van den End. 1980. Ragi Carita 1 : Sejarah Gereja Di Indonesia th. 1500 - th. 1860. Jakarta. BPK Gunung Mulia. Halaman 208. 3 Dr. Th. van den End. 2007. Ragi Carita 1: Sejarah Gereja Di Indonesia 1500-1860. Jakarta: Gunung Mulia. Halaman 209. 4 Dr. Th. van den End, loc. cit.
2
inti dari Jemaat Patekoan (sekarang GKI Jalan Perniagaan No.1 Jakarta). 5 Jemaat Patekoan inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya GKI Bungur di Jakarta dan masih menggunakan bahasa Mandarin di dalam ibadahnya hingga saat ini. Budaya Tionghoanya pun diterapkan dalam ibadah khusus untuk memperingati Tahun Baru Imlek setiap tahunnya yang diadakan oleh seluruh anggota Klasis Priangan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai GKI Bungur di Jakarta yang masih menggunakan bahasa Mandarin dalam ibadahnya serta ibadah khusus untuk memperingati Tahun Baru Imlek, penjelasan terperinci lainnya akan diuraikan lebih jauh didalam bab-bab berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses ibadah dalam Bahasa Mandarin di gereja GKI Bungur berlangsung? 2. Apa alasan yang membuat Gereja Kristen Indonesia Bungur masih menggunakan Bahasa Mandarin di dalam ibadah hari Minggu setiap minggunya?
5
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Sejarah Jemaat GKI Perniagaan Jakarta. http://yohanesbm.com/2015/11/27/sejarah-jemaat-gki-perniagaan-jakarta/ (diakses pada tanggal 25 Agustus 2016, pukul 02.32).
3
3. Apakah budaya Tionghoa masih diterapkan dalam ibadah Gereja Kristen Indonesia Bungur?
1.3 Tujuan Penulisan Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengetahui proses ibadah dalam Bahasa Mandarin di Gereja Kristen Indonesia Bungur. 2. Mengetahui yang membuat Gereja Kristen Indonesia Bungur masih menggunakan Bahasa Mandarin didalam ibadah setiap hari Minggu. 3. Mengetahui adanya penerapan budaya Tionghoa dalam ibadah Gereja Kristen Indonesia Bungur.
1.4 Manfaat Penulisan Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi program studi Bahasa Mandarin: Membuka wawasan mengenai penggunaan Bahasa Mandarin yang semakin meluas di Indonesia. 2. Bagi penulis: Menambah pengetahuan tentang kebudayaan masyarakat Tionghoa beragama Kristen Protestan di Jakarta.
4
3. Bagi pembaca/orang lain: Membuktikan bahwa Bahasa Mandarin juga memiliki tempat yang penting bagi masyarakat Indonesia. 4. Sebagai syarat kelulusan bagi penulis untuk mendapatkan gelar Ahli Madya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
1.5 Tinjauan Pustaka Pembahasan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Mandarin di gereja yang sebelumnya sudah pernah dibuat. Namun tempat dan pembahasannya saja yang berbeda. Salah satu yang berkaitan adalah tugas akhir yang pernah dibuat oleh Stephani Refine Tania, A.Md. Tugas akhir tersebut mengangkat pembahasan mengenai penggunaan bahasa Mandarin di Gereja Kalam Kudus Yogyakarta. Dalam penjelasan yang hampir serupa, tugas akhir tersebut menerangkan mengenai penggunaan bahasa Mandarin di gereja. Dalam tinjauan pustaka yang telah dilakukan, pembahasan yang digunakan masih terpaku hanya pada penggunaan bahasa Mandarin dan bagaimana prosesnya berlangsung. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Mandarin di GKI Bungur yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah dengan memasukkan sejarah bangsa Tionghoa masuk ke Batavia (Jakarta).
5
1.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara. Cara yang pertama adalah dengan melakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan cara membaca arsip gereja tentang sejarah berdirinya gereja serta membaca buku yang berhubungan dengan orang Tionghoa di Indonesia. Cara kedua adalah dengan observasi. Observasi dilakukan dengan cara mengikuti ibadah di GKI Bungur. Setelah itu cara yang terakhir adalah dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan dengan cara melakukan sesi tanya jawab kepada orang yang paham betul tentang asal usul, latar belakang, dan perkembangan gereja. Dalam hal ini saya diberi kesempatan untuk melakukan sesi tanya jawab secara langsung bersama dengan Ibu Femmy D. W selaku pengurus Gereja Kristen Indonesia Bungur yang menjelaskan mengenai penggunaan Bahasa Mandarin di Gereja Kristen Indonesia Bungur.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir berjudul Penggunaan Bahasa Mandarin Dalam Ibadah Gereja Kristen Indonesia Bungur ini disusun dalam lima bab, yaitu: BAB I
Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
6
BAB II
Landasan teori berisi hasil penelitian (Tugas Akhir, Skripsi, Thesis), jurnal, melalui arsip gereja ataupun dalam bentuk buku di perpustakaan gereja/perpustakaan Jakarta.
BAB III
Gambaran Umum Gereja Kristen Indonesia Bungur, meliputi Sinode Gereja Kristen Indonesia yang menaungi gereja tersebut, sejarah gereja, struktur organisasi gereja, kegiatankegiatan gereja, dan sakramen-sakramen.
BAB IV
Penggunaan Bahasa Mandarin dalam ibadah Gereja Kristen Indonesia Bungur yang meliputi gambaran umum liturgi ibadah Gereja Kristen Indonesia, liturgi ibadah dalam bahasa Mandarin di Gereja Kristen Indonesia Bungur, dan persekutuan jemaat keturunan Tionghoa.
BAB V
Penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan.
7