1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian ... - ETD UGM

pascamodern untuk mengungkapkan persoalan-persoalan politik yang peka di dalam masyarakat Indonesia. ... yang membuat penelitian ini menetapkan untuk ...

2 downloads 565 Views 48KB Size
BAB I PENGANTAR

1.1 Latar Belakang Penelitian Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru besarnya bahwa sejak tahun 1970-an ilmu sastra di Indonesia mendapat “serbuan” dari banyak teori sastra baru, dari teori strukturalisme, semiotik, resepsi, sosiologi sastra, hingga kemudian pascastrukturalisme, feminisme, pascamodernisme, dan pascakolonialisme. Dengan adanya serbuan berbagai teori itu dengan segera kajian mengenai sastra Indonesia mulai meninggalkan teori sastra yang dominan sebelumnya, yaitu teori yang menganggap karya sastra tidak hanya penting dalam hal isinya, melainkan juga bentuknya. Wellek dan Warren (1955), sebagai salah satu teori yang ada sebelumnya itu menyebut karya sastra sebagai “menyenangkan dan berguna” (dulce et utile). Kecenderungan ditinggalkannya teori sebelumnya di atas, yang sebenarnya memberikan perhatian pada tidak hanya isi karya sastra itu, melainkan juga bentuk atau teknik-teknik penulisannya, tidak berarti bahwa persoalan bentuk itu hilang sama sekali dari kehidupan sastra. Seno Gumira Ajidarma termasuk salah seorang sastrawan yang terkemuka hingga sekarang. Ia tidak hanya terus produktif dari tahun 1980-an sampai sekarang, melainkan juga banyak melakukan eksperimentasi dalam hal cara penyampaian atau bentuk karya-karyanya. Andy Fuller, dalam bukunya yang 1

berjudul Sastra dan Politik: Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma (2011), mengatakan bahwa karya-karya pengarang tersebut menggunakan teknik-teknik pascamodern untuk mengungkapkan persoalan-persoalan politik yang peka di dalam masyarakat Indonesia. Teknik-teknik itu, menurutnya (Fuller 2011: 49) berkaitan empat aspek pascamodernisme, yaitu instabilitas tekstual, identitas diri yang jamak, ketidakpercayaan terhadap metanarasi, dan keterkaitan dengan budaya populer. Tingkat produktivitas yang bertahan relatif lama dan eksperimentasinya itulah yang membuat penelitian ini menetapkan untuk memilih Seno Gumira Ajidarma sebagai fenomena yang akan diteliti. Penelitian tersebut tentu saja akan diarahkan bukan pada pengarangnya, melainkan pada karya-karyanya. Karena keterbatasan waktu, penelitian akan dibatasi hanya pada cerpen Keroncong Pembunuhan. Cerpen ini dianggap penting, terutama dalam aspek keempat dari pascamodernisme di atas, yaitu memperlihatkan kaitan dengan budaya populer. Adapun budaya populer yang tampak berkaitan dengannya adalah karya-karya film mengenai pembunuhan, misalnya pembunuhan tokoh-tokoh politik seperti presiden, dan sebagainya. Sebagaimana yang diketahui secara umum, cerita pembunuhan yang demikian memperlihatkan susunan alur yang ketat dan menegangkan (thriller). Kaitan dengan budaya populer demikianlah, dengan cirinya yang penuh dengan ketegangan itulah, yang menjadi dasar bagi pemilihan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori yang mengkhususkan perhatian pada bentuk atau cara penyampaian karya sastra. Pilihan ini didukung pula oleh kenyataan 2

bahwa teori yang seperti ini sudah mulai diabaikan sebagaimana yang sudah dikemukakan. Padahal, tentu saja, teori ini masih sangat berguna untuk mengemukakan salah satu aspek penting dari karya sastra, yaitu aspek bentuknya. Cerpen ini menggunakan perspektif seorang pembunuh bayaran yang semula dikesankan sebagai seorang pembunuh yang berdarah dingin dan selalu melaksanakan tugasnya dengan profesional. Akan tetapi, pembunuh bayaran tersebut sempat terasuki keraguan, ketika menatap mata sasarannya yang diberi predikat sebagai seorang pengkhianat bangsa dan negara dari balik teleskop senapannya. Keraguan itulah yang menyebabkan ketidakyakinan dalam dirinya dan justru ia membidikkan senapannya pada orang yang sebenarnya telah mengontraknya. Seno menutup cerpen ini dengan kata-kata: “Inilah keroncong fantasiii.” Artinya adalah ilusi mengharapkan para penembak misterius itu mau membiarkan hati nuraninya berbicara sebab mereka telah dilatih untuk selalu berkata pada diri mereka sediri bahwa mereka tidak membunuh orang, tetapi hanya membidik dan menekan pelatuk seperti pada salah satu kutipan kalimat dalam cerpen ini. Sebagaimana diketahui, masa produktivitas cerpen-cerpen Seno terutama terjadi ketika pemerintah atau rezim Orde Baru sedang berkuasa penuh di Indonesia. Sampai saat ini, karya-karyanya yang telah diterbitkan dalam bentuk buku adalah Granat dan Dinamit (1975), Mati, Mati, Mati (1975), Catatan Harian Mira Sato (1978), Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Negri Kabut (1996), 3

Jazz, Parfum, dan Insiden (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999), Atas Nama Malam (1999), Layar Kota (2000), Matinya Seorang Penari Telanjang (2000), Wisanggeni (2000), Jakarta, Maret 2039 (2000), Terbunhnya Donny Osmond (2002), Dunia Sukab (2001), Jangan Kau Culik Anak Kami (2001), Sepotong Senja Unruk Pacarku (2002), Surat dari Palmerah (2002), dan Negri Salju (2003). Penelitian ini menganalisis struktur alur Keroncong Pembuunuhan dengan menggunakan teori Robert Stanton yang terdiri dari kausalitas alur, tahapan alur, konflik, suspense dan ending yang mengejutkan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah utama dalam penelitian ini adalah alur cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma. 1. Bagaimana kausalitas alur cerpen Keroncong Pembunuhan? 2. Bagaimana tahapan alur cerpen Keroncong Pembunuhan? 3. Bagaimana konflik, suspense, dan ending yang tidak terduga cerpen Keroncong Pembunuhan?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian cerpen Keroncong Pembunuhan ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah mengetahui 4

analisis alur yang terdapat dalam cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma dengan teori analisis alur Robert Stanton. Tujuan praktis penelitian ini ialah menambah apresiasi terhadap karya sastra dan melengkapi wawasan terhadap ilmu sastra Indonesia pada umumnya.

1.4 Tinjauan Pustaka Kepengarangan Seno mendapat banyak perhatian dan tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan kritikus sastra. Salah satu tanggapan tersebut adalah ulasan Budi Darma yang dimuat dalam Lampor, Cerpen Pilihan Kompas 1994. Dalam ulasan itu Budi Darma menyatakan bahwa Seno merupakan seorang pengarang produktif yang memiliki imajinasi dan bakat kuat. Seno memilih menjadi pengarang yang tidak membumi. Ia lebih suka mengawang dan obsesinya tidak jelas karena terlalu mengikuti imajinasi, tetapi justru karena itu ia menjadi bebas dan tidak terikat suatu tema atau masalah tertentu. Di sinilah letak kemenangan Seno jika dibandingkan dengan cerpenis lain (Darma, 1994: 3) Andy Fuller dalam bukunya yang berjudul Sastra dan Politik: Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa melalui representasi mikronarasi, Seno melawan ideologi Orde Baru (Orba). Cerita-cerita Seno atas mikronarasi mencoba menyampaikan penderitaan manusia dan penindasan hak-hak asasi manusia kepada para pembaca. Penggunaan mikronarasi ini justru menegaskan bahwa peran fiksi sebagai satu media yang terlibat secara sosial. Dengan ini pula 5

Seno mengalihkan fiksi Indonesia kontemporer dari tulisan surealis yang mendominasi masa Orba. Seno juga memanfaatkan tokoh-tokoh dalam ceritanya untuk mengkritik ideologi-ideologi Orba. Dengan tokoh berkepribadian ganda dan kejiwaan problematis, Seno memberikan rasa kemerdekaan yang kuat kepada tokohtokohnya. Independensi itu untuk menunjukkan pilihan hidup yang berkompromi atau malah bertentangan dengan masa Orba. Selanjutnya, melalui metafiksi, Seno menyampaikan kritik mencerahkan mengenai bagaimana makna dikonstruksikan. Metafiksi Seno menafikan upaya-upaya Orba untuk mendefinisikan dan mengeksplorasi sejarah Indonesia dari posisi bias ideologi mereka. Selain itu, penggunaan budaya populer yang berlapis memperkuat gagasan posmodern pada karya-karya Seno. Melalui bukunya, Andy Fuller memberikan gambaran terhadap pembacaan karya-karya Seno Gumira Ajidarma. Setidaknya, pembaca tahu bahwa gaya posmodern yang dipakai Seno, menjadi media yang mampu menyampaikan kritik terhadap represi politik di masa Orba. Selanjutnya, membuka peluang kepada kita untuk melanjutkan diskursus gaya posmodern karya sastra Indonesia dalam konteks pascareformasi. Kelebihan Seno adalah pada cara dia bercerita. Biarpun memuat kritisme, cerpen-cerpennya tetap tersaji ringan. Ini menunjukkan betapa Seno seorang pendongeng yang mahir dalam tehnik dan punya banyak cara untuk bercerita. Karyakarya Seno yang selalu mengkritik penguasa bisa jadi dipengaruhi oleh kegiatan yang ia akrabi. Seno di samping cerpenis, adalah seorang jurnalis. Karyanya pun tidak 6

sebatas cerpen saja, tetapi juga laporan jurnalistik, puisi, kritik film, dan novel. Karyanya tersebar di berbagai media massa dan mendapat sambutan baik di tanah air. Karya Seno Gumira Ajidarma juga telah diteliti oleh Aprinus Salam dalam laporan penelitian Politik Cerita Cerpen Seno Gumira Ajidarma dalam Konteks Politik Indonesia. Menurut Salam, karya-karya Seno adalah karya sastra yang sebagian besar berdimensi politik. Akan tetapi, Seno berhasil memolitisasi cerpencerpen dengan tema, sudut pandang, dan logika penceritaan tertentu sehingga cerpencerpennya dapat lepas dari tekanan control rezim Orde Baru (Salam, 2003). Dalam penelitian ini, Salam berhasil membongkar politik cerita cerpen-cerpen SGA dalam tekanan control tersebut. Selain itu, rumusan teori Robert Stanton yang diterapkan untuk menganalisis novel secara khusus telah dilakukan oleh Rina Tyas Sari (2011) melalui skripsi yang berjudul “Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Struktur dan Fungsi Plot” di Universitas Gadjah Mada. Sari membatasi penelitianya hanya pada plot. Alasannya plot merupakan unsur yang paling menonjol dalam memunculkan aspek estetis penyajian Bumi Manusia. Plot mampu membuat pembacanya terlibat secara spiritual dan emosional dalam perjuangan Minke. Plot juga membuat pembaca tidak dapat berhenti sampai tuntas membaca karena di dalamnya terkandung unsurunsur yang menimbulkan rasa ingin tahu pada apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan keingintahuan yang lengkap tentang apa yang sedang terjadi. Selain itu, plot merupakan tulang punggung cerita. Penelitian plot Bumi Manusia dapat 7

memberikan informasi unsur-unsur yang lain, yaitu latar, tokoh, penokohan, tema, dan sarana sastra sekaligus. Rumusan teori Robert Stanton juga diterapkan untuk menganalisis cerpen seperti dilakukan oleh Anwari Eka Putra (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Fakta Cerita dan Tema Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari” di Universitas Gadjah Mada. Penelitian tersebut dibatasi pada analisis fakta cerita dan tema saja. Menurut Putra, penelitian tersebut semestinya lebih terfokus pada makna pengalaman pengarang yang disampaikan lewat tema dan fakta cerita. Analisis tersebut juga diharapkan mampu memberikan gambaran fakta cerita dan tema sehingga mempermudah pemahaman pembaca sastra. Penelitian mengenai analisis struktur novel dengan menggunakan teori Robert Stanton juga dilakukan oleh Yudhistira Adi Prasetya (2007) di Universitas Gadjah Mada. Prasetya dalam skripsinya yang berjudul “Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Struktur Novel Model Robert Stanton”, yang menitikberatkan pada unsur-unsur intrinsik dan fungsinya serta kesatuan unsur-unsur dalam membentuk suatu kesatuan organik yang bulat dan utuh. Selain penelitian-penelitian di atas, masih banyak kajian ilmiah yang menggunakan karya-karya SGA sebagai objek, terutama kajian struktural, semiotika, sosiologi sastra, dan resepsi. Berbeda dengan kajian yang ada sebelumnya, penulis menitikberatkan pada analisis alur dalam cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma. 8

1.5 Landasan Teori Secara umum alur merupakan sebuah rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah pada dirinya. Alur dalam sebuah cerita fiksi adalah tulang punggung cerita. Alur harus memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Selain itu, plot juga harus bersifat plausible (masuk akal) dan logis. Kejutan (suspense) adalah jawaban yang tidak terduga atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul, baik pertanyaan khusus maupun umum. Suspense (tegangan) memunculkan keingintahuan pembaca terhadap kelanjutan cerita dan penyelesaian masalahnya. (Stanton, 1965: 14-15). Stanton membagi alur menjadi dua bagian yaitu konflik dan klimaks. Konflik dalam sebuah karya fiksi terdiri atas dua macam, yaitu konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal adalah konflik yang muncul sebagai akibat dari adanya dua keinginan dalam diri seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal adalah konflik yang antartokoh atau antara tokoh dengan lingkungannya. Stanton juga menjelaskan 9

bahwa dalam sebuah cerita akan ditemukan banyak konflik, yang keseluruhan konflik tersebut akan disatukan dalam satu konflik yang disebut konflik sentral. Konflik sentral merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan besar yang sifatnya mendasar. Konflik dalam cerita akan menuju satu titik pusat yaitu klimaks cerita. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua keadaan atau lebih yang saling bertentangan dan hal ini berhubungan dengan bagaimana konflik tersebut terselesaikan (Stanton, 1965: 16). Menurut Stanton (1965:45), konflik cerita akan tersusun secara berurutan dalam peristiwa yang terjadi dalam setiap episode pada sebuah novel. Episode dalam sebuah novel mirip dengan “babakan” atau scene dalam sebuah drama. Secara umum alur merupakan sebuah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita sedangkan peristiwa adalah perpindahan dari episode satu ke episode lain yang ditandai dengan perpindahan waktu, tempat, atau kelompok tokoh. Dengan kata lain, peristiwa adalah perubahan keadaan.

1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu dilakukan dengan mendeskripsikan fakta dan data dalam teks kemudian dilanjutkan dengan analisis untuk memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004:53).

10

Pertama, tahap persiapan penelitian. Pada tahapan ini, penulis menentukan topik penelitian, melakukan studi kepustakaan, dan menyusun rancangan penelitian. Penentuan topik penelitian dilakukan dengan mengamati perkembangan mutakhir penelitian akademis, terutama di lingkungan akademis penulis. Dari hal tersebut, diasumsikan bahwa kajian menggunakan teori analisis alur belum pernah dilakukan dalam cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma, maka penulis berusaha mengkajinya secara lebih mendalam. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Oleh sebab itu, pengumpulan data dilakukan dengan cara eksplorasi dan observasi. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Menentukan objek penelitian, yakni cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan oleh Galang Press pada 1999 cetakan pertama. 2. Merumuskan pokok permasalahan. 3. Mengumpulkan data-data yang relevan dengan topik penelitian. Pengumpulan data-data dilakukan dengan cara menelusuri buku-buku di perpustakaan dan artikel-artikel yang terdapat di majalah dan jurnal sastra. 4. Menganalisis alur dalam cerpen Keroncong Pembunuhan. 5. Membuat kesimpulan.

11

1.7 Sistematika Laporan Penelitian Penulisan laporan penelitian ini akan dijelaskan dalam empat bab. Adapun pembagian masing-masing bab tersebut adalah sebagai berikut. Bab I memuat, antara lain pengantar yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, data, populasi, sampel, dan sistematika penyajian. Bab II Kausalitas alur dalam cerpen Keroncong Pembunuhan. Bab ini menguraikan hubungan sebab akibat peristiwa-peristiwa dalam cerpen tersebut. Bab III Tahapan alur dalam cerpen Keroncong Pembunuhan. Bab ini menguraikan tahapan awal, tengah, dan akhir alur dalam cerpen tersebut. Bab IV Konflik, suspense, dan plausible. Bab V Kesimpulan.

12