asidosis metabolik - USU Repository

Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Fisiologi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana edisi ke 3. Jakarta FK UI : 2012. 8. Setyohadi...

271 downloads 977 Views 479KB Size
ASIDOSIS METABOLIK Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis, Ayu Nurul Zakiah Divisi Nefrologi - Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN DEFINISI Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H +).1 Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO 2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO 2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L.7 Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan asam-basa, terutama pada critical ill. Asidosis metabolik dapat bersifat akut (berlangsung beberapa menit hari) atau kronis (berlangsung minggu ke tahun) menurut durasinya. Metabolik asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2 Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah. Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik uremia, termasuk asidosis metabolik.3 EPIDEMIOLOGI Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui dengan pasti. The Third National Health dan Nutrition Examination Survey (NHANES III) analisis menemukan penurunan plasma konsentrasi HCO3 dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 20 mL/min/1.73m2. Jika hipobikarbonatemia disebabkan oleh asidosis metabolik terjadi

ketika eGFR kurang dari 25% parameter normal, akan diperkirakan bahwa 300.000 hingga 400.000 individu di Amerika Serikat mungkin memiliki asidosis metabolik yang berhubungan dengan CKD.1 Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu studi yang menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar 64% dari pasien dalam unit perawatan intensif. Asidosis metabolik kronis di US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari 15.000 orang disurvei pada study NHANES III memiliki konsentrasi serum HCO3 di bawah 22 mmol/l, meskipun nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi glomerulus rate (eGFR) dalam kisaran 15-29 mL/min/1.73 m2.2 Serum HCO3 yang lebih rendah - berhubungan dengan tingginya semua penyebab mortalitas pada pasien dengan moderat dan tingkat lanjut dari CKD.1 Pada 1094 pasien, dari the African American Study of Kidney Disease and Hypertension (AASK) percobaan studi kohort, setiap peningkatan 1 mmol/L serum HCO3 dikaitkan dengan penurunan risiko kematian (HR 0,942).1 Kepentingan klinis Dengan menegakkan diagnosis asidosis metabolik dan memberikan terapi dengan tepat, dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dari pasien dengan asidosis metabolik.

ETIOLOGI Kehilangan Bikarbonat5,6,7 1. Fistula pancreas, bilier, atau usus. Hilangnya sekresi pankreas atau empedu dapat menyebabkan asidosis metabolik 2. Kehilangan HCO3 - renal dapat disebabkan RTA (proksimal) tipe 2 3. Ureterosigmoidostomy 4. Cholestyramine 5. Diare, contohnya Kolera Peningkatan beban asam (H+)5,6,7

1. Asidosis asam laktat 2. Ketoasidosis diabetik, alkohol, dan starvasi 3. Ingestions - Salisilat, metanol, etilen glikol, isoniazid, besi, Paraldehid, sulfur, toluena, amonium klorida, phenformin / metformin, dan cairan hiperalimentasi. Ketidakmampuan untuk mengekskresikan beban H + 6,7 

Gagal ginjal - Hilangnya produksi NH4+



Hipoaldosteronism - RTA Tipe 4



Hilangnya sekresi H + - RTA (distal) Tipe 1

Berdasarkan anion gap, penyebab dari asidosis metabolik dapat dibagi menjadi : Tingginya AG dapat terjadi hal-hal berikut: 

Asidosis laktat - Laktat, D-laktat



Ketoasidosis - Beta-hidroksibutirat, acetoacetate



Gagal ginjal - Sulfat, fosfat, urat, dan hippurate



Ingestions - salisilat, metanol atau formaldehida (format), etilen glikol (glikolat, oksalat)



Paraldehid (anion organik), sulfur (SO4-), phenformin/metformin



Asidemia Pyroglutamic (5-oxoprolinemia)



Rhabdomyolysis masif (pelepasan H+ dan anion organik dari otot yang rusak)

Normal AG (yaitu, asidosis hiperkloremik) menunjukkan sebagai berikut: 

Kehilangan GI HCO3-, diare



Fistula pankreas



Kehilangan HCO3 - dari ginjal - RTA (proksimal) Type 2



Beberapa kasus gagal ginjal



Hypoaldosteronism (yaitu, RTA tipe 4)



Hiperventilasi



Ingestions - Amonium klorida, acetazolamide, cairan hiperalimentasi, beberapa kasus ketoasidosis, terutama selama pengobatan dengan cairan dan insulin Tabel 15

PATOFISIOLOGI Persamaan Henderson-Hasselbalch menjelaskan hubungan antara pH darah dan komponen system buffer H2CO3 . Deskripsi kualitatif dari fisiologi asam/basa memisahkan komponen metabolic dari komponen respiratori dari keseimbangan asam/basa. 6 pH = 6.1 + log (HCO3/ H 2 CO3) Bikarbonat (HCO3) merupakan komponen metabolik 

Bikarbonat dihasilkan di ginjal



Produksi asam dari sumber endogen atau eksogen Asam karbonat (H2 CO 3) merupakan komponen resporatori, seperti yang ditunjukkan

oleh persamaan dibawah ini :6 H2CO3 = PCO2 (mm Hg) X 0.03

Mempertahankan pH arteri sistemik antara 7.35 – 7.45 dibutuhkan fungsi sel yang normal, walaupun fluktuasi sedikit dari konsentrasi H+ mempunyai efek yang penting dalam aktivitas enzim selular. Hal ini dicapai oleh buffer ekstrasel dan intrasel, bersamaan dengan mekanisme regulasi respiratori dan renal. kontrol kedua pCO 2 dan HCO3 menstabilkan pH arteri dengan ekskresi atau retensi dari asam atau basa. pCO 2 diregulasi oleh ventilasi alveolar. Hiperventilasi meningkatkankan ekskresi CO 2 dan menurunkan pCO 2.4 Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari tubulus ginjal harus absorpsi HCO3 yang difiltrasi (~ 4.500 mmol) dan mensintesis HCO3 yang cukup untuk menetralisir beban asam endogen.2 Mekanismenya adalah gangguan pembentukan bikarbonat ginjal dengan dan tanpa penurunan absorpsi bikarbonat yang terjadi bersamaan dan retensi ion H+. Total ekskresi amonium (NH4+) mulai menurun ketika GFR < 40 sampai 50 mL/min. Penyakit ginjal dikaitkan dengan kerusakan tubulointerstitial yang parah dapat disertai dengan asidosis yang lebih berat pada tahap awal gagal ginjal.1 Ginjal menyerap kembali semua HCO 3- yang terfiltrasi dan menghasilkan HCO3 baru dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3 - yang terfiltrasi terjadi di tubulus proksimal (85-90%), dalam ascending loop of Henle tebal (10%) dan sisanya di nefron distal. Reabsorpsi HCO3 - yang terfiltrasi sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa, mengingat bahwa hilangnya HCO3- dalam urin setara dengan retensi H+ (baik H+ dan HCO3- yang berasal dari disosiasi H2CO 3).4 Diet normal menghasilkan H+ sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai asam sulfur non-volatile dari katabolisme asam amino, asam organic yang tidak termetabolisme, dan fosfor dan asam-asam lainnya. Ion H+ ini diseimbangkan oleh HCO 3- dan selular dan buffer tulang untuk meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.4 Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam harian melalui ammoniagenesis. produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit, keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4 +. Kegagalan untuk mengeluarkan NH4+ sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan metabolik asidosis. ketidakmampuan untuk mengeluarkan NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H + (tubulus distal), akan diterjemahkan menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen pH. Hiperkalemia, di sisi lain, dapat menginduksi intraseluler alkalosis dan juga bersaing dengan kalium dalam pompa Na+/K+/2Cl yang terletak di loop henle ascending tebal, mengurangi NH4+

di collecting tubulus.1 Seperti yang dinyatakan sebelumnya meningkatnya ammoniagenesis dari nefron meningkat sebagai kompensasi atas penurunan fungsi dari nefron itu sendiri.1 Kadar NH3 pada vaskular dan kortikal meningkat ketika diproduksi secara maksimal oleh tubulus ginjal. Faktor yang mempengaruhi produksi NH3 di ginjal adalah angiotensin II, kalium dan aldosteron, yang kadarnya meningkat seperti pada hipertensi renovaskular. Peningkatan konsentrasi angiotensin II merangsang ammoniagenesis sama seperti glukoneogenesis. Deplesi kalium dan pemberian aldosteron juga dapat meningkatkan ammoniagenesis.1 DIAGNOSIS Sebuah pendekatan terhadap asidosis metabolik termasuk anamnesis rinci, pemeriksaan fisik dan analisis gas darah arteri, serum gap anion dan, dalam beberapa keadaan, serum osmolar gap [didefinisikan sebagai perbedaan antara serum osmolalitas yang terukur dan yang dihitung] (Figur 1 dan 2).4

TANDA DAN GEJALA Gejala asidosis metabolik terutama hiperventilasi kompensasi (yakni pernapasan Kussmaul) merupakan tanda klinis yang penting dan sering disalahartikan sebagai kelainan respirasi yang primer. Jadi, ketika seorang pasien datang dengan dispnoe (sesak napas) dan temuan pemeriksaan cardiopulmonar normal, kecuali untuk takipnea dan takikardi, asidosis sistemik harus dipertimbangkan. Obat tidak jarang merupakan penyebab metabolik asidosis dan memainkan peran penting dalam presentasi klinis, evolusi penyakit dan terapi intervensi.4 Gejala Neurologi6 -

Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena glikol.

-

Edema retina dapat dilihat pada keracunan metanol.

-

Kelesuan, pingsan, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik yang berat, terutama jika dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.

Gejala Kardiovaskular6 Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk terjadinya aritmia ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi kontraktilitas jantung dan respon inotropik katekolamin, mengakibatkan hipotensi dan gagal jantung kongestif.

Gejala Pulmonal6 Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan hiperpnea (pernapasan kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang menonjol. Hiperventilasi, tanpa adanya penyakit paruparu yang jelas, dokter harus waspada untuk kemungkinan adanya asidosis metabolik yang mendasari. Gejala Gastrointestinal5 Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis diabetik dan uremik asidosis) a. Laboratorium Analisis Gas Darah Arteri6,9 Analisis gas darah arteri digunakan untuk evaluasi gangguan keseimbangan asam-basa dan oksigenasi. Awalnya, ketahui pH untuk menentukan apakah darah masih dalam batas normal, alkalosis atau asidosis. Jika diatas 7.45 dikatakan alkalosis, dan jika dibawah 7.35 disebut asidosis. Setelah mengetahui apakah darah alkalosis atau asidosis, selanjutnya tentukan penyebab primer berasal dari masalah respiratori atau metabolic. Ukur PaCO2, jika berada arah yang berlawanan dengan pH maka masalah respiratori yang utama. Dan ukur kadar HCO 3-, jika berada disisi yang sama dengan pH maka masalah metabolik yang utama.

Kadar HCO3 yang rendah sering menjadi petunjuk pertama adanya asidosis metabolik, namun tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan dalam mendiagnosis asidosis metabolik. Kadar HCO3 yang rendah dapat disebabkan oleh asidosis metabolik, kompensasi metabolik dari alkalosis respiratori, atau kesalahan laboratorium. Kadar HCO3 yang dihitung oleh mesin gas darah arteri, yang menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch, merupakan ukuran yang lebih akurat. Pengukuran pH dan PCO 2 pada

pasien dengan kadar HCO3 rendah memungkinkan untuk membedakan kompensasi metabolik dari alkalosis respiratori dari asidosis metabolik primer. Oksigenasi tidak mempengaruhi status asam-basa pasien kecuali hipoksia yang parah sehingga menyebabkan iskemia. Dalam hal ini, pengukuran PO2 dapat mengidentifikasi hipoksia berat sebagai endapan asidosis laktat. AGDA juga mengukur base excess/base defisit (BE/BD), yang merupakan indikator terbaik untuk menentukan asidosis/alkalosis. b. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap6 Meningkatnya

leukosit

merupakan

penemuan

yang

nonspesifik,

tetapi

harus

dipertimbangkan adanya septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat. Anemia berat dengan berkurangnya delivery O2 dapat menyebabkan asidosis laktat. Urinalisa6 Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia sering digunakan untuk menilai asidifikasi ginjal.2 pH urine biasanya asam < 5.0. Dalam asidemia, urine biasanya menjadi lebih asam. Jika pH urine di atas 5,5 pada kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA. Urin yang alkali khas pada keracunan salisilat. Toksisitas terhadap Ethylene glycol dapat ditemukan kristal kalsium oksalat, yang muncul berbentuk jarum, dalam urin. Serum Kimia6 Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang digunakan dalam perhitungan serum anion gap (SIG). Fosfat, magnesium, serta kadar serum albumin juga digunakan untuk menghitung SIG. Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini biasanya terlihat pada asidosis anorganik (yaitu, non - AG). Diabetik ketoasidosis (DKA) sering terjadi hiperkalemia yang merupakan akibat dari defisiensi insulin dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan bentuk lain dari asidosis organik umumnya tidak muncul dengan pergeseran kalium secara signifikan.

Kadar glukosa umumnya meningkat pada DKA, dan mungkin rendah, normal, atau sedikit meningkat pada alkohol ketoasidosis. BUN dan kadar kreatinin meningkat pada asidosis uremik. Serum Anion Gap (AG)2,4,6 Perhitungan AG sering membantu dalam diagnosis diferensial asidosis metabolik. AG adalah perbedaan antara konsentrasi plasma dari kation plasma yang diukur (yaitu, Na+) dan anion yang diukur (yaitu, klorida [Cl-], HCO3-). Perhitungan : AG = (Na +) - ([Cl-] + [HCO3-]) AG yang normal adalah 8 - 16 mEq/L, dengan nilai rata-rata 12. Beberapa penulis menambahkan K+ pada pengukuran kation, dengan nilai normal AG adalah 12 - 20 mEq/L. Asidosis metabolik dengan AG yang tinggi dikaitkan dengan penambahan asam endogen atau eksogen yang dihasilkan. Asidosis metabolik dengan AG normal dihubungkan dengan hilangnya HCO3 atau kegagalan untuk mengeluarkan H + dari tubuh. Kesalahan

laboratorium

juga

dapat

mempengaruhi

AG.

Hiperproteinemia,

hiperlipidemia, dan hiperglikemia mengakibatkan penghitungan kadar natrium serum palsu sehingga dapat menekan AG.6 Beberapa faktor yang dapat mengubah gap serum anion. Parameter ini dikurangi dengan ~ 2,3 mmol/l untuk setiap 10 g/l penurunan konsentrasi albumin serum.2 Osmolal gap adalah osmolalitas plasma yang diukur dikurangi osmolalitas plasma yang dihitung. Serum osmolalitas terdiri dari semua zat osmotik aktif termasuk zat ionik dan non-ionik seperti ion serum, glukosa, dan BUN. Zat lain seperti alkohol, serum lipid dan protein yang berlebihan, dan manitol semua berkontribusi terhadap osmolalitas serum. Osmolalitas yang dihitung adalah 2 X plasma [Na +] + [glukosa] / 18 + BUN/2.8. Osmolal gap normal adalah 10 - 15. Asidosis metabolik dengan gap osmolal tinggi menunjukkan keracunan metanol

dan etilena

glikol.6 Tidak adanya kenaikan pada

serum osmolalitas tidak mengeksklusikan keracunan alkohol. Kenaikan osmolal gap juga dapat dilihat pada ketoasidosis, asidosis laktat, dan gagal ginjal kronis.2

Kadar Keton6 Peningkatan keton menunjukkan diabetes, alkohol, dan ketoasidosis starvation. Tes nitroprusside digunakan untuk mendeteksi keberadaan asamketo dalam darah dan urin.6 Tes ini hanya mengukur acetoacetate dan aseton, karena itu, mungkin tidak bisa mengukur kadar ketonemia dan ketonuria karena tidak dapat mendeteksi keberadaan beta-hidroksibutirat (BOH).2,6 Keterbatasan tes ini dapat sangat bermasalah pada pasien dengan ketoasidosis yang tidak dapat mengkonversi BOH menjadi asetoasetat karena syok berat atau gagal hati. Assay untuk BOH tidak tersedia di beberapa rumah sakit. Sebuah metode tidak langsung untuk menghindari masalah ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes hidrogen peroksida untuk spesimen urin. Secara enzimatis akan mengkonversi BOH menjadi asetoasetat, yang akan terdeteksi oleh tes nitroprusside. Kadar serum laktat 6 Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L. Asidosis laktat dapat dipertimbangkan jika kadar laktat plasma melebihi 4 - 5 mEq/L pada pasien asidemia. DIAGNOSA BANDING8 Penyebab atau etiologi asidosis metabolik dapat diprediksi melalui penghitungan AG. Bila terjadi peningkatan uncountable anion atau AG meningkat, etiologi yang mungkin adalah asidosis laktat, ketoasidosis (diabetes mellitus, starvasi, alkohol), intoksikasi methanol, intoksikasi etilen glikol, dan intoksikasi salisilat. Bila terjadi pengurangan HCO 3- atau AG normal, etiologi yang mungkin adalah enteritis, RTA tipe 2, pasca pengobatan ketoasidosis, dan pemakaian penghambat karbonik anhidrase. Bila terjadi retensi H + di ginjal dengan AG meningkat, etiologi yang mungkin adalah penyakit ginjal kronik. 8 PENATALAKSANAAN Asidosis metabolik akut Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang mendasari dari asidosis metabolik akut, pemberian basa - terutama dalam bentuk natrium bikarbonat - telah menjadi terapi andalan. Namun, studi mengenai asidosis laktat dan studi acakterkontrol dari ketoasidosis, penyebab yang paling sering dari asidosis metabolik akut, dengan

pemberian bicnat tidak menunjukkan penurunan morbiditas atau mortalitas. Studi selanjutnya, pemberian natrium bikarbonat tidak terbukti meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat. Pemberian natrium bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema serebral pada anak-anak dengan ketoacidosis.2 Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang disebabkan oleh generasi dari CO 2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas cairan ekstraselular ketika bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan, alkalosis metabolik, dan percepatan pertukaran Na+ - H + menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di sel.2 Untuk menghindari beberapa komplikasi ini, basa alternatif telah dikembangkan dan diuji. Trishydroxymethyl aminomethane (THAM), agen yang diperkenalkan pada akhir 1950-an, dapat meningkatkan pH ekstraseluler tanpa mengurangi pH intraseluler dan bahkan mungkin meningkatkannya. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa THAM sama efektifnya dengan bikarbonat dalam meningkatkan pH ekstraseluler.2 THAM lebih jarang digunakan dibandingkan dengan bikarbonat, namun, karena kasus yang jarang toksisitas di hati telah dilaporkan pada bayi baru lahir, hiperkalemia dan disfungsi paru telah dilaporkan, dan agen ini membutuhkan fungsi ginjal yang baik untuk memastikan ekskresi urin dan dengan demikian, efektivitasnya.2 Rekomendasi kami saat ini untuk pengobatan asidosis metabolik akut dirangkum dalam Kotak 3.2

Jika akan memberikan natrium bicarbonat, harus diberikan sebagai larutan isoosmotik untuk mencegah hiperosmolar) dan dengan infus yang lebih lambat daripada bolus intravena (untuk mengurangi pembentukan CO2 ).2 Sulit untuk menentukan target pH atau [H+] dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, meskipun ada konsensus menyatakan bahwa pH > 7,20-7,25 lebih baik.8 Surviving Sepsis Campaign hanya merekomendasikan pengobatan asidosis metabolik akut dengan natrium bikarbonat jika pH <7,1 pada keadaan sepsis berat dan pasien syok septik.9 Banyaknya bicarbonat dapat dihitung dengan persamaan :2 Bikarbonat = [HCO3 -] yang diinginkan - [HCO3-] yang diukur × space HCO 3THAM mungkin dapat menjadi pilihan pada beberapa pasien dengan asidosis metabolik akut, terutama pasien dengan retensi CO2.2 THAM ini efektif untuk asidosis metabolik dan respiratorik. Agen ini diekskresikan oleh ginjal dan tidak meningkatkan produksi CO2 .9 Terapi selain pemberian basa mungkin diindikasikan pada pasien asidosis dengan anion gap tinggi.2 Sebagai contoh, pemberian fomepizole, inhibitor selektif dehidrogenase alkohol, akan mengurangi pembentukan asam organik dari metabolisme metanol, etilen glikol, atau dietilen

glikol.2,8 Diuresis paksa alkali atau dialisis diindikasikan pada pasien dengan intoksikasi salisilat.2 Metabolik Asidosis Kronik Beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat meningkatkan atau mengurangi perkembangan bone disease, menormalkan pertumbuhan, mengurangi degradasi otot, meningkatkan sintesis albumin, dan menghambat perkembangan yang dari CKD. Saat ini, kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa konsentrasi serum HCO3- dinaikkan menjadi setidaknya 22-23 mmol/l, meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan. Basa dapat diberikan secara oral pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau pasien dengan CKD tidak dialisis.2 Pada pasien hemodialisis, penggunaan dialisat dengan konsentrasi HCO3 tinggi (~ 40 mmol/l) biasanya cukup untuk memperbaiki asidosis metabolik. Bagi pasien dengan peritoneal dialisis, dialisat dengan konsentrasi basa yang tinggi biasanya akan efektif.2

a. Algoritma Penatalaksanaan8

Kepustakaan 1. Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30 2. Kraut JA, Madias NE. Metabolic Acidosis : pathophysiology, diagnosis and management. Macmillan Publishers Limited. May 2010 3. Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. Metabolic acidosis in maintenance dialysis patients : clinical considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64, Supplement 88 (2003), pp. S13–S25 4. Liamis G, Milionis HJ, Elisaf M. Pharmacologically-Induced Metabolic Acidosis. Drug Saf 2010; 33 (5): 371-391 5. Jaber B. Metabolic Acidosis. Tufts University School of Medicine 6. Schraga ED, et al. 2013. Metabolic Acidosis in Emergency Medicine. Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com 7. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Fisiologi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana edisi ke 3. Jakarta FK UI : 2012 8. Setyohadi, B,et al. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Buku I EIMED DASAR. EIMED PAPDI. Jakarta : InternaPublishing 9. Maciel AT, Noritomi DT, Park M. Metabolic Acidosis in Sepsis. Endocrine, Metabolic & Immune Disorders - Drug Targets, 2010, 10, 252-257 10. Interpretation of the Arterial Blood Gas. Self-Learning Packet. Orlando Regional Healthcare, Education & Development 2004.