BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut American Hospital Association dalam Azwar (2000) Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarang kedokteran yang permanen meyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosa serta pengobatan penyakit yang diberikan kepada pasien. Rumah Sakit akan menghadapi persaingan yang ketat, oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk selalu meningkatkan mutu, sarana, dan prasarana terhadap pelayanan mereka. Manajemen Rumah Sakit dituntut untuk kreatif dalam mengelola dan menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit tersebut. Pelayanan kesehatan saat ini menghadapi banyak tantangan. Tantangan tersebut termasuk peningkatan usia harapan hidup, kebutuhan pemeliharaan sumber daya kesehatan, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kedokteran dan pelayanan kesehatan yang diiringi oleh minat konsumen dalam mengakses informasi melalui internet. Menghadapi semua tantangan ini, organisasi pelayanan kesehatan harus mampu mengoperasikan sistem pelayanannya secara efektif dan efisien, dengan memanfaatkan data medis dan ilmu pengetahuan yang mutahir, dalam upaya menghadirkan produk pelayanan yang memenuhi standar kualitas dan kebutuhan
konsumen.
keseragaman
Untuk
perbendaharaan
menjawab istilah
kebutuhan
yang
akan
ini,
diperlukan
digunakan
dalam
1
pengembangan sistem informasi di fasilitas pelayanan, agar keluaran sistem dapat dimanfaatkan secara bersama di tingkat nasional, regional ataupun internasional (Hatta, 2008). Salah satu upaya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah membuat perubahan dalam pelayanan pasien dengan model pelayanan yang cepat, instan, tepat, dan terjangkau untuk semua kalangan dari menengah keatas hingga menegah kebawah. Berdasarkan
Surat
Edaran
dari
Kementrian
Kesehatan
RI
Nomor:IR.03.01/I/570710, mulai tanggal 30 September 2010 grouper INA DRGs dilakukan perubahan mekanismne pengendalian biaya yang dikenal dengan nama INA CBGs. INA CBGs merupakan sistem Case-mix yang di implementasikan di Indonesia saat ini. Pada Buletin BUK edisi Mei 2013 dijelaskan bahwa sistem Case-mix INA CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG’s) yaitu cara pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkuan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan salah satu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan Rumah Sakit. Sistem pengolahan data tersebut sudah terkomputerisasi secara mudah
dapat
dijalankan
dan
efisien.
Dengan
demikian,
efektivitas
pembiayaan pelayanan kesehatan terkait tarif rumah sakit yang dikeluarkan
2
dapat terkontrol dan di evaluasi karena sistem yang ada sudah memiliki standar dalam hal penggunaan berbagai sumber. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan November di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Faktor yang mempengaruhi kelancaran system INA CBGs adalah SDM, komponen data, dan software INA CBGs. Keakuratan data ada pada ketepatan pengodean diagnosis dan tindakan. Pengetahuan SDM tentang klasifikasi
dan
kodifikasi
penyakit
sangat
mempengaruhi
ketepatan
pengodean diagnosis dan tindakan. SDM tersebut adalah petugas yang ada di unit kerja rekam medis (UKRM) khususnya bagian coding. Peran coder dalam kegiatan Rumah Sakit sehari-hari dengan peran coder yang terkait INA CBGs ada perbedaannya yaitu kalau tugas coder terkait INA CBGs dimulai dari pengodean kode penyakit dan tindakan sampai dengan peng-entry-an identitas pasien, kode penyakit dan tindakan ke dalam software INA CBGs, sedangkan tugas coder sehari-hari di Rumah Sakit yang sudah komputerisasi hanya sampai peng-entry-an kode ke aplikasi Rumah sakit. Perbedaan Rumah Sakit yang komputerisasi dengan Rumah Sakit yang manual adalah Rumah sakit komputerisasi ada kegiatan peng-entry-an kode ke komputer, sedangkan Rumah Sakit yang manual hanya sampai pada penulisan kode di rekam medis. Hasil kode penyakit dan tindakan terkait INA CBGs berpengaruh terhadap pembiayaan, sedangkan untuk kegiatan sehari-hari pengodean diagnosis dan tindakan bukan hanya berpengaruh terhadap pembiayaan melainkan juga sebagai kepentingan dokumentasi. Komorbiditas dan komplikasinya akan mempengaruhi penentuan diagnosis utama dan diagnosis sekunder dan diagnosis tersebut akan
3
dikelompokkan dalam sebuah Case-mix (kasus bauran), dimana akan mempunyai nomer/kode yang memperlihatkan derajat keparahan dari penyakit/kelompok
penyakit
tersebut
sehingga
secara
linear
akan
mempengaruhi pula besaran biaya perawatan yang harus dikeluarkan oleh pasien/pihak
ketiga
lainnya
dalam
rangka
penyembuhan
suatu
penyakit/diagnosis (Rivany, 2008). Dalam pelaksanaannya di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya terdapat dua petugas coder. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil penelitian dengan melihat bagaimana peran coder terkait pelaksanaan INA CBGs.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan hal yang dianggap perlu dalam penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan Indonesian Case Base Groups (INA CBGs) dilihat meliputi adakah aturan tertulis yang digunakan sebagai acuan, siapa pelaksana dari sistem tersebut, bagaimana mekanismenya, dan sistem apa yang digunakan dalam pelaksanaan sistem INA CBGs, serta apa peran coder terkait pelaksanaan sistem tersebut di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti merumuskan tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peran coder dalam pelaksanaan Indonesian Case Base Groups (INA CBGs) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
4
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui aturan atau Prosedur Tetap tertulis dalam pelaksanaan INA CBGs. b. Mengetahui pelaksana dalam sistem INA CBGs. c. Mengetahui mekanisme atau alur sistem INA CBGs. d. Mengetahui sistem yang digunakan dalam pelaksanaan sistem INA CBGs. e. Mengetahui peran coder terkait pelaksanaan sistem pelayanan tersebut berbasis komputerisasi Case-mix INA CBGs di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan 1) Penelitian ini dapat menambah referensi di perpustakaan yang dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan informasi didalamnya. 2) Alat evaluasi menyusun kebijakan pelaksanaan sistem INA CBGs. 3) Sebagai tolak ukur seberapa jauh ilmu rekam medis diterapkan di dunia medis. b. Bagi Peneliti Lain 1) Menambah wawasan mengenai kegiatan yang dilakukan petugas coder dalam pelaksanaan sistem INA CBGs.
5
2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit 1) Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alat pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit kepada pasien. 2) Rumah Sakit mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari peneliti. b. Bagi Peneliti 1) Menerapkan teori mengenai pelaksanaan sistem INA CBGs yang didapat selama melakukan penelitian. 2) Memperolah pengetahuan lebih mengenai sistem INA CBGs yang didapat selama melakukan penelitian.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Indonesian Case Base Groups (INA CBGs) sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian ini berlokasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan bertujuan mengetahui peran coder dalam pelaksanaan sistem INA CBGs terkait sistem tersebut berbasis komputerisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, rancangan penelitian menggunakan cross sectional dan teknik pengambilan datanya yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Berikut penelitian mengenai sistem pembiayaan pelayanan kesehatan Rumah Sakit di Indonesia yang pernah dilakukan : 1. Lestari (2009) “Pelaksanaan Sistem INA DRGs (Indonesian Diagnostic Related Groups) di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sarjdito Yogyakarta”. Pelaksanaan INA DRG di RSUP Dr. Sarjdito Yogyakarta
6
baru dilakukan untuk apsien jamkesmas rawat jalan dan rawat inap kelas III periode 1 Januari 2009. Sistem INA DRGs meliputi clinical pathway, coding, dan costing. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan INA DRGs di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sarjdito Yogyakarta yaitu adanya sumber daya manusia yaitu 3 coder terdiri dari 2 coder rawat inap dan 1 coder rawat jalan. Persamaan dengan penelitian ini sama-sama meneliti pelaksanaan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia dengan metode pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada fokus yang diteliti, penelitian Lestari memfokuskan pada gambaran umum pelaksanaan sistem INA DRGs sedangkan penelitian ini memfokuskan pada peran coder dalam pelaksanaan INA CBGs di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Pramesthi (2009) “Kinerja Petugas Rekam Medis Dalam Pelaksanaan INA DRGs di RSUD Kota Yogyakarta”. Untuk menekan biayan kesehatan dilakukan sistem INA DRGs. Petugas rekam medis merupakan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan INA DRGs. RSUD Kota Yogyakarta baru melaksanakan INA DRGs khusus bagi pasien peserta Jamkesmas sejak 2009 dan masih ada beberapa masalah yang mempengaruhi kinerja petugas, salah satunya petugas rekam medis. Kesulitan yang dialami coder yaitu kesulitan dalam pengkodean karena belum pernah mengikuti pelatihan serta belum paham mengenai INA DRGs .Persamaan dengan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan perancangan cross sectional dan teknik pengambilan data observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Perbedaan penelitian terletak pada fokus yang diteliti, penelitian
7
Pramesthi memfokuskan pada bagaimana kinerja petugas rekam medis dalam pelaksanaan
sistem INA
DRGs sedangkan penelitian
ini
memfokuskan pada peran coder terkait pelaksanaan sistem INA CBGs terkait sistem tersebut berbasis komputerisasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Desiana (2011) “Kendala Dan Solusi Coder Dalam Pelaksanaan INA DRGs di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta”. Pelaksanaan sistem INA DRGs di RSUD Sleman Yogyakarta masih terdapat beberapa masalah yaitu masih ada formulir verifikasi yang dikembalikan oleh verifikator karena coder tidak melakukan pengkodean dengan lengkap dan menumpuk lembar case-mix di ruang rekam medis sehingga mempengaruhi proses klaim. Kendala yang dihadapi coder yaitu ketidaktepatan diagnosis yang meliputi ketidakterbacaan tulisan dokter, diagnosis kurang jelas, dan diagnosis kurang lengkap. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan perancangan data yang digunakan adalah cross sectional. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi pendahuluan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada tujuan yaitu mengetahui pelaksanaan INA DRGs dan mengetahui
karakteristik
coder
dalam
pelaksanaan
INA
DRGs.
Sedangkan penelitian ini mempunyai tujuan yaitu mengetahui peran coder dalam pelaksanaan INA CBGs serta pelaksanaan system INA CBGs dilihat melalui aturan tertulis yang digunakan, pelaksananya, mekanisme/alur sistem INA CBGs dan jenis sistem yang digunakan dalam pelaksanaannya.
8