BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan ... - ETD UGM

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan. Sampah merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh negara-negara maju maupun berkembang dan hingga saat ini penan...

8 downloads 522 Views 257KB Size
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Sampah merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh negara-negara maju maupun berkembang dan hingga saat ini penanganan serta pengelolaan sampah masih terus dikembangkan. Khususnya di Indonesia sebagai negara berkembang, permasalahan sampah menjadi masalah yang harus mendapat perhatian lebih seiring laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Tidak bisa kita pungkiri bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku buruk terhadap lingkungan. Mereka membuang sampah sembarangan. Perilaku ini tidak mengenal tingkat pendidikan maupun status sosial masyarakat, di lingkungan kantor pemerintahan, fasilitas umum (bank, sekolah, puskesmas, taman kota, dan lain-lain). Di lingkungan kampus, masih banyak dijumpai orangorang yang berpendidikan tinggi membuang sampah sembarangan. Sering pula kita jumpai pengendara mobil mewah yang membuang tisu bekas, puntung rokok, ataupun bungkus makanan dari jendelanya ke jalan raya. Akibatnya, sampah berserakan di mana-mana, di selokan, di jalan, di sungai, di pasar, di dalam bus, di terminal atau dimana saja, padahal sudah disediakan tempat sampah akan tetapi tetap saja membuag sampah sembarangan. Pemandangan ini kerap kali kita jumpai di daerah perkotaan. Data di Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) tahun 2008 menyebutkan, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 38,5 juta ton/tahun. Pulau Jawa menjadi penyumbang terbesar dengan menghasilkan 21,2 juta ton/tahun sampah disusul oleh Pulau Sumatera yang menghasilkan 8,7 juta ton/tahun. Total keseluruhan sampah tersebut berasal dari sampah pemukiman (perumahan, apartemen, dan lain-lain) dan sampah non-pemukiman (industri, rumah sakit, institusi dan lain-lain). Data jumlah sampah Indonesia pada tahun 2008 diperlihatkan oleh Tabel 1.1.

1

2

Tabel 1.1 Jumlah sampah Indonesia tahun 2008 Kelompok Wilyah (Pulau) Sumatera Jawa Bali dan Pulau-pulau Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi, Maluku, dan Papua

Jumlah Sampah (juta ton/tahun) 8,7 21,2 1,3 2,3 5,0

Total 38,5 (Sumber: Kementrian Negara Lingkungan Hidup, KNLH 2008)

Berdasarkan tabel di atas, ternyata volume sampah pada tahun 2008 setiap harinya menghasilkan 105 ribu ton, sedangkan data dari KNLH pada tahun 2010 volume sampah naik dua kali lipat yakni mencapai 200 ribu ton/hari. Daerah perkotaan menyumbang sampah paling banyak. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diataranya laju pertambahan penduduk dan arus urbanisasi. Selain itu juga karena tingkat hidup masyarakat, cara hidup dan mobilitas penduduk (semakin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan sampahnya). Keadaan iklim dan musim di suatu negara ternyata juga mempengaruhi jumlah timbulan sampah (di negara Barat, timbulan sampah minimum terjadi pada musim panas). Persoalan ini jika tidak segera ditangani, maka diprediksi pada tahun 2020 volume sampah di Indonesia akan meningkat lima kali lipat dibanding pada tahun 2010. Artinya Indonesia akan memproduksi 1 juta ton tumpukan sampah per hari. Sungguh fantastik, peningkatan sampah dipicu oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan hampir semua negara mengalami problema sampah yang sama. Akan tetapi, di beberapa negara maju yang masyarakatnya telah sadar lingkungan serta didukung teknologi modern, telah berhasil mengatasi sampah. Termasuk pula ekspor limbah ke negara lain sebagai salah satu langkah mengatasi sampah. Pengelolaan sampah sebenarnya telah diatur pemerintah melalui UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah. Undang-undang tersebut mengatur bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja. Masyarakat dan perilaku usaha sebagai penghasil sampah juga bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah

3

melalui UU tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengolah sampah di kawasannya. Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah dilandasi asas nilai ekonomi masyarakat. Asas nilai ekonomi adalah sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberi nilai tambah. Nilai tambah ini bukan hanya untuk memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga pemanfaatan sampah dari hasil proses pengolahan sampah itu sendiri. Sampah apa pun jenis dan sifatnya, mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi manusia, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Permasahannya adalah bagaimana kita dapat menggunakan dan memanfaatkan sampah tersebut. Kendati kewenangan tersebut telah didistribusikan, namun tidak serta merta penanganan sampah menjadi sederhana. Kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih tampak semrawut. Adanya kendala seperti kesulitan lahan TPA (Tempat Pemprosesan Akhir), terbatasnya armada pengangkut, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya. Teknologi pengolahan sampah juga masih tradisional (membakar dan open dumping), hingga kendala minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) mengenai penanganan sampah. Selain itu, anggaran biaya tidak ketinggalan menjadi kendala karena membangun sarana dan fasilitas pengelolaan sampah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Seperti dialami Pemda Kota Padang, Tanggerang, Solo dan Bandung yang kesulitan membangun fasilitas TPA karena terbentur masalah biaya, sedangkan Pemkot Batam kesulitan masalah lahan. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah dalam pengelolaan sampah, akan tetapi cepatnya laju kenaikan volume sampah membuat pemerintah kewalahan. Besarnya jumlah penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia seperti Jakarta, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan. Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampahsampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke TPA. Banyak sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang

4

diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah tercecer dan secara sistematis dibuang ke badan air. Proporsi pelayanan sampah di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Proporsi pelayanan sampah di Indonesia

Kawasan Wilayah (Pulau) Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi, Maluku dan Papua Total

Jumlah Penduduk (juta-jiwa) 49,3 137,2 12,6 12,9 20,8

23,5 80,8 6,0 6,0 14,2

% Penduduk dilayani 48 59 47 46 68

130,3

56

Jumlah Penduduk dilayani (juta-jiwa)

232,7

(Sumber: Statistik Persampahan Domestik Indonesia, KNLH 2008) Jumlah penduduk yang belum mendapat pelayanan sampah mencapai 130 juta jiwa, akibatnya sampah yang dihasilkan terakumulasi dan mencemari lingkungan. Paradigma pengelolaan sampah sampai saat ini yang digunakan adalah KUMPULANGKUT dan BUANG. Andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan

metode

landfilling pada sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dimilikinya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola kota. Alur pengumpulan sampah dari sumber sampah menuju TPA ditunjukkan oleh Gambar 1.1.

5

Gambar 1.1 : Pengelolaan sampah KUMPULANGKUTBUANG Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, ada sampah yang dikumpul terlebih dahulu kemudian diangkut ke TPA dan ada yang langsung diangkut ke TPA tergantung jarak jangkauan dan volume sampah yang ada. Penyingkiran dan pemusnahan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan, karena alternatif pengolahan lain belum dapat menuntaskan permasalahan yang ada. Cara ini mempunyai banyak resiko, terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah. Di negara majupun cara ini masih tetap digunakan walaupun porsinya semakin lama semakin menurun. Cara ini paling banyak digunakan, karena biaya relatif murah, pengoperasiaannya mudah dan luwes dalam menerima limbah. Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan lalat yang mengganggu. Pengolahan sampah dapat dilaksanankan dengan cara lain selain pengurugan tetapi menggunakan teknologi yang lebih maju seperti insinerator, pirolisis, gasifikasi dan pengolahan sampah menjadi energi listrik. Keterbatasan teknologi di Indonesia menyebabkan penanganan sampah masih tergantung pada teknologi sederhana/konvensional. Tabel 1.3 memperlihatkan jenis penanganan

6

sampah yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat di Indonesia tahun 2008. Tabel 1.3 Jenis penanganan sampah di Indonesia tahun 2008 Penanganan Sampah

% Penggunaan

Pengurugan (landfill)

68,86

Pengomposan

7,19

Open burning

4,79

Dibuang ke sungai

2,99

Insinerator skala kecil

6,59

Non-pengurugan

9,58

(Sumber:Statistik Persampahan Domestik Indonesia, KNLH 2008) Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hampir 70% sampah di Indonesia ditangani dengan cara pengurugan atau ditimbun dengan tenah dalam jangka waktu tertentu hingga sampah busuk dan terurai. Sekitar 7% dilakukan dengan cara pengomposan yaitu untuk mereduksi dan mengubah sampah organik menjadi pupuk. Walaupun sudah ada teknologi insinerator tetapi masih dalam skala kecil dan pengoperasiannya masih mendapat banyak kendala, seperti yang dialami insinerator di Surabaya. Dilihat dari komposisi sampahnya, maka sebagian besar sampah kota di Indonesia tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah organik yang kemudian bisa diolah kembali. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai 70% dari total sampah, dan sekitar 28% adalah sampah nonhayati (nonorganik). Sampah tersebut menjadi obyek aktivitas pemulung yang cukup potensial, mulai dari sumber sampah (dari rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya (sekitar 2%) tergolong sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang perlu dikelola tersendiri. Sampah B3 biasanya dihasilkan oleh limbah rumah sakit dan limbah industri. Komposisi sampah domestik di Indonesia tahun 2008 diperlihatkan oleh Tabel 1.4.

7

Jenis Sampah

Tabel 1.4 Komposisi sampah domestik Indonesia 2008 Jumlah (juta ton/tahun) Prosentase (%)

sampah dapur sampah plastik sampah kertas sampah lainnya sampah kayu sampah kaca sampah karet/kulit sampah kain sampah metal sampah pasir Total

22,4 5,4 3,6 2,3 1,4 0,7 0,7 0,7 0,7 0,5 38,5

58% 14% 9% 6% 4% 2% 2% 2% 2% 1% 100%

(Sumber: Statistik Persampahan Domestik Indonesia, KNLH 2008) Sampah yang dibuang ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi kehidupan manusia dan kesehatan lingkungan. Masalah tersebut dewasa ini menjadi isu yang sangat hangat dan banyak disoroti karena memerlukan penanganan yang serius. Beberapa permasalahan yang ditimbulkan akibat keberadaan sampah adalah sebagai berikut.  Masalah estetika (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan bagi pandangan mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumbukan sampah yang terbengkalai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat.  Sampah yang telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor penyakit.  Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya.  Timbulan lindi (leachate), sebagai efek dekomposisi biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi

8

merupakan masalah terberat yang mungkin dialami dalam pengelolaan sampah.  Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan terbakar. Misalnya tumpukan sampah kertas sampah kering akan mudah terbakar hanya karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan bahaya kebakaran.  Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.  Beberapa sifat dasar dari sampah seperti kemampuan termampatkan yang terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi sempurna yang cukup lama, dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan akhir sampah.  Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kurangnya kemampuan pendanaan, skala prioritas yang rendah, kurangnya kesadaran penghasil sampah merupakan masalah tersendiri dalam pengolahan sampah. Oleh karena banyaknya permasalahan mengenai pengelolaan sampah, maka penulis berinisiatif untuk melakukan pengolahan sampah organik dengan penerapan ilmu fisika. Salah satu cara pengolahan sampah adalah dengan metode Refuse Derived Fuel (RDF) yang mengubah sampah organik menjadi bahan bakar alternatif dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Hasil pengolahan ini nantinya diharapkan bisa mengurangi volume sampah domestik Indonesia dan sebagai bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar, minyak tanah ataupun gas LPG (Liquefied Petroleum Gas) bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini difokuskan sebagai berikut.

9

1. Bagaimana proses pengolahan sampah organik dengan metode Refuse Derived Fuel (RDF) hingga diperoleh bahan bakar alternatif? 2. Berapa variasi konsentrasi/rasio sampel RDF yang menghasilkan kalor pembakaran maksimal? 3. Bagaimana hasil pengukuran waktu pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap/volatil, kadar karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor pembakaran dari sampel RDF? 4. Bagaimana pengaruh sifat/karakteristik sampel RDF (kadar zat mudah menguap/volatil, kadar air, kadar abu dan kadar karbon terikat (fixed carbon) terhadap kalor pembakaran yang dihasilkan oleh sampel RDF?

1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini hanya menyangkut pada masalahmasalah sebagai berikut. 1. Bahan sampah organik yang digunakan sebagai sampel berasal dari sampah kertas dan sampah dedaunan. 2. Penentuan nilai kalor pembakaran hasil pengolahan sampah dengan menggunakan kalorimeter Bomb sesuai standar ASTM 2015. 3. Pada penelitian ini mengabaikan kandungan unsur logam ataupun unsur kimia lain yang terdapat dalam sampah organik (jika ada). 4. Sifat/karakteristik sampel RDF yang ditinjau adalah kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap/volatil, kadar karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor pembakaran.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan waktu pengeringan maksimum dari sampel RDF. 2. Menentukan kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap/volatil dan kadar karbon terikat (fixed carbon). 3. Menentukan nilai kalor pembakaran sampel RDF.

10

4. Menentukan sampel RDF yang menghasilkan nilai kalor pembakaran maksimal.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai proses pengolahan sampah organik dengan metode Refuse Derived Fuel (RDF) hingga diperoleh produk RDF. Produk ini diharapkan bisa menjadi energi alternatif pengganti kayu bakar, minyak tanah, batubara maupun gas LPG (Liquefied Proteleum Gas). 2. Menjadi salah satu alternatif cara pengolahan sampah organik di Indonesia yang selama ini masih menggunakan cara pengolahan sampah konvensional. 3. Mengurangi timbulan sampah di Indonesia dan sebagai sumber mata pencaharian atau pendapatan bagi masyarakat. 1.6 Sistematika Penelitian Bagian ini berisi tentang paparan garis-garis besar isi setiap bab. Isinya adalah sebagai berikut. BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan tentang hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB 3 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas tentang zat/bahan dan sifat-sifatnya, sifat-sifat fisik dan kimia, temperatur atau suhu, panas atau kalor, kapasitas panas/kalor dan panas/kalor jenis, kalorimeter Bomb, sampah dan penggolongannya, serta metode pengolahan sampah. BAB 4 METODE PENELITIAN

11

Dalam bab ini akan dibahas tentang cara pembuatan sampel RDF, pengukuran waktu pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap/volatil, kadar karbon terikat (fixed carbon) dan pengukuran nilai kalor pembakaran serta menganalisanya. BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil pengukuran waktu pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap/volatil, kadar karbon terikat (fixed carbon) dan pengukuran nilai kalor pembakaran sampel RDF. BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dalam penelitian ini dan saran untuk penelitian selanjutnya agar memperoleh hasil yang lebih baik.