BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Daya tarik lokalitas menjadi penting, di tengah kebosanan terhadap budaya massa yang dibawa oleh kapitalisme global. Semakin homogen
gaya
hidup
masyarakat
akibat
globalisasi,
semakin
kokoh
ketergantungan masyarakat kepada nilai-nilai yang lebih dalam seperti agama, seni dan sastra. Demikian juga dari perspektif lokal, ketika dunia semakin tumbuh homogen maka kita semakin menghargai tradisi yang bersemi dari dalam. Nilai lokal disamping mampu menginspirasi tumbuhnya kearifan lokal
(local
indigeneus), di satu sisi tumbuh menjadi nilai-nilai kehidupan yang memberi makna pada kehidupan dan interaksi sesama mereka (Sutarso 2007, Hal:506). Nilai strategis budaya lokal telah menginpirasi berbagai daerah untuk mengembangkan potensi lokalitas dalam pengembangan pariwisata. Dengan berbagai pertimbangan tersebut di atas, maka pengembangan pariwisata tidak boleh meminggirkan budaya dan spirit lokal. Oleh karena itu perlu digagas pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan budaya dan semangat manusia beserta cipta, rasa dan karsanya. Gagasan tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat dan budayanya.
1
1.1.1. Indikasi Perubahan Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas pulau-pulau kecil memiliki jalur strategis untuk pelayaran laut pada jaman dahulu. Salah satu yang tersisa hingga saat ini tidak hanya beberapa potensi kapal tenggelam (shipwreck), terumbu karang, biota laut, mangrove dan pantai yang indah, akan tetapi juga masyarakat bahari yang memiliki budaya yang khas serta bisa menjadi potensi daya tarik wisata di wilayah Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung. Salah satunya adalah kebudayaan masyarakat Suku Sekak yang tersebar di wilayah Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung yaitu di Bangka, orang Sekak tercatat tinggal di Kuto Panji, Jebu Laut, Kudinpar, Lepar, dan Pongok. Di Belitung, orang Sekak tinggal di Juru Seberang, Kampung Baru, dan Gantung.
= Daerah Persebaran Suku Sekak
Gambar 1.1. Peta Persebaran Suku Sekak di Kepulauan Bangka Belitung Sumber : Peta Suku Bangsa di Indonesia, Museum Nasional, Jakarta.
2
Suku Orang Laut yang mendiami pulau Bangka selanjutnya membentuk kelompok etnis, dikenal dengan sebutan Suku Sekak, yang mempunyai pola hidup unik. Hampir separuh hidupnya di habiskan untuk mengarungi lautan demi memperoleh hasil tangkapan ikan. Pemimpin Suku Sekak sebagian besar memiliki kekuatan gaib sehingga dipercaya untuk memimpin upacara tradisional (Pramono, Joko, 2005:133). Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung sendiri menjadi salah satu tujuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Apalagi setelah di tetapkan sebagai Destinasi Unggulan ketiga setelah Bali dan Lombok (RIPARNAS) . Untuk itu pemerintah daerah melalui instansi terkait berupaya menggali potensi-potensi baik alam maupun budaya untuk dapat di kembangkan sebagai bagian dari kepariwisataan. Pariwisata sendiri menjadi salah satu solusi untuk memperkecil pengaruh pertambangan atau akibat dari pasca penambangan timah di Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung. Salah satu dari potensi budaya itu adalah kebudayaan Bahari masyarakat Suku Sekak. Iwabuchi (2012) guru besar di Tokyo University of Marine Science and Technology mengungkapkan bahwa Kesenian Campak Dalong (Salah satu kesenian Suku Sekak) merupakan kesenian tertua di Kepulauan Bangka Belitung. Keberadaannya sudah lebih dari 500 tahun, namun dokumentasi terhadap kesenian tersebut sangat minim.1 Hal tersebut diakibatkan kurangnya kepedulian masyarakat maupun pemerintah setempat dalam mendokumentasikan kebudayaan Suku Sekak. 1
Ant.rb. Profesor Jepang Prakarsai Persatuan Suku Sekak. 9 November 2012, 00.14 WIB. http://www.radarbangka.co.id/berita/detail//13003/profesor-jepang-prakarsai-persatuan-sukusekak, (19 Februari 2014).
3
Komunitas Suku Sekak ini sendiri salah satunya terdapat di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi
Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung. Kebudayaan Suku
Sekak yaitu Buang Jong dan Rampak Dalong bahkan telah menjadi Agenda Wisata Tahunan Dinas Pariwisata Bangka Selatan dalam upaya menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten ini.
Gambar 1.2. Upacara Adat Buang Jong Sumber : Dokumentasi DISPARBUDPORA Kab. Bangka Selatan, 2008.
Pada kenyataannya saat ini keberadaan Suku Sekak semakin sedikit , hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Iwabuchi (2012) seorang guru besar Tokyo University of Marine Science and Technology. Penelitian tersebut menyebutkan, di seluruh Kepulauan Bangka Belitung, Suku Sekak dan keturunannya masih menyisakan sekitar 900 orang. Hanya beberapa persen saja yang benar-benar asli Suku Sekak dan mampu berbahasa orang laut. Selama satu tahun melakukan penelitian, Iwabuchi menarik kesimpulan bahwa adat istiadat dan budaya Suku Sekak mulai berubah dan terancam punah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya inventarisir dan pelestarian budaya Suku Sekak.
4
Untuk itu diperlukan upaya peningkatan
dan peran Pemerintah Daerah,
masyarakat serta pelaku wisata agar mendorong proses pelestarian bisa berjalan lebih efektif.2 Penelitian Iwabuchi mengingatkan bahwa Orang Sekak makin kehilangan identitas sebagai orang laut. Kehilangan itu menjadi kian meningkat sejak adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat sekak tinggal di darat. Kebijakan ini menyebabkan orang Sekak menikah dengan orang dari suku-suku lain sehingga terjadi akulturasi budaya dengan masyarakat lokal.3 Iwabuchi dalam pernyataannya di kompas.com menyebutkan sebagai berikut : ”Hasil penelitian saya menunjukkan hanya ada 120 keluarga Sekak di seluruh Babel. Saya juga menemukan hanya 50 orang yang sudah berusia di atas 50 tahun dapat berbicara bahasa Sekak. Sisanya berbicara dengan bahasa Melayu Bangka atau Belitung,”
Seiring dengan perkembangan zaman, melalui akulturasi budaya antara Suku Sekak dan masyarakat sekitar membuat identitas Suku Sekak memudar. Suku Sekak terkenal sebagai pemandu, penyelam, dan nelayan yang andal, karena mereka hidup di laut sehingga budaya mereka pun memiliki unsur kearifan lokal dalam menjaga laut. Sebagai contoh kearifan lokal melalui Upacara Adat mantramantra khusus yang memiliki makna menjaga laut, juga tradisi tidak melaut selama tiga hari setelah Upacara Adat Ritual Buang Jong yang di lakukan pada
2
Guna, Anwar Sadat, Orang Sekak di Bangka belitung Terancam Punah, 20 November 2012, 06.25 WIB. http://www.tribunnews.com/2012/11/20/orang-sekak-di-bangka-belitung-terancampunah, (14 Februari 2014). 3 Mada, Kris Razianto, Suku Sekak Yang Terancam Punah, 18 Juni 2012, 15.18 WIB. http://tanahair.kompas.com/read/2012/06/18/15183191/Suku.Sekak.yang.Terancam.Punah, (14 Februari 2014).
5
setiap tahunnya. Mereka juga hidup di perahu dengan berpindah dari satu tempat ketempat lain, dari satu pulau ke pulau lainnya. Pola kepindahan berlangsung sesuai pergantian musim penangkapan ikan. Bila bukan musim tangkap ikan mereka menetap sementara disekitar pantai untuk tinggal diperahu atau gubuk terapung. Kabupaten Bangka Selatan mengunggulkan kawasan Lepar Pongok sebagai kawasan pengembangan wisata Bahari. Dalam RIPPDA Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Bangka Belitung, kawasan Lepar Pongok sendiri termasuk dalam KPP (Kawasan Pengembangan Pariwisata) Strategis dalam kelompok Pulau-Pulau kecil Selat Gaspar sebagai Kawasan Wisata Bahari. Komunitas Suku Sekak di Bangka Selatan Tersebar di pulau-pulau kecil Selat Gaspar, Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Aktivitas budaya yang menjadi salah satu agenda event budaya tahunan yang dicantumkan pemerintah dalam kegiatan promosi budaya salah satunya adalah Upacara Adat Ritual Buang Jong yang diadakan komunitas Suku Sekak di Desa Kumbung, Pulau Lepar, Kabupaten Bangka Selatan pada setiap tahunnya. Desa Kumbung merupakan tempat asal Suku Sekak bermukim didarat setelah mereka didaratkan oleh pemerintah pada tahun 1980-an dikarenakan adanya kebijakan departemen sosial tentang Suku Terasing. Oleh karena itu Desa Kumbung memiliki arti penting sebagai tempat pelaksanaan Ritual Buang Jong bagi komunitas Suku Sekak yang ada di Bangka Selatan dan menjadi salah satu potensi atraksi pariwisata yang dikembangkan oleh Pemerintah daerah setempat.
6
Kebudayaan sendiri merupakan salah satu komponen yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk dapat berkunjung kesuatu destinasi. Walaupun tidak sedikit pihak yang menentang perkembangan pariwisata berbasis budaya ini, namun banyak juga
Sosiolog dan Antropolog yang justru melihat bahwa
pariwisata (internasionalisasi) tidak merusak kebudayaan, melainkan justru memperkuat, karena terjadinya proses yang disebut involusi kebudayaan (cultural involution). Hal tersebut bisa dilihat dari kasus Bali. McKean (1978) mengatakan, “
... meskipun perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali, … semua itu terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan tradisional … Kepariwisataan pada kenyataannya telah memperkuat proses konservasi, reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi”.
melalui kemasan wisata yang menarik, upacara adat maupun budaya lokal tersebut dapat
menjadi
meningkatkan
tontonan bagi jumlah
wisatawan,
kunjungan
sehingga
wisatawan
ke
diharapkan
mampu
daerah
tersebut.
Selain itu upaya mengemas sajian upacara dan ritual adat, juga sebagai upaya melindungi dan melestarikan aset wisata budaya tersebut. Namun demikian, kebangkitan budaya lokal bukan berarti kembali sepenuhnya kepada tradisi lalu dan menolak realitas kekinian yang terus berubah. Menurut Gidden (2001: 34) kebanyakan apa yang dianggap tradisi di masa kini, telah
melewati
batas
waktu
dengan
mengalami
penyesuaian
dengan
perkembangan-perkembangan baru. Artinya, bahwa budaya masa lalu dapat direvitalisasi untuk memperkuat identitas suatu komunitas atau kelompok sosial,
7
sekalipun budaya itu tidak lagi asli sebagaimana budaya itu hidup dan dimaknai di masa lalu. Dengan adanya kepedulian Pemerintah terhadap potensi budaya lokal sebagai atraksi wisata diharapkan mampu memberikan kebanggaan masyarakat Suku Sekak dan masyarakat sekitarnya terhadap kebudayaan yang ada, sehingga dapat memperkaya dan melestarikan budaya yang mulai menghilang menjadi ciri khas dan identitas yang mampu dikembangkan baik sebagai budaya dari masyarakat Suku Sekak maupun sebagai sebuah atraksi wisata budaya yang bisa menarik wisatawan untuk datang ke daerah tersebut. Sedangkan potensi-potensi daya tarik wisata lainnya yang berada disekitarnya dapat menjadi pendukung pengelolaan pariwisata dikawasan Lepar pongok sehingga menjadi satu kawasan pengelolaan pariwisata yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
1.1.2. Potensi Kebudayaan Suku Sekak sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan
Unsur keindahan alam (natural beauty), keaslian (originality), kelangkaan (scarcity) dan keutuhan (wholesomeness) yang dimiliki indonesia diperkaya dengan kekayaan budaya yang tidak dimiliki bangsa lainnya menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Kekayaan budaya yang tinggi dan beraneka ragam menjadi sangat potensial untuk dilestarikan melalui pembangunan kepariwisataan. Pada dasarnya minat utama wisatawan ke suatu destinasi lebih disebabkan karena daya tarik wisata budaya dengan kekayaan seperti adat-istiadat,
8
peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian, upacara-upacara dan peristiwa budaya lainnya.
Pariwisata budaya merupakan kegiatan kepariwisataan yang
memanfaatkan dan mengembangkan secara efektif, terencana dan terprogram terhadap berbagai asset budaya masyarakat dan produk budaya fisik sebagai daya tarik wisata (Hatmoko, 2006 ). Pemerintah daerah Kabupaten Bangka Selatan melihat bahwa kebudayaan Suku Sekak di Desa Kumbung merupakan salah satu potensi yang bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Bangka Selatan. Dalam kriteria Adat Istiadat seperti Pakaian, Makanan, Tatacara hidup daerah, pesta rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal adalah unsur-unsur yang merupakan persyaratan daya tarik wisata dari segi sosial budaya yang perlu diperhatikan pemerintah dalam membangun daerah tujuan wisata (Gearing, 1976 dalam Pendit, 2006 :71). Dari beberapa pengamatan diketahui bahwa
tata cara kehidupan
tradisional masyarakat Suku Sekak memiliki keunikan tersendiri merupakan salah satu atraksi potensial untuk ditawarkan kepada wisatawan. Pemanfaatan nilai budaya masyarakat setempat untuk meningkatkan daya tarik wisata dapat memberikan dampak positif seperti meningkatkan apresiasi terhadap budaya lokal dan identitas suatu etnis, Revitalisasi bahasa dan kesenian tradisional, konservasi peninggalan budaya lokal yang kalau tidak dilakukan dapat tergusur oleh laju moderenisasi, berkembangnya fasilitas budaya, membangun kebanggaan terhadap budaya sendiri bagi penduduk lokal, serta berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat setempat.
9
1.1.3. Pentingnya Kajian Persepsi
Stakeholder Pariwisata terhadap
Perubahan Budaya Suku Sekak Gejala pariwisata sesungguhnya tidak terlepas dari kebudayaan sebuah masyarakat. Dengan demikian dalam kunjungan wisata, paling tidak terjadi kontak dan interaksi kebudayaan kebudayaan wisatawan dengan kebudayaan penduduk setempat. Ketika seorang berkunjung kesuatu daerah yang lebih baik dari kebudayaannya, maka ia memiliki kesempatan mengalami perjalanan yang dapat meningkatkan kebudayaan miliknya sendiri. Kalaupun ia berkunjung ke tempat yang lebih jelek, maka ia mendapatkan kesempatan melihat dan mengalami hal yang jelek tersebut. Oleh karena itu, citra suatu DTW dalam benak wisatawan akan memiliki pengaruh yang besar terhadap kunjungan wisatawan di masa yang akan datang. Setiap daerah wisata mempunyai citra (image) tertentu, yaitu mental maps seseorang terhadap suatu destinasi yang didalamnya mengandung keyakinan, kesan dan persepsi (Pitana et al, 2005: 64). Persepsi itulah yang kemudian akan berpengaruh pada respon dan prilakunya untuk menilai suatu tempat wisata apakah menarik untuk dikunJongi atau tidak. Dalam pengembangan pariwisata tentunya tak lepas dari peran stakeholder pariwisata, terutama pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan dimana kebijakan pengembangan dan alokasi anggaran sangat bergantung pada visi dan misi kepala daerah yang jika di runut lebih dalam juga berkaitan erat dengan kepentingan politik. Walau pemerintah telah mampu melihat modal dasar alam, flora, fauna dan budaya sebagai potensi kepariwisataan, namun secara nasional ada masalah-masalah yang jauh lebih besar yang menyangkut eksistensi bangsa
10
yang perlu diberi prioritas. Hal ini berpengaruh pada kebijakan-kebijakan dalam kepariwisataan, pemerintah dalam hal ini pihak intansi terkait, kepala daerah sebagai pembuat anggaran dan DPRD haruslah memiliki pemahaman yang sama. Adanya otonomi daerah memberikan wewenang kepada daerah untuk menetapkan sendiri prioritas daerahnya. Keadaan inilah yang kemudian menjadikan pariwisata dan budaya menjadi bagian yang kurang diprioritaskan dikarenakan adanya sumber daya lain yang dianggap lebih berpotensi dalam memberikan pendapatan lebih banyak kepada daerah. Kebudayaan Suku Sekak di Desa Kumbung, Kabupaten Bangka Selatan pada awalnya merupakan atraksi unggulan yang dimasukkan dalam kalender event tahunan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bangka Selatan. Pada empat tahun terakhir, yaitu tahun 2011 hingga 2014 penyelenggaraan Upacara Adat Buang Jong tidak dilaksanakan dikarenakan beberapa faktor dan tidak adanya koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat Suku Sekak sebagai penyenggara mengenai tempat, waktu dan anggaran pelaksanaan acara.
Tabel 1.1. Penyelenggaraan Event Budaya Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2009 – 2013 Tahun 2009
2010
2011
Event Budaya Tradisi Kawin Massal Tradisi Hikok Helawang Ritual Buang Jong Sembahyang Rebut Tradisi Kawin Massal Tradisi Hikok Helawang Ritual Buang Jong Sembahyang Rebut Tradisi Kawin Massal
Terselenggara V V V V V V V V
Pelaksanaan Tidak terselenggara V -
11
Tradisi Hikok Helawang V Ritual Buang Jong Sembahyang Rebut V Festival JunJong Besaoh V 2012 Tradisi Kawin Massal V Tradisi Hikok Helawang V Ritual Buang Jong Sembahyang Rebut V Festival JunJong Besaoh V 2013 Tradisi Kawin Massal V Tradisi Hikok Helawang V Ritual Buang Jong Sembahyang Rebut V Festival JunJong Besaoh V Sumber : Bidang Seni dan Budaya DISPARBUDPORA Kab. Bangka Selatan (2014)
V V V -
Oleh karena itu, perlu adanya persamaan persepsi baik antara pemerintah maupun Masyarakat dalam memahami budaya sebagai potensi daya tarik wisata. Beberapa kasus di daerah, menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata pada akhirnya tidak memberikan sumbangan kesejahteraan masyarakat di daerah bahkan menunjukkan gejala bentuk baru kolonialisme (neo-colonialism) dan imperialisme (neo-imperialisme) yang mengakibatkan masarakat lokal tidak berdaya menghadapi kekuatan kapital besar yang masuk. Sementara masyarakat lokal sebagai daya tarik wisata seringkali malah tidak merasakan manfaat dari pengembangan wisata yang ada. Untuk menyeimbangkan pengaruh pengembangan pariwisata pada budaya masyarakat lokal yang tentunya tidak hanya memberikan manfaat bagi pemerintah tapi dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kenyamanan bagi pelaku wisata. Penting untuk mengetahui persepsi dari masing-masing pihak sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan-kebijakan destinasi wisata yang berbasis pada budaya lokal. Kebijakan jangka pendek dan menengah dijadikan prioritas utama dalam kajian untuk mengantisipasi dengan segera 12
terjadinya perubahan yang terjadi pada Suku Sekak sebagai potensi atraksi pariwisata budaya di Kabupaten Bangka Selatan. Sehingga dapat menghasilkan produk wisata yang berkelanjutan dan berbasis local community. Namun upaya pengembangan kegiatan pariwisata didaerah melalui pemanfaatan potensi-potensi pariwisata memerlukan kesiapan banyak pihak. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti tentang Persepsi Stakeholder Pariwisata Terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak Di desa Kumbung Dalam Kaitan Peningkatan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan untuk mendukung kelestarian budaya itu sendiri khususnya dalam aktivitas kepariwisataan di Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung.
1.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwasanya permasalahan yang ada adalah sebagai berikut : 1. Adanya Akulturasi Budaya dengan masyarakat luar komunitas Suku Sekak menyebabkan hal sebagai berikut : a. Menurunnya Populasi Masyarakat Suku Sekak di Desa Kumbung b. Orang Sekak mulai kehilangan identitas sebagai orang laut dikarenakan adanya kebijakan pemerintah pada pertengahan dekade 1980-an yang mewajibkan masyarakat tinggal di darat dan desakan kebutuhan hidup yang kemudian menyebabkan terjadinya perpindahan tempat tinggal dari yang dulunya di perahu yang disebut “kolek” ke rumah panggung di pesisir pantai atau daratan;
13
c. Perubahan dan ancaman kepunahan sebagian budaya Suku Sekak di Desa Kumbung dikarenakan berkurangnya generasi yang mempelajari dan melestarikan budaya Suku Sekak d. Perubahan dan ancaman kepunahan Bahasa Asli Suku Sekak e. Adanya perubahan pada Ritual Upacara Adat dan di hilangnya beberapa adat istiadat dikarenakan dianggap tidak sesuai lagi dengan ajaran agama yang di anut oleh masyarakat Suku Sekak pada saat ini. 2. Adanya
indikasi
perubahan
kebudayaan
Suku
Sekak
mengakibatkan
berkurangnya Daya Tarik Wisata di Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Bangka Selatan. 3. Pada hasil pengamatan awal menunjukkan perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat terhadap kebudayaan Suku Sekak sebagai potensi daya tarik wisata, menyebabkan berkurangnya antusias masyarakat asli Suku Sekak untuk melestarikan budayanya terutama upacara adat dan berpengaruh pada kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata di kawasan dimana komunitas masyarakat asli Suku Sekak berada.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut diatas maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan?
14
2.
Unsur Budaya apa saja yang diindikasikan mengalami perubahan setelah adanya upaya-upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak Di Kabupaten Bangka Selatan?
3.
Bagaimanakah persepsi stakeholder (Masyarakat Suku Sekak, Non Suku Sekak dan Wisatawan) dan Opini Pemerintah terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak dalam hubungannya dengan Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan ?
4.
Bagaimana sebaiknya arahan kebijakan pariwisata khususnya program Jangka pendek dan menengah sebagai representasi respon pemerintah agar kebudayaan Suku Sekak di Desa Kumbung dapat berkelanjutan dan meningkatkan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan?
1.4.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak yang telah di lakukan di Kabupaten Bangka Selatan
2.
Untuk mengetahui perubahan unsur budaya apa saja yang terjadi setelah adanya upaya-upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan
3.
Untuk mengetahui Persepsi Stakeholder (Masyarakat Suku Sekak, Non Suku Sekak dan Wisatawan) dan Opini Pemerintah terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak di Desa Kumbung dalam hubungannya dengan
15
Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan 4. Untuk merumuskan bagaimana sebaiknya arahan kebijakan pariwisata khususnya program Jangka pendek dan menengah sebagai bentuk representasi respon pemerintah dalam melestarikan Kebudayaan Suku Sekak di Desa Kumbung hubungannya dengan upaya-upaya peningkatan daya tarik wisata di Kabupaten Bangka Selatan
1.5.
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi dalam lingkup Persepsi Pemerintah, Pelaku Wisata
dan Masyarakat terhadap perubahan budaya Suku Sekak di Desa Kumbung hubungannya dengan upaya-upaya peningkatan daya tarik wisata. Dalam hal ini peneliti membatasi objek penelitian pada daerah persebaran Kebudayaan Suku Sekak yaitu di Desa Kumbung, Kecamatan Lepar, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung.
1.6. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian ini dapat dipenuhi, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memperluas wawasan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pariwisata budaya dan nilai-nilainya baik dari segi pariwisata maupun ekonomi.
16
2. Memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya yang beminat dengan topik yang sejenis sebagai dasar atau referensi di dalam melakukan penelitian 3. Sebagai masukan yang positif kepada pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Kepulauan Bangka Belitung dan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Pelaku wisata dan masyarakat lokal maupun masyarakat Asli Suku Sekak sehingga dapat lebih mudah melakukan pembenahanpembenahan yang dirasa perlu untuk dilakukan baik itu secara fisik maupun non fisik dalam bentuk program-program peningkatan daya tarik wisata dalam upaya mendorong kelestarian potensi budaya yang ada.
1.7. Keaslian Penulisan Tabel 1.2. Keaslian Penelitian Peneliti Bayu Rosalina, 2007, Tesis MPAR,
Judul Persepsi
Pelaku
Pariwisata
Universitas Gadjah Mada
Brand
Yogyakarta
Daerah
Fokus
Terhadap Positioning Istimewa
Yogyakarta Mohamad Ridwan 2008, Tesis MPAR, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Lokasi
Menemukan Alternatif-alternatif Brand Symbol
Slogan
dan
Brand
yang
baru
untuk
positioning
Pariwisata
DI. Yogayakarta
DI.
Yogyakarta
Persepsi
Wisatawan
Mengetahui persepsi wisatawan
Taman
Hutan
dan
Masyarakat
mengenai potensi wisata dan
Raya
Bukit
terhadap Potensi dan
mengetahui persepsi masyarat
Barisan
Peran
Masyarakat
mengenai pean masyarakat lokal
Kabupaten Karo,
Lokal dalam Kegiatan
dalam kegiatan ekowisata di
Sumatera Utara
Pariwisata di Taman
taman Raya Bukit Barisan
Hutan Barisan
Raya
Bukit
Kabupaten
Karo di Sumatera Utara
17
Harlia Febrianti. 2008,
Persepsi dan Respon
Melakukan
Tesis MPAR,
Pemerintah
Terhadap
menemukan kesamaaan presepsi
Universitas Gadjah Mada
Keberadaan
Candi
Yogyakarta
dalam
studi
dalam
untuk
hal
Candi
Muara
Takus, Riau
masalah
Muara Takus Sebagai
pengembangan,
ragam
Sumber Daya Wisata di
dukungan
Riau
pengembangan di Candi Muara
dan
kebijakan
Takus.
Rani Februandari 2012,
Persepsi Pelaku Pasar
Mengetahui
MPAR, Universitas
Wisata terhadap Unsur-
Wisata terhadap citara destinasi
Gadjah Mada
Unsur Pembentuk Citra
kota
Destinasi
mengidentifikasi
Yogyakarta
Persepsi
Pelaku
semarang
Kota
Semarang,
Jawa Tengah
dan
unsur-unsur
pembentuk brand yang sesuai untuk menyusun City Branding Kota Semarang Zulaikha Nurfianti 2013,
Persepsi
Stakeholder
Melakukan identifikasi potensi
Desa Kumbung ,
kebudayaan Suku Sekak di Desa
Kabupaten
Kumbung
mengenai
Bangka
Suku Sekak di Desa
persepsi stakeholder pariwisata
Provinsi
Kumbung
dalam
Kepulauan
MPAR, Universitas
Pariwisata
terhadap
Gadjah Mada
Perubahan
Budaya
Yogyakarta
Dalam
dan
upaya-upaya
Hubungannya Dengan
dengan
Upaya-Upaya
kebudayaan dan
Peningkatan Tarik
di
Daya Kabupaten
Bangka Selatan
Suku
melestarikan
Sekak
Kawasan Selatan
tekait
Bangka Belitung
menjadikan
yang
Kabupaten sebagai
Selatan,
ada
di
Bangka
daya
tarik
wisata.
Penelitian Persepsi Stakeholder Pariwisata Terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak di Desa Kumbung Dalam Hubungannya dengan Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan, memiliki fokus mencari persepsi Stakeholder Pariwisata yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Pelaku Wisata (Wisatawan, Tour Operator dan ASITA) terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak dalam hubungannya dengan Upaya Peningkatan
18
Daya Tarik Wisata. Kemudian mengevaluasi upaya-upaya peningkatan yang telah di lakukan dan menghubungkan masing-masing persepsi yang kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu arahan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah. Lokasi Penelitian ini berada di Desa Kumbung, Kecamatan Pulau Lepar, Kabupaten Bangka Selatan dengan metode penelitian menggunakan Metode Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif. Penelitian “Persepsi Pelaku Pariwisata Terhadap Brand Positioning Daerah Istimewa Yogyakarta” memiliki lokus penelitian di DI. Yogyakarta, menggunakan metode penelitian Deskriptif Kualitatif berfokus mengunakan persepsi pelaku wisata untuk menemukan alternatif-alternatif brand slogan dan brand positioning pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada lokus, fokus, metode penelitian yang digunakan dan melibatkan pemerintah dan masyarakat sebagai responden. Penelitian “Persepsi Wisatawan dan Masyarakat terhadap Potensi dan Peran Masyarakat Lokal dalam Kegiatan Pariwisata di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo di Sumatera Utara” memiliki lokus penelitian di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Fokus Penelitian ini adalah untuk mengetahui pesepsi wisatawan dan masyarakat terhadap potensi dan peran masyarakat lokal di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Metode Penelitian menggunakan Deduktif Rasionalistik. Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian yang akan di lakukan adalah selain fokus dan lokus juga metode penelitian, dalam penelitian ini
19
tidak
melibatkan
unsur
pemerintah
dan
Pelaku
wisata
seperti
Tour
Operator/Travel Agent. Penelitian “Persepsi dan Respon Pemerintah Terhadap Keberadaan Candi Muara Takus Sebagai Sumber Daya Wisata di Riau” memiliki lokus penelitian di Candi Muara Takus Riau dan Metode yang digunakan adalah metode Induktif Kulitatif. Fokus Penelitian ini adalah mengetahui persepsi Pemerintah dan Pelaku Wisata terhadap Candi Muara Takus sebagai salah satu destinasi di Riau. Penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan baik dari segi fokus maupun lokusnya, dalam penelitian ini juga tidak melibatkan masyarakat. Penelitian “Persepsi Pelaku Pasar Wisata Terhadap Unsur-Unsur Pembentuk Citra Destinasi” memiliki lokus di Kota Semarang, dengan fokus penelitian mengetahui persepsi pelaku pasar wisata terhadap citra destinasi dan mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk Brand yang sesuai untuk menyusun city branding Kota Semarang. Menggunakan Metode Mix Kualitatif dan Kuantitatif. Perbedaan penlitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan selain pada fakus dan lokusnya juga pada responden yang dituju tidak melibatkan pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan rincian diatas, maka penelitian “ Persepsi Stakeholder Pariwisata Terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak di Desa Kumbung Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan belum pernah diteliti.
20
1.8. Proses Alur Pikir Penelitian
Latar Belakang Rendahnya tingkat keragaman budaya dalam aktivitas pariwisata Perubahan Budaya pada Suku Sekak menyebabkan menurunnya tingkat daya tarik wisata unggulan di Kabupaten Bangka Selatan Terdapat Persepsi Stakeholder Pariwisata yang kontraproduktif memberikan dampak terhadap Kebijakan pariwisata terkait upaya-upaya peningkatan daya tarik wisata
Permasalahan: 1. Adanya Akulturasi Budaya yang mengakibatkan Penurunan Populasi Suku Sekak dan perubahan Budaya sehingga berkurangnya Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan 2. Adanya Perbedaan persepsi antara Stakeholder Pariwisata Terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak sebagai Daya Tarik Wisata yang mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah
1. Bagaimanakah Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan? 2. Budaya apa saja yang diindikasikan mengalami perubahan setelah adanya upaya-upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak Di Kabupaten Bangka Selatan? 3. Bagaimanakah persepsi stakeholder pariwisata terhadap Perubahan Budaya Suku Sekak di Desa Kumbung dalam hubungannya dengan Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata Budaya Suku Sekak di Kabupaten Bangka Selatan ? 4. Bagaimana sebaiknya arahan kebijakan pariwisata jangka pendek dan jangka menengah sebagai representasi respon pemerintah agar kebudayaan Suku Sekak dapat berkelanjutan dan meningkatkan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangka Selatan? Identifikasi Upaya-Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata dan Perubahan Budaya Suku Sekak
Analisis Tahap I Observasi dan Wawancara
Analisis Tahap II
Analisis Tahap III Persepsi Masyarakat
Opini Pemerintah sebagai respon persepsi
Kuisioner Persepsi Wisatawan
Wawancara
Pembahasan Tahap IV Kesimpulan & Rekomendasi Arahan Kebijakan
Gambar 1.3. Proses Alur Pikir Penelitian Sumber : Analisis 2014
21