1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia pada tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar 1.369.606 jiwa (BPS, 2013). Jumlah penduduk yang besar juga menyebabkan volume timbulan sampah yang besar pula. Volume timbulan sampah di Kota Makassar pada tahun 2012 mencapai 4.057, 28 m3/hari, dengan komposisi sampah yang ditimbulkan di Kota Makassar, sebesar 82,19 % merupakan sampah organik dan sisanya yaitu 17,81 % merupakan sampah anorganik seperti plastik, besi, alumunium, karet dan kaca. Sampah yang ditimbulkan umumnya merupakan sampah rumah tangga, sebesar 1.847,47 m3/hari atau 45,53 % dari total timbulan sampah Kota Makassar. Pada tahun 2012 volume timbulan sampah yang dapat terangkut ke TPA sebesar 3.642,56 m3/hari atau 89,78 % dari total timbulan sampah, sedangkan sisanya 414,72 m3/hari atau 10,22 % dikelola sendiri oleh masyarakat, dibakar, atau dibuang secara sembarangan (dibuang ke sungai ataupun ke lahan kosong). Pengelolaan sampah di Kota Makassar masih menerapkan pola konvensional yaitu kumpul-angkut-buang, belum ada proses pemilahan dan pemrosesan sampah. Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menekankan tentang perlunya perubahan pola pengelolaan sampah konvensional menjadi pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan dan penanganan
2
sampah. Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan kegiatan pembatasan timbulan sampah, mendaur ulang dan memanfaatkan kembali sampah atau dikenal dengan 3R (reduce, reuse, dan recycle). Penerapan kegiatan 3R di masyarakat masih terkendala terutama oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Utami (2008) mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga tanpa adanya upaya mengurangi volume sampah menimbulkan pemborosan sumber
daya
karena
untuk
proses
pengangkutan
dan
pembuangannya
membutuhkan biaya yang besar. Lebih lanjut Bhat dalam Utami (2008) menyebutkan bahwa biaya pengangkutan dan pembuangan sampah mencapai 7080% dari total biaya pengelolaan sampah kota. Pembangunan bank sampah merupakan momentum awal membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur-ulang, dan memanfaatkan sampah karena sampah mempunyai nilai jual yang cukup baik, sehingga pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan menjadi budaya baru Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Sistem pengelolaan sampah dengan tabungan sampah melalui bank sampah juga melibatkan peran serta masyarakat untuk secara bersama-sama mengelola sampah. Suwerda (2012) mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah melalui bank sampah selain menabung sampah juga berupaya untuk memberdayakan masyarakat dalam mengurangi sampah yang ditimbulkan, memanfaatkan sampah dan melakukan daur ulang sampah.
3
Bank sampah di Kota Makassar mulai beroperasi sejak tahun 2011 sebanyak 9 unit bank sampah. Pada tahun 2012 bank sampah di Kota Makassar sebanyak 43 unit dengan jumlah penabung (nasabah) sebanyak 1.210 orang atau 0,09% dari total penduduk Kota Makassar. Jumlah sampah yang dikelola melalui bank sampah di Kota Makassar sebesar 3814,5 kg/bulan dari total timbulan sampah yang tidak terangkut per bulan di Kota Makassar dengan nilai perputaran uang sebesar Rp. 5.750.600,00/bulan. Pada bulan September tahun 2013 jumlah bank sampah di Kota Makassar semakin meningkat menjadi 57 unit. Bank sampah Pelita Harapan yang terletak di RW 04 Kelurahan Ballaparang memulai kegiatan bank sampah pada bulan Oktober 2011. Kegiatan pengelolaan bank sampah yang diawali oleh program MGC dan Kampung Pintar. Kegiatan bank sampah Pelita Harapan terus berlanjut sampai saat ini. Hal ini tampak pada pengorganisasian dan pelaksanaan bank sampah. Kahn (2000) mengungkapkan bahwa suatu program dapat dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan masih terus dilakukan serta manfaat yang masih didapatkan setelah inisiasi program berakhir; kelanjutan tindakan peserta yang didorong oleh program tersebut, dan munculnya inisiatif dari peserta meskipun program sudah tidak lagi difasilitasi oleh pihak luar. Pengorganisasian pengelolaan sampah melalui bank sampah di RW 04 Kelurahan Ballaparang antara lain ditunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah nasabah yang pada saat awal kegiatan baru berjumlah 6 orang yang kesemuanya adalah pengurus dan kader lingkungan. Jumlah sampah anorganik yang ditabung baru sebanyak 25,5 kg. Bank sampah Pelita Harapan untuk mengelola kegiatannya sampai saat ini
4
dilakukan secara swadana. Selain itu, bank sampah Pelita Harapan juga sudah mampu melakukan pengembangan kegiatan di bank sampah yaitu melalui kegiatan simpan pinjam yang diikuti oleh nasabah dengan persyaratan tertentu dan pengembalian pinjaman menggunakan sampah anorganik.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan pokok yang akan dikaji adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah efektivitas pengelolaan sampah melalui bank sampah Pelita Harapan?
2.
Bagaimanakah prospek keberlanjutan pengelolaan sampah melalui bank sampah Pelita Harapan?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Mengevaluasi efektivitas pengelolaan sampah pengelolaan sampah melalui bank sampah Pelita Harapan.
2.
Menjelaskan prospek keberlanjutan pengelolaan sampah melalui bank sampah Pelita Harapan.
3.
Menemukan pembelajaran (lessons learned) untuk diterapkan di daerah lain.
5
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan yang berguna bagi Pemerintah Kota Makassar dalam mengatasi permasalahan persampahan di masa yang akan datang.
2.
Sebagai bahan masukan bagi peningkatan pembinaan terhadap pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) melalui bank sampah di Kota Makassar.
3.
Sebagai referensi atau sumbangan literatur bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sampah.
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian atau studi tentang sampah telah banyak dilakukan dengan fokus kajian pengelolaan sampah, peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dan lain-lain. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tersebut antara lain: 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutomo, 2013 dengan judul “CommunityDriven Waste Management: How Sustainable are Waste Banks in Yogyakarta?”. Penelitian ini fokus pada keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui sistem bank sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
bank
sampah
terpilih
adalah
berkelanjutan karena hampir semua aspek lingkungan, sosial dan ekonomi tercapai. Untuk meningkatkan keberlanjutan bank sampah: penegakan
6
peraturan, pemberian bantuan fasilitas dan peralatan, pelatihan dan pemasaran hasil kerajinan daur ulang sampah, meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah serta bantuan modal untuk pengembangan kegiatan bank sampah. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Elsa Yolarita, 2011 dengan judul “Pengelolaan Sampah Dengan Prinsip 3R (Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengomposan Skala Kawasan Pemukiman di Kelurahan IX Korong). Tujuan penelitian adalah mendapatkan gambaran perilaku masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R dan faktor yang mempengaruhinya serta untuk mengetahui analisa biaya dan manfaat pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, komunikasi dan peran tokoh masyarakat. Analisa biaya dan manfaat kegiatan berdasarkan kriteria NPV, ratio B/C, dan PBP menunjukkan bahwa kegiatan pengomposan skala kawasan pemukiman belum berada pada kondisi layak.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Febry Kautsar, 2011 dengan judul “Pengelolaan Sampah di Bank Sampah Studi Kasus Bank Sampah Gemah Ripah Pedukuhan Badegan Kabupaten Bantul”. Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah pengelolaan sampah yang dilakukan bank sampah berhasil dalam mengelola sampah, mengkaji faktor-faktor apa yang menentukan keberhasilan, menemukan syarat dan prasyarat yang diperlukan untuk replicability dan scaling up. Penelitian ini menemukan bahwa bank
7
sampah
berhasil
memberikan
banyak
manfaat.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan adalah faktor keberhasilan sosialisasi/penyuluhan, faktor sosial budaya serta faktor komunitas/organisasi bank sampah. Syarat utama replicability adalah ada tidaknya komponen utama bank sampah, yakni: penabung di sosialisasikan, pengelola diberi pelatihan, pengepul diajak kerja sama. Scaling up/skala layanan bank sampah bersifat fleksibel, artinya bank sampah dapat didirikan dalam lingkup layanan yang kecil hingga ke lingkup layanan yang luas. 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Beta Dwi Utami, 2008 dengan judul “Reformulasi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga pada Sumbernya Berbasis Komunitas”. Tujuan penelitian ini adalah: mengetahui efektivitas dan efisiensi pada pengelolaan sampah rumah tangga pada sumbernya di Wedomartani dan Banjarsari, menyusun sintesis pola pengelolaan sampah yang disarikan dari pengelolaan sampah di Wedomartani dan Banjarsari, mengujicoba dan menilai efektivitas dan efisiensi pola pengelolaan sampah hasil sintesis/perpaduan antara pola Wedomartani dan Banjarsari dengan basis komunitas. Penelitian ini menemukan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga berbasis komunitas menghasilkan beberapa manfaat antar lain: mereduksi sampah 57%-70% dari total jumlah sampah, efisiensi biaya sebesar 23%-37% dibanding dengan biaya pengelolaan sampah secara konvensional, memberikan nilai tambah ekonomis melalui penjualan barang bekas, pelatihan daur ulang dan diversifikasinya; (4) menciptakan harmoni sosial dengan adannya interaksi yang intensif antar pelakunya.